Mohon tunggu...
Mutiara Margaretha Yaletha
Mutiara Margaretha Yaletha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - makhluk hidup yang menempati sepetak tanah

be myself and here i am •.• kawasan bebas polusi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Anak Pejabat Bolehkah Seenaknya Membabat?

9 Maret 2023   23:32 Diperbarui: 9 Maret 2023   23:48 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisakah kita memperlakukan orang lain sesuka hati kita? seperti yang sedang viral kasus aniaya yang dilakukan anak pejabat bernama Mario kepada David, anak dari salah seorang pengurus Gerakan Pemuda (GP), badan otonom Nahdlatul Ulama yang bergerak dibidang kepemudaan.

(cerita murni karangan penulis)

David POV

Aku sedang berada di sekolah pada hari itu, setelah menyelesaikan ekstrakulikuler yang lumayan menguras tenaga akupun duduk bersantai bersama teman-temanku yang lain. Berbagai macam topik pembicaraan diantara kami terus mengalir sampai tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, aku memutuskan untuk kembali ke rumah setelah berpamitan dengan teman-teman yang sudah kuanggap teman sendiri.

Aku berjalan seorang diri menuju tempat biasa aku memarkirkan kendaraanku, tak lama setelah aku membayar uang parkir kepada petugas yang sedang berjaga handphoneku bergetar, sebuah panggilan dari nomor yang tak terdaftar dikontakku. Sebenarnya aku malas mengangkat panggilan yang tidak jelas seperti ini, biasanya ibuku yang rutin menelponku disaat aku pulang terlambat tanpa pemberitahuan sebelumnya. Di tengah kebingunganku, aku mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal itu.

"Halo?" Terdengar suara berat khas pria dewasa menyapa telingaku.
"Iya? Dengan siapa ini?" Kataku berusaha menebak siapa yang menelponku sekarang, takut yang bersangkutan salah sambung.
"Bisa ketemuan di Komplek Grand Permata? Sekarang." Begitulah jawaban yang terdengar.
"Hmm? Oke, tunggu saya di sana." Kira-kira siapa orang yang berani menyuruhku untuk menemuinya? Memang siapa yang membutuhkan siapa disini? Karena aku sudah terlalu malas mendebat, aku segera memacu motor ku menuju alamat yang diberikan.

Ketika aku sampai di tempat tujuan aku melihat beberapa orang pemuda yang kuperkirakan usianya 3 tahun lebih tua dariku sedang berjalan ke arahku. Seperti preman? Tidak, tapi aku langsung teringat dengan salah satu geng berandalan yang terdapat di novel yang akhir-akhir ini kubaca.

"Oyy, lo kenal Agnes?" Tanya seorang pemuda yang tanpa basa-basi langsung menyebut nama seorang gadis, Agnes. Gadis yang cukup populer di sekolahku, gadis dengan paras rupawan yang berhasil menghipnotis siapa saja yang melihatnya, termasuk aku. Akupun mengiyakan pertanyaannya karena memang kami lumayan dekat karena kebetulan mengikuti ekstrakurikuler yang sama.
"Berani-beraninya lo ganggu pacar gue!! LO GA TAU GUE SIAPA HAH??" Ujarnya yang meninggikan suaranya padaku.
"Bocah bau kencur kayak gini perlu dikasih paham kayaknya deh Mar." Ujar pemuda yang berdiri disamping pemuda yang kini sedang menatapku dengan tajam.

Baca juga: Katakan

Banyak pertanyaan terbesit dipikiranku, apa yang membuat ku dihadapkan dengan keadaan seperti ini? di mana letak kesalahan ku? salah kah aku mengenal sosok gadis bernama Agnes?
Sepertinya aku terlalu lama bergelut dengan pikiranku sampai-sampai tak sadar sebuah bogem mentah melayang di pipiku. Tak berhenti sampai disitu, pemuda yang dipanggil Mario itu meninju perutku sampai mulutku dipenuhi oleh sesuatu yang mendesak untuk dikeluarkan. Kini aku jatuh dengan posisi terkapar di tanah, tubuhku terasa remuk setelah menerima serangan dadakan dari Mario.

"Syah, rekamin dong biar nanti si Agnes tau. " Kata Mario sembari menyerahkan ponselnya kepada temannya yang sedang berdiri di sampingnya itu.

Aku sudah tidak kuat menahan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku, Mario menarik kerahku dan memposisikan ku seperti orang sedang bersujud, tentu dengan cara yang kasarkasar, entah apa motif dibalik kelakuannya itu. seperti orang kerasukan, ia memukul kepalaku dengan begitu keras sampai penglihatan ku kian mengabur, aku pun tak sadarkan diri dibuatnya.

~end~

Manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan sehingga satu sama lain tidak boleh ada yang merasa paling benar. Bagaimana tanggapanmu mengenai kasus yang sedang viral ini? bolehkah seseorang merasa lebih tinggi sehingga ia bisa memperlakukan orang lain seenak jidatnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun