Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kenali Produk-produk Keuangan dan Kaitannya dengan Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

31 Agustus 2020   22:57 Diperbarui: 31 Agustus 2020   23:00 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Webinar Bank Indonesia dan Kompasiana

“Bisa jadi secara tak sadar kita telah berupaya menjaga Stabilitas Sistem Keuangan melalui aktivitas-aktivitas ekonomi yang kita lakukan. Bagaimana bisa?”

Sesaat setelah menonton webinar dari Bank Indonesia pada tanggal 21 juli lalu, Bapak  berdiskusi beberapa hal terkait keuangan kepada saya. Maklum, beliau mendengar istilah-istilah seperti LTV, makroprudensial, countercyclical, Procyclical, risiko sistemik dan sebagainya muncul pada percakapan narasumber utama, Ibu Ita Rulina (Direktur Departmen kebijakan Makroprudensial).

Bapak cukup penasaran dengan kondisi keuangan selama pandemi Korona ini. Beliau mengaku pernah mendapat sebaran informasi lewat grup whatsapp bahwa keuangan Indonesia tengah diambang kehancuran. Hal tersebut terjadi karena angka PHK yang tinggi disertai mandeknya aktivitas ekonomi.

Mendengar pembahasan ekonomi dan keuangan yang muncul melalui speaker laptop, beliau kemudian bertanya langsung pada saya mengenai kemungkinan berita yang didapat. Bapak takut jika krisis multidimensi tahun 1998 terulang kembali. Namanya pernah mengalami kesulitan kala itu, pastinya kapok dan tak mau merasakan kembali.

Berdiskusi dengan bapak, saya memang tak menjelaskan detail mengenai isu ekonomi yang beliau dengar. Agar lebih mudah dicerna secara awam, saya hanya menegaskan bahwa Indonesia akan baik-baik saja karena berbagai elemen masih saling berkolaborasi untuk menjaga perekonomian nasional.

Memang, munculnya wabah Korona telah melahirkan sebentuk keresahan. Meski begitu, selagi masih ada optimisme dalam diri tiap orang, pasti ada jalan yang bisa diusahakan untuk mengatasi semua tantangan.

Demi mengatasi tantangan tersebut, lembaga seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga penjamin Simpanan tengah berupaya membuat beragam kebijakan agar krisis ekonomi dan keuangan bisa diatasi.

Bank Indonesia selaku bank sentral selalu sigap merespon kondisi ekonomi yang terjadi. Apabila ekonomi sedang menguat yang ditandai dengan naiknya pendapatan, maka dimungkinkan permintaan kredit akan tinggi.

Mengapa? Sebab keinginan untuk membeli barang atau jasa pasti naik. Sebaliknya, tatkala keuangan sedang lesu yang berimbas pada melemahnya pendapatan masyarakat, pastinya permintaan kredit menjadi turun karena masyarakat tak mau terkena kredit macet.

Sumber : Webinar Bank Indonesia dan Kompasiana
Sumber : Webinar Bank Indonesia dan Kompasiana

Demi mengimbangi kondisi yang disebut, Bank Indonesia membuat kebijakan Makroprudensial yang bersifat Procyclical (saat ekonomi turun) dan countercyclical (saat ekonomi naik).

Makroprudensial sendiri diambil dari kata makro yang berarti besar dan prudent yang berarti hati-hati.  Dari kedua makna kata yang muncul kita bisa mengambil simpulan bahwa itu merupakan kebijakan besar yang dibuat dengan penuh pertimbangan matang.

Menurut Ibu Ita Rulina arti makroprudensial itu ibarat hutan dan mikroprudensial itu ibarat pohon-pohon yang ada di hutan tersebut. Lalu, Bank Indonesia merupakan lembaga yang bertugas merawat hutan agar selalu sehat.

Apabila dikaitkan dengan kondisi perekonomian dan keuangan saat pandemi, kebijakan makroprudensial penting diterapkan untuk menjaga ekonomi dan keuangan tetap stabil.

Kebijakan Makroprudensial bersifat menyesuaikan kondisi ekonomi negara. Tatkala ekonomi sedang naik, kebijakan ini akan memperketat LTV (Loan to value) pada KPR sehingga Bank maupun debitur tak sembarangan memberi atau mengajukan kredit. Sebaliknya, bila keadaan ekonomi tengah lesu kebijakan Makroprudensial berfungsi melonggarkan LTV.

Pandemi Covid-19 telah mengguncang lebih dari 200 negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Hampir tiap bidang terkena imbas keganasan efek virus ini. Menyuplik informasi dari Merdeka.com, ada 6 sektor yang paling merasa sakit ketika Covid-19 melanda. Keenam sektor diantaranya pariwisata, manufaktur, ekonomi dan keuangan, transportasi, sosial dan pangan.

Chiko Jericho yang juga menjadi narasumber mengatakan bahwa Covid-19 telah mempengaruhi usaha “Filosofi Kopi” miliknya. Pendapatannya berkurang 90 persen seiring jumlah pelanggan yang menurun akibat pemberlakuan aturan PSBB dan WFH. Tak hanya itu saja, seharusnya Chiko akan launching gerai baru, namun adanya Covid-19 membuat ia harus rela menundanya.

Beruntungnya, Chiko memiliki simpanan berupa deposito dan bentuk investasi lainnya sehingga ia masih punya cadangan modal untuk keberlangsungan usahanya. Senada dengan Chiko, penyanyi kawakan Gamaliel dan Audrey juga mengaku memilih berinvestasi asuransi dan tabungan. Mereka berdua sadar bahwa kedepannya segala risiko bisa saja terjadi, sehingga berjaga-jaga melalui kepemilikan produk keuangan itu wajib.

Dunia Digital, Produk Keuangan dan Upaya Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Dunia memang penuh dengan segala kemungkinan. Tak akan pernah ada orang yang mampu memprediksi datangnya suatu kejadian, termasuk pandemi Korona seperti saat ini. Dengan demikian, diperlukan upaya preventif menyoal apapun, termasuk finansial.

Sumber : Webinar Bank Indonesia dan Kompasiana
Sumber : Webinar Bank Indonesia dan Kompasiana

Ada yang menarik ketika saya mengamati kolom live chat tatkala webinar BI berlangsung. Rata-rata peserta—yang merupakan mahasiswa—menanyakan soal produk keuangan yang bisa mereka pilih untuk berinvestasi secara aman. Muncul alasan kuat mengapa mereka menanyakan itu, salah duanya mengenai keamanan dan risiko.

Beberapa waktu ini kita sering menemukan pemberitaan mengenai investasi bodong yang merugikan masyarakat. Menurut data dari OJK sendiri ada sekitar 690 entitas investasi yang tak terdaftar dan tidak berada di bawah pengawasan lembaga tersebut. Risiko apabila investasi semacam itu dipilih adalah kemungkinan terjadi penipuan, atau penyelewengan dana milik investor.

Jika terjebak rayuan investasi bodong, alih-alih mendapat cuan melalui modal yang ditanamkan, investor justru mengalami kerugian karena produk investasi yang dipilih bermasalah. Pastinya tak ada orang yang mau mencicipi mimpi buruk itu, bukan?

Nah, demi menghindari risiko terbesar, sangat wajar jika banyak orang meminta saran soal “Investasi aman yang bisa dipilih” guna menghindari mimpi buruk yang menghantui. Hingga kini, tabungan emas masih dipercaya sebagai jalan berinvestasi yang aman plus menguntungkan.

Sebagai pemula, tak ada salahnya calon investor meminta saran seorang financial planner untuk memilih produk keuangan. Namun demikian, investor harus mencari terlebih dahulu seluk beluk financial planner yang dipilih dengan memanfaatkan teknologi digital agar tak terjadi risiko terkena tipu.

Berita baiknya, Indonesia sudah memasuki era digital dimana arus informasi bisa dengan mudah ditemukan hanya berbekal sentuhan jari. Era digital ini bisa dimanfaatkan untuk banyak hal mulai dari pencarian informasi, riset-riset, bertransaksi, bahkan promosi menggunakan platform digital.

Dalam webinar BI, Chicco Jerico menjelaskan bahwa selama pandemi, ia mengubah cara memasarkan produk “Filosofi Kopi” yang semula offline menjadi online. Ia memanfaatkan keberadaan e-commerce dan media sosial untuk berjualan serta mempromosikan produk.

Cobalah kita bermain ke website Filosofi Kopi. Disana kita tak hanya akan menemukan kopi sebagai produk yang dijual, tetapi juga apparel, makanan dan minuman serta sepeda. Semua produk itu bisa dibeli secara online demi menghindari keluar rumah.

Menukil informasi dari Bisnis.com, jumlah UMKM yang sudah go digital saat ini mencapai 13 persen atau sekitar 8.320.000 dari jumlah total 64.000.000. Meski jumlahnya masih jauh dari yang diharapkan, namun kita bisa memprediksi kemungkinan 13 persen itu mengubah pola promosi dan penjualan dari offline ke online.

Pandemi telah melahirkan ekosistem baru dalam bekerja dan bertransaksi. Ya, akhir-akhir ini semakin banyak orang memanfaatkan internet dan gadget untuk menjalani aktivitas harian mereka. Tentu saja, ini menjadi peluang baru bagi berbagai pihak untuk menciptakan keuangan yang lebih inklusif lewat perciptaan produk keuangan.

Ada beberapa produk keuangan yang sering ditemukan eksistensinya via platform digital, seperti asuransi, pasar modal, dana pensiun, tabungan, produk pembiayaan hingga Financial technology (Fintech). Semua itu bisa dipilih sesuai kebutuhan masing-masing individu.

Editan Pribadi
Editan Pribadi

Berkenaan dengan produk keuangan berupa fintech, Bank Indonesia telah meluncurkan QRIS sebagai standardisasi pembayaran berbasis QR Code yang akan memudahkan transaksi melalui aplikasi dompet digital. Dompet digital dan e-banking merupakan produk keuangan yang kerapkali digunakan milenial untuk berbelanja via internet.

Seperti saya misalnya yang memiliki 2 dompet digital untuk memudahkan aktivitas ketika tak mau ribet membawa banyak barang. Saat nongkrong bersama kawan, memesan minuman atau makanan apapun bisa dibayar hanya dengan scan barcode, isi nominal dan bayar menggunakan saldo digital.

Beberapa marketplace hingga kini telah berafiliasi dengan QRIS sehingga masyarakat mampu bertransaksi menggunakan dompet digital apapun. Beli pulsa dimalam hari, pesan sepatu, belanja baju baru, hingga belanja skincare bisa dengan mudah dilakukan hanya berbekal ponsel pintar. Yuhuuuu, itu yang sering saya lakukan akhir-akhir ini. Dan mungkin kalian juga?

Sebagai orang awam, mungkin kita belum mampu memanfaatkan produk keuangan seutuhnya melalui pengajuan asuransi, kepemilikan obligasi atau berinvestasi di pasar modal, tetapi kita bisa memanfaatkan produk keuangan lainnya seperti tabungan, fintech dan investasi emas. Sebab, ketiganya cukup lekat dengan kehidupan kita. Bahkan saya memiliki 2 rekening tabungan, 2 dompet digital dan berinvestasi emas online.

Editan Pribadi
Editan Pribadi

Semakin sering masyarakat memanfaatkan semua produk tersebut, semakin baik pula perputaran uang di Indonesia. Itu mampu mengangkat perekonomian yang berimbas pada Stabililitas Sistem Keuangan. 

Mengapa? Sebab, alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berputar secara efektif dan efisien melalui elemen sistem keuangan seperti bank, IKNB, korporasi, pasar keuangan, infrastrutur keuangan dan rumah tangga.

Kesimpulannya, jika kita pernah berinteraksi dengan salah satu produk keuangan, berarti secara tak sadar kita telah berupaya membuat makroprudensial aman terjaga sehingga Stabilitas Sistem Keuangan bisa tercapai. Hebat bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun