Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Di tingkat pendidikan dasar, kemampuan literasi menjadi salah satu komponen kunci yang menentukan perkembangan intelektual dan karakter siswa. Literasi yang baik tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga keterampilan memahami informasi, berpikir kritis, serta berkomunikasi dengan efektif. Saat ini, literasi menjadi modal penting di tengah perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Kemampuan literasi yang kuat akan membantu generasi muda untuk siap menghadapi tantangan global di berbagai bidang kehidupan.
Namun, kondisi literasi di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil dan pedesaan, masih menunjukkan banyak keterbatasan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA), tingkat literasi siswa di Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya minat baca dan kemampuan literasi siswa, termasuk minimnya akses terhadap buku bacaan, fasilitas pendidikan yang kurang memadai, serta metode pembelajaran yang kurang interaktif.
Permasalahan literasi di Indonesia terus menjadi perbincangan serius, terutama di daerah-daerah pedesaan seperti Nagari Parambahan, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok. Meskipun akses pendidikan semakin terbuka, minat baca dan kemampuan literasi yang memadai masih menjadi tantangan, terutama pada siswa kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar. Di tengah kesulitan ini, program "Fun Literasi" yang mengedepankan permainan edukatif menjadi salah satu upaya kreatif dalam meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa. Namun, pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah sejauh mana metode ini bisa mengatasi tantangan literasi yang ada?
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan program "Fun Literasi", ditemukan bahwa sebagian besar siswa di SDN 05 Parambahan dan SDN 22 Parambahan masih memiliki keterampilan membaca yang kurang optimal. Di Nagari Parambahan, permasalahan literasi bukan sekadar soal kemampuan dasar membaca dan menulis, tetapi lebih kepada kurangnya minat baca dan pemahaman terhadap bacaan. Siswa mungkin bisa membaca kata-kata, tetapi sering kali mereka kesulitan memahami isi bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman sehari-hari. Selain itu, motivasi siswa untuk membaca di luar jam pelajaran juga masih rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya variasi buku bacaan yang menarik serta metode pengajaran literasi yang cenderung monoton dan tidak interaktif. Dan juga peran teknologi yang semakin dominan, seperti media sosial dan game online, membuat buku tidak lagi menarik bagi sebagian besar anak-anak.
Melihat kondisi ini, program "Fun Literasi" hadir sebagai respons terhadap tantangan tersebut guna meningkatkan kemampuan literasi siswa di sekolah dasar. "Fun Literasi" hadir dengan memperkenalkan permainan edukatif (puzzle kalimat) yang bertujuan membuat kegiatan literasi lebih menyenangkan. Program ini dirancang dengan pendekatan yang interaktif, sehingga siswa tidak hanya diajak untuk membaca, tetapi juga memahami, menganalisis, dan mengaplikasikan informasi yang mereka dapatkan dari bacaan yang terdapat dalam puzzle. Pendekatan yang digunakan dalam program ini berbeda dari metode konvensional yang sering kali hanya berfokus pada membaca dan menulis, tetapi lebih menekankan pada pembelajaran yang aktif, kolaboratif, dan partisipatif.
Permainan edukatif memungkinkan siswa belajar sambil bermain, menciptakan suasana yang tidak membosankan dan merangsang keterlibatan aktif siswa. Dalam permainan ini, siswa diajak untuk bekerja sama, berkompetisi, dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang disajikan melalui permainan literasi. Dalam penyusunan puzzle kalimat, dapat membantu siswa memperkaya kosakata, melatih logika berpikir, dan meningkatkan keterampilan menyusun kalimat yang koheren.
Permainan edukatif dalam program "Fun Literasi" memberikan angin segar dalam proses belajar mengajar, terutama di daerah seperti Parambahan yang menghadapi tantangan literasi. Anak-anak yang biasanya enggan membaca menjadi lebih antusias untuk terlibat dalam kegiatan literasi karena dikemas secara interaktif. Pendekatan ini juga mendukung pengembangan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama dan komunikasi, yang sering kali terabaikan dalam metode pembelajaran tradisional.
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan. Permainan edukatif ini hanya menjadi salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. Agar program ini berhasil secara berkelanjutan, harus ada sinergi antara permainan edukatif dengan metode pembelajaran formal di kelas. Jika tidak, ada risiko siswa menganggap permainan ini hanya sebagai hiburan semata tanpa benar-benar mengaplikasikan keterampilan yang mereka pelajari ke dalam konteks akademik yang lebih luas.
Meskipun program ini terlihat menjanjikan, ada beberapa kritik yang perlu dikemukakan. Pertama, seperti banyak program lainnya yang digerakkan oleh mahasiswa KKN, sustainabilitas menjadi tantangan. Jika program ini hanya bergantung pada mahasiswa KKN, maka ketika program selesai, tidak ada jaminan bahwa pendekatan ini akan diteruskan oleh guru atau pihak sekolah. Penting bagi guru lokal untuk dilibatkan sejak awal, sehingga mereka bisa meneruskan program ini sebagai bagian dari kegiatan belajar di kelas.
Kedua, permainan edukatif sendiri bukan solusi ajaib. Meskipun pendekatan ini dapat menumbuhkan minat dan keterlibatan siswa, ketersediaan bahan bacaan yang menarik tetap menjadi masalah. Sekolah-sekolah di Nagari Parambahan membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah daerah untuk menyediakan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. Tanpa bahan bacaan yang menarik, upaya meningkatkan literasi melalui permainan akan sia-sia karena siswa tidak punya cukup bahan untuk melanjutkan kebiasaan membaca di luar kegiatan permainan.