Mohon tunggu...
Mutiara Biyantoro
Mutiara Biyantoro Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surga [Masih] di Bawah Telapak Kaki Ibu?

30 April 2013   06:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:23 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski aku hampir tidak pernah "mengenal" siapa orang tuaku, aku selalu bersyukur terlahir sebagai manusia yang terlihat nyaris sempurna. Parasku cantik mewarisi rupa ibuku, dalam sekolah aku selalu menjadi bintang kelas meski sekolahku hanya di daerah. Secara materi akupun termasuk tercukupi, apa yang aku mau dan kuperlukan selalu kudapatkan.Namun soal kasih sayang seorang ayah dan ibu kandung aku tak pernah merasakan. Ya..secara materi aku sangat kecukupan karena aku menjadi ahli waris tunggal kekayaan dari kakek dan nenek dari pihak ibu.
Semenjak kecil tepatnya semenjak aku bayi, aku hidup bersama kakek dan nenekku, sementara ibuku tinggal di ibu kota. Ayahku?, aku tidak tahu!. Bagiku kekek dan nenek adalah ayah ibuku. Dari kakek neneklah aku mendapatkan kasih sayang dan segalanya. Saat aku mendesak kakek dan nenekku untuk menceritakan mengapa mereka yang membesarkanku, bukan kedua orang tuaku akhurnya mereka dengan berat hati menceritakannya.

Konon keberadaanku memang tidak diharapkan oleh ibuku. Aku lahir tanpa di ketahui siapa ayah biologisku. Ibuku dulu seorang model cantik yang kehidupannya sudah jauh melenceng dari norma agama dan budaya yang di ajarkan orang tuanya. Setelah aku lahir ibuku meninggalkanku di rumah kakek nenekku. Dan ibuku jarang sekali pulang menengokku. Masih lekat dalam ingatan bocahku, ibuku memarahiku habis-habisan saat pulang ke rumah kepeluk dan kupanggil ibu. Ya...aku tidak boleh memanggilnya dengan sebutan ibu.

Namun kini setelah aku dewasa tiba-tiba ibuku pulang dan mengakui aku adalah anaknya. Meski usia ibu sudah berkepala empat, harus kuakui rupa dan body ibu masih mengagumkan, ibu masih cantik, penanmpilan ibu masih seperti dulu. Kali ini ibu datang dengan seorang pria muda dan cukup tampan. usianya kutaksir tidak jauh beda denganku. Yang mengejutkan ibu ingin aku menikah dengan pria itu.

Setelah sekian lama, aku ingin di akui sebagai anak oleh ibuku akhirnya itu kudapatkan juga. Namun yang menyedihkan aku di akui anak dengan keharusan menukarnya dengan kepatuhan permintaan ibu untuk menikah dengan pria yang di bawanya. Duh Gusti!
Satu kebahagiaan kudapat, namun satu kebebasan terenggut.

Duh Gusti Yang Kinasih...haruskah aku menuruti permintaan ibuku?. Salahkah jika aku bertanya apa hak ibuku merampas sesuatu yang menjadi hakku?. Sedangkan dia hampir tak pernah memberi yang menjadi hakku sebagai anak. Menurut nenekku, saat aku masih di kandungannya aku nyaris di bunuhnya, hingga aku di paksa lahir sebelum masanya, setelah aku keluar dari rahimnya setetes asi nya yang menjadi hakku pun tak pernah dia berikan, hingga untuk menyebutnya ibu pun tak ia berikan.
Saat kumenolak permintaanya dengan sengit dia mengatakan aku anak durhaka, dia bilang aku harus menuruti permintaanya. Dengan nada sok tahu dia selalu bilang bahwa surgaku ada di bawah telapak kakinya! Dia begitu murka saat aku menolak pria pilihannya untuk menjadi pendampingku. Dengan berat hati akhirnya akupun menerima perjodohan itu. Berharap aku akan terus mendapat kelembutan sayang ibu yang aku impikan selama ini.

Awal pernikahanku dengan pria pilihannya, sikap ibu memang begitu baik dan sangat perhatian. Namun sepertinya memang sikap ibu yang demikian hanya untuk mengelabuiku. Nyatanya ibu lebih membuat aku lebih memilih untuk tidak lagi menyebutnya sebagai ibu. Pilihan berat itu kuambil setelah aku mengetahui maksud ibu menjodohkan dengan pria pilihannya.

Gusti....salahkah jika aku kini membenci wanita yang telah mengandungku selama enam bulan?
Saat aku harus patuh dengan keinginannya dia selalu menjadikan senjata bahwa surgaMu di bawah telapak kakinya.Masihkah surgaMu di bawah telapak kaki seorang ibu sepertinya? Ibu yang hampir membunuhku saat aku dalam rahimnya karena kecerobihannya melakukan maksiat dengan pria yang tidak bertanggungjawab. Dengan berbagai alasannya setelah aku keluar dari rahimnya, aku setetes pun tak pernah merasakan manis asi dan kasih sayangnya. Dia tak pernah memberi aku tahu bagaimana mendapatkan surgaMu. Bahkan suamiku yang menantunya sendiripun dia ambil, lalu benarkah surgaku masih ada di bawah telapak kakinya?

===================================================================

Surga tentu di bawah telapak kaki ibu, ibu yang ikhlas mengandung, melahirkan, membesarkan dengan baik memberi makanan dan kebutuhan anak dari hasil jalan yang halal dan baik, memberi tauladan yang baik, membekali anaknya dengan ilmu yang baik untuk di manfaatkan sang anak kelak untuk menjalani kehidupan yang baik, sehingga anak menjadi manusia yang baik dan mampu meraih surgaNYA, apa lagi yha...?:) :)

[*]

Salam
Mutiara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun