"Lho si Ringgo itu kan lebih ke komedi, kok bisa dipilih sebagai abah di keluarga Cemara?"Â
Pertanyaan semacam ini kerapkali Ringgo temukan. Lantas, menanggapi pertanyaan itu, Ringgo hanya menjawab sederhana.
"Saya kan seorang publik figur, maka saya harus profesional. Saya harus mampu memerankan karakter apapun"
Bagi Ringgo, profesionalitas itu nomor satu. Meskipun ia dikenal sebagai aktor untuk film komedi, namun ketika harus berperan serius, bijak dan kebapakan, mengapa tidak bisa?
Nah, tak hanya berbicara mengenai Ringgo saja. Zara sebagai pemeran Euis juga masih membuat sebagian orang bertanya mengenai kemampuan aktingnya. Bagaimana tidak, ia merupakan artis pendatang baru yang sebelumnya berkiprah di dunia musik. Lebih tepatnya, ia adalah member dari grup idol remaja, JKT 48. Apakah Zara atau Ringgo Agus pantas mendapat perannya di film Keluarga Cemara ini?
Sebuah Rasa Baru Keluarga di Era Milenial.
Plot cerita dari film Keluarga Cemara ini berbeda dengan serial Keluarga Cemara era 90-an. Di sini penyajian cerita lebih pada kehidupan sehari-hari keluarga milenial dengan berbagai masalah yang mendera. Kekuatan cerita bukan hanya berasal dari plot tapi juga dari akting natural tiap pemainnya. Apakah film ini membuat saya menangis? Ya, saya mengakui membutuhkan beberapa lembar tisu untuk mengusap mata saya yang basah.
Kembali ke keluarga. Rasanya kalimat itu pendek, namun bermakna lebih jika dikaitkan dengan film Keluarga Cemara yang di sutradarai oleh Yandi Laurens ini. Keluarga merupakan bagian dasar dari semuanya.Â
Sebuah kebahagiaan bermula dari keluarga yang harmonis dan saling mendukung. Dan disinilah Ringgo Agus Rahman berhasil meyakinkan penonton melalui aktingnya sebagai abah, ayah dari Euis dan Ara.
Abah adalah sosok lelaki jujur dan bersahaja. Siapapun yang menonton, pasti akan menyukai dan setuju dengan itu. Hanya saja, di dalam kehidupan, setiap orang tak lepas dari sesuatu bernama cobaan hidup. Bahkan seorang sejujur abah pun bisa mendapatkan permasalahan yang mengubah segalanya.