Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membayar Jasa Tidak Bisa Hanya dengan "Harga Teman"

27 Juli 2020   16:14 Diperbarui: 30 Juli 2020   21:15 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Freepik/creativeart)

Sebuah notifikasi di grup Facebook tiba-tiba membuatku tercekat. Seorang desainer logo dan poster mem-posting kekesalannya pada seorang teman yang memberikan harga murah pada jasa desain yang ia buat. Kurang lebih seperti ini percakapan keduanya melalui media Whatsapp yang di-screenshoot,

Teman : Hai Bro, lama ya gak jumpa. Masih usaha desain?
Desainer : Iya Bro Alhamdulillah masih, gimana?
Teman : Ini Bro, aku rencana mau buka usaha rental, aku butuh dibuatin logo untuk daganganku sekalian sama banner-nya, bisa ya?
Desainer : Siap bro, kamu kirim bahan-bahannya aja biar aku sesuaikan logo dan bannernya dengan usaha yang kamu miliki.
Teman : Okay, Btw untuk desainnya harga teman kan?
Desainer : Maksudnya gimana Bro?
Teman : Kalau semuanya aku bayar Rp 150.000,- gimana?
Desainer : Maaf Bro, kalau begitu minta tolong yang lain aja. Karena aku biasanya minimal buat desain logo Rp 750.000 kalau paket lengkap bisa sampai Rp 2 juta. Riset dan buatnya itu lho yang lama.
Teman : Ya ampun mahal amat Bro, sama teman sendiri kok gitu.
Desainer : Maaf ya Bro, bukan apa-apa, tapi aku emang gak bisa. Aku lanjutin kerja dulu (chat pun berakhir).

Editing Pribadi (Sumber gambar : Medium)
Editing Pribadi (Sumber gambar : Medium)

Mungkin bukan hanya aku yang pernah menemukan screenshoot chat semacam itu melalui media sosial. Bisa jadi, malah kamu sendiri yang berada pada posisi desainer dan mengalami itu semua.

Pekerjaan sebagai desainer seringkali dianggap sepele karena terkesan "tak ngoyo" dalam bekerja. Lantas itu memunculkan keinginan untuk membayar murah dengan embel-embel "harga teman" atau harga diskonan.

Beberapa kali melihat kisah serupa di timeline media sosial, pasti muncul istilah harga teman dari pihak klien. Jujur, aku sebenarnya paham bahwa yang dimaksud harga teman bagi orang-orang tersebut berarti harga yang murah.

Meski demikian, kalau dilihat lebih dalam, istilah harga teman itu justru seharusnya mahal lho. Siapa juga yang mau menilai sebuah pertemanan dengan harga murah. Sepertinya, istilah harga teman sudah melenceng dari makna yang seharusnya.

Ibaratnya gini, ketika kamu memiliki teman-teman yang baik, itu bisa dikatakan sebuah proses yang lama dan mahal. Teman yang baik merupakan rezeki tiada tara dan tak semua orang mampu mendapatkannya.

Nah, dengan penjelasan seperti ini, seharusnya harga teman bukanlah sesuatu yang bisa dinilai murah tapi justru mahal. Sebab ada perjuangan tak ternilai yang kita rasakan untuk mendapatkan teman-teman yang baik.

Editing Pribadi
Editing Pribadi

Oke terlepas dari makna harga teman menurut versiku, kenyataannya masih ada lho orang menilai sebuah pekerjaan jasa sebagai sesuatu yang sepele.

Seperti contoh, desainer grafis tadi yang dimintai tolong membuat logo dan banner dengan harga murah. Padahal pekerjaan desain tidak sembarangan, seolah tinggal duduk manis depan laptop, utak-atik software lalu hasil jadi. Big no, kenyataannya gak semudah itu, Ferguso!

Dalam bekerja, desainer grafis harus melakukan beberapa tahap sampai desain yang klien inginkan jadi. Misalnya melalui proses riset (apakah ada logo yang sama, riset warna, gambar dll), proses pembuatan yang kadang bikin begadang semalaman, lalu editing sebelum ditunjukan ke klien.

Belum lagi kalau si klien protes dan pengen perubahan, pastinya desainer harus revisi beberapa bagian agar sesuai dengan yang klien inginkan. Dan semua itu gak murah serta mudah, Sayang! Itu memerlukan proses yang panjang.

Senada dengan contoh desainer grafis tadi, saat scroll-scroll timeline Twitter, aku menemukan sebuah postingan dari akun @plastikmicin mengenai permintaan jasa makeup dengan "harga teman". Jadi ceritanya si makeup artist ini di-WA oleh teman semasa SMA-nya.

Sumber: Akun @plastikmicin
Sumber: Akun @plastikmicin

Kesal gak pas baca sampai akhir? Jujur, ketika membaca screenshoot tersebut aku merasa dongkol. Udah minta harga murah, diakhir, si teman SMA ini nanya hal yang gak perlu lagi. Duhhh! Bayangkan kalau posisi makeup artist itu adalah si klien, pasti ya bakal ngerasa kesal juga.

Lagian arti makeup artist atau MUA sendiri bukan berarti si pe-makeup bertugas menata rias para selebritis seperti bagian akhir percakapan. makeup artist sendiri merujuk pada seniman yang mendalami dunia tata rias profesional untuk tujuan pernikahan, wisuda, atau acara formal lainnya.

Memang, salah satu pekerjaan makeup artist adalah merias selebitis yang hendak tampil. Tapi bukan berarti untuk menjadi makeup artist, minimal kudu ndandani selebritis.

Mengapa dinamai Makeup artist? Dari kata Art, si perias ini merupakan sosok yang memiliki jiwa seni, menjadikan wajah dan tubuh seseorang menjadi lebih cantik dan punya daya tarik.

Back to main problem.
Dari postingan twitter di atas, bagian menarik menurutku adalah komentar netizen yang membaca screenshoot chat. Sebagian besar netizen mendukung si pe-makeup agar tak menerima klien dengan karakter demikian. Mereka menyayangkan tindakan si klien yang meminta harga murah dari ketetapan yang diberikan.

Bicara mengenai pekerjaan jasa, orang-orang yang berkutat di dalamnya mungkin sudah katam dengan permintaan klien semacam itu. Bahkan, yang lebih mengerikan lagi ada orang berani meminta "GRATIS" untuk pekerjaan jasa yang diinginkan.

Ketika si klien ditanya alasan meminta gratis, pasti jawabannya klise "halah paling buat gitu doank". Hah, gitu doank? Lha kenapa gak buat sendiri aja gitu loh.

Saking dongkolnya orang-orang pada klien peminta gratisan atau harga teman, sering kita menyaksikan postingan menyindir berupa meme, tersebar melalui berbagai platform media sosial. Misal ada desain spanduk ganjil atau riasan yang aneh, kemudian muncul meme dengan caption "Ini pasti karena harga teman".

Apabila dilihat dari konteks sosial, pengalaman para pekerja jasa seperti itu memperlihatkan kepada kita semua bahwa tenaga, skill dan kreativitas belum mampu dihargai tinggi oleh sebagian orang.

Parahnya, justru orang terdekatlah yang melakukannya. Istilah harga teman tadi, pastilah muncul karena si klien mengenal si desainer atau pe-makeup. Jika tak kenal, mungkin istilahnya akan beda lagi.

Mengapa sih justru kalau mengenal seseorang yang memiliki skill atau kreativitas tertentu, orang cenderung meminta harga teman? Bukankah itu melukai hak pekerja jasa? Kan ada tuh orang yang akhirnya gak bisa nolak karena alasan gak enak. Ntar kalau ditolak jadi musuhan, dianggap pelit dan sebagainya.

Teman atau saudara yang baik seharusnya bukan yang bertindak demikian, tapi justru mendukung dengan harga sepantasnya. Apalagi jika usaha yang dibangun terbilang baru dan membutuhkan banyak support untuk mengembangkan. Rasanya tak pantas kalau sebagai klien atau konsumen, kita meminta harga di bawah standar.

Untuk urusan murah atau mahalnya, itu jelas disesuaikan dengan tingkat kerumitan, tenaga yang dikeluarkan dan waktu yang dihabiskan. Klien memang berhak melakukan negosiasi, tapi tak bisa dengan nilai yang rendah. Toh kalau si pengusaha jasa berkenan, ia akan memberikan penawaran spesial tanpa disuruh.


"Well, sebaiknya gimana nih kalau kita jadi klien dan menginginkan jasa tertentu?"

Baiklah, ini hal yang perlu kita lakukan supaya tak ada salah kaprah lagi terhadap istilah harga teman. Aku ambil contoh kita berniat menyewa jasa makeup untuk wisuda pada teman atau saudara nih. Soalnya mau gak mau, istilah harga teman muncul kalau kita meminta pada orang yang kita kenal.

Step pertama adalah riset harga secara umum. Misal, kita butuh paket komplit dari baju, kerudung, hiasan hingga makeup. Ternyata, di salon menghabiskan biaya sekitar Rp 500.000, maka kita tanya dulu teman kita meminta harga berapa.

Andai ia minta harga Rp 400.000 dan itu tak bisa kurang, tak ada salahnya kita terima. Toh harga di pasaran lebih tinggi kan?

Step kedua, lihat kerumitan makeup, kualitas kosmetik dan penataan pakaian yang dilakukan. Sewaktu aku wisuda dulu, makeup dan proses memakai kerudung merupakan step yang paling lama, membutuhkan waktu sekitar 3 jam karena perlu memoles beberapa bagian. Nah, kerumitan inilah yang patut kita hargai. Mereka yang bekerja untuk mendandani kita gak main-main lho.

Step ketiga, lihat tenaga yang dikeluarkan. Acara wisuda biasanya dilakukan pada pagi hari. Pengalamanku dulu, pukul 06.30 semua wisudawan/wisudawati sudah harus berkumpul untuk berbaris.

Dengan acara sepagi itu dan klien yang tak cuma satu, maka makeup pun perlu dilakukan lebih pagi lagi. Misal sekitar pukul 3 dini hari. Otomatis, pe-makeup juga akan bangun lebih awal sebelum pukul 3. Sebab, ia harus menyiapkan tenaga, peralatan, dan pikiran sebelum bekerja.

Baiklah, itulah step-step yang perlu dilakukan oleh kita saat menginginkan jasa tertentu dari orang lain. Melalui tulisan ini, aku memang mencontohkan jasa makeup wisuda. Tetapi sebenarnya, itu berlaku untuk semua jasa yang kita butuhkan.

Pekerjaan jasa bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu tenaga, usaha, kreativitas, dan waktu yang dikeluarkan sehingga mendapatkan hasil optimal. Oleh karena itu, tak pantas rasanya jika kita meminta harga murah meski kepada teman atau saudara sendiri.

Sejak dini, kita perlu menghargai jerih payah orang lain melalui nilai yang sesuai. Coba mulai mengganti istilah harga teman dengan harga yang pantas. Apalagi sampai meminta gratis sehingga merugikan orang lain.

Ayokklah, selagi kita masih memiliki kewarasan, tak ada salahnya mendukung usaha teman atau saudara sendiri. Anggap itu bentuk support kita untuk kebahagiaan orang lain. Once more, tak ada istilah harga teman kecuali bagi mereka yang memang tak menghargai sebuah pertemanan.

Well, kalau menurut kalian sebagai pembaca, gimana tanggapan jika dimintai jasa tertentu dengan "harga murah" padahal pekerjaan kalian rumit? Mari berdiskusi. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun