Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bila Orangtua Toksik, ke Mana Anak Harus Kembali?

10 Maret 2021   18:06 Diperbarui: 16 Maret 2021   11:17 2863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: theasianparent.com

Kurang menghargai

Orangtua toksik cenderung kurang bisa menghargai setiap kelebihan yang dimiliki anak. Tak ada yang namanya apresiasi untuk membuat anak merasa bahagia dan termotivasi.

Suatu hari saya pernah mendapat juara 7 lomba Bahasa Jawa tingkat kabupaten. Lalu, saking bahagianya, saya memberitahukan itu pada ibu. Tahu apa jawaban beliau? Beliau meneriaki saya tak mampu, meneriaki saya "bodoh" karena tak bisa masuk 3 besar. Sungguh, itu momen yang tak bisa saya lupakan sampai sekarang. 

Menuntut berlebihan

Menuntut anak secara berlebihan termasuk kategori orangtua toksik. Bagaimana tidak? Anak seharusnya bisa berkembang sesuai dengan naturalnya proses yang ia jalani. Misalnya soal memilih sekolah, jurusan, impian bahkan tujuan hidup. Namun, rumah yang di dalamnya ada orangtua toksik, proses kehidupan anak didasari tuntutan orang tua.

Saya pernah menemukan pengalaman teman yang dituntut orangtuanya masuk ke jurusan IPA saat SMA. Padahal secara akademis, ia memiliki kemampuan lebih di jurusan IPS. Kemudian, orangtuanya datang ke sekolah, meminta agar anaknya dipindahkan ke jurusan IPA.

Setelah diadakan musyawarah di ruang BK, si anak mengakui ia lebih menyukai ilmu sosial dibuktikan dengan nilai-nilai perbandingan IPA dan IPS di raportnya. Dengan berat hati, akhirnya kedua orangtua teman saya ini mau menerima anaknya masuk jurusan IPS.

***

Parenting yang tidak tepat sangat berdampak buruk bagi perkembangan mental anak. Anak akan mengalami ketidakstabilan emosional karena terbiasa ditekan dengan kalimat-kalimat makian atau larangan. Bila itu dilakukan secara terus menerus, tak jarang anak akan mengalami kelainan psikis hingga dewasa.

Mungkin saja, sifat toksik itu akan dibawa anak saat ia menjadi orangtua nanti. Seperti masuk ke medan looping yang tiada habisnya, sifat itu akan terus diwariskan, kecuali ada yang berani memutus mata rantainya.

Nah, agar tindakan toksik bisa diputus mata rantainya, maka anak yang menjadi korban harus memiliki kesadaran penuh, berusaha ikhlas dan melatih sikap agar tak melakukan kesalahan yang sama. Bila perlu, menjauh dari rumah adalah keputusan paling benar bila ketoksikan orangtua sudah pada tahap mengerikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun