Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu tanggung jawab negara kepada masyarakat agar dapat terselenggara pembangunan kesehatan. Pemerintah berupaya untuk memenuhi alokasi anggaran kesehatan sebeser 5% dari belanja negara, sebagaimana yang telah tertulis dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan.Â
Pembiayaan tersebut utamanya ditujukan untuk palayanan prefentif dan promotif. Bagaimana sistem pembiayaan program kesehatan di indonesia dapat terlaksana?, Seperti pada artikel "ANALISIS PEMBIAYAAN KESEHATAN PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA TAHUN 2013 & 2014".
Artikel analisis pembiayaan kesehatan program upaya kesehatan masyarakat di indonesia tahun 2013 & 2014 membahas mengenai pembiayaan program UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) pada tahun 2013 dan 2014.Â
Pada artikel tersebut, penulis menyarankan adanya peningkatan alokasi anggaran program upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan prioritas masalah kesehatan di daerah baik anggaran yang bersumber dari pusat maupun daerah serta dilakukannya sosialisasi mengenai proporsi alokasi anggaran kesehatan di daerah (UU No. 39 tahun 2009).
Dari data yang ada, proporsi pembiayaan kesehatan di kota berdasarkan sumber anggaran didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah sebesar 57,1% pada tahun 2013 dan 56,32% pada tahun 2014. diikuti oleh dana alokasi umum pada urutan kedua sebesar 22,45% pada tahun 2013 dan 28,99% pada tahun 2014. dana dari BPJS sendiri pada tahun 2013 sebesar 0,26% dan 1,48% pada tahun 2014.Â
Sedangkan sumber anggaran tertinggi pada daerah kabupaten yaitu Dana Alokasi Umum sebesar 39,71% pada 2013 dan 39,04% pada 2014. disusul oleh Pendapatan Asli Daerah sebesar 17,91% tahun 2013 dan 20,36% tahun 2014. pada daerah kabupaten, BPJS menyumbang sebesar 0,19% pada tahun 2013 dan naik sebesar 8,69% pada 2014.
Berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN memberikan efek positif bagi pembiayaan kesehatan ditandai dengan semakin meningkatnya pembiayaan kesehatan pada pelayanan yang bersifat kuratif. sesuai dengan UU No.36 Tahun 2019 pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) mengenai prioritasa alokasi anggaran sebesar 2/3 digunakan untuk kepentingan pelayanan publik baik yang bersumber dari APBN atau APBD.Â
Dengan adanya dana yang memadai maka diharapkan pemerintah dapat merencanakan pembiayaan kesehatan sesuai dengan prioritas di masing-masing daerah.Â
Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan primer seperti perbaikan lingkungan, peningkatan status kesehatan, serta pencegahan penyakit dan kematian.Â
Kegiatan lain seperti surveilans, pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat juga dapat menjadi penunjang upaya kesehatan.
Masalah yang masih sering terjadi dalam kegiatan pembiayaan kesehatan di Indonesia yaitu belum optimalnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran.Â
Hal ini disebabkan karena kurangnya alokasi anggaran, pengalokasian anggaran berfokus pada investasi barang dan kegiatan yang tidak langsung, serta anggaran yang tidak sesuai dengan prioritas. Sehingga masih banyak daerah yang belum bisa mengalokasikan anggaran kesehatan dikarenakan adanya kendala dalam kapasitas keuangan daerah yang rendah.
Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas yaitu memperbaiki serta meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan termasuk pembiayaan PBI JKN. hal ini dilakukan untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang cukup dan berkelanjutan serta dengan alokasi yang adil.Â
Seperti komitmen Kemenkes untuk melakukan transformasi sistem kesehatan di Indonesia pada 6 pilar transformasi penopang sistem kesehatan Indonesia yaitu transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM Kesehatan, serta transformasi teknologi kesehatan. Di atur dalam APBN Kemenkes tahun 2023, anggaran yang dikelusrkan untuk transformasi pembiayaan kesehatan sebesar Rp46,6 triliun (54,5%).
Sistem kesehatan haruslah dirancang sedemikian rupa, sehingga bersifat terintegrasi antara sistem pelayanan dan sistem pembiayaan, mutu terjamin (quality assurance) dengan biaya terkendali (cost containment). Indonesia dengan kondisi yang sangat turbulensi dalam berbagai hal pada saat ini, serta dengan keterbatasan resources yang ada, maka sistem managed care merupakan pilihan yang tepat dalam mengatasi masalah pembiayaan kesehatan.Â
Managed care dianggap tepat untuk kondisi di Indonesia, kemungkinan karena sistem pembiayaan managed care dikelola secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan, dengan managed care berarti badan pengelola dana (perusahaan asuransi) tidak hanya berperan sebagai juru bayar, sebagaimana berlaku pada asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua hal penting, yaitu pengawasan mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya (cost containment). Dengan cara ini, maka pengelola dana (asuransi) ikut mengendalikan mutu pelayanan yang diberikan kepada pesertanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H