Mohon tunggu...
Film Pilihan

Mengupas Film Dokumenter, "Samin vs Semen", di Manakah Peran Pemerintah?

5 Desember 2018   07:58 Diperbarui: 6 Desember 2018   15:51 2041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film documenter Samin vs Semen ini sempat menjadi perbincangan hangat beberapa waktu yang lalu. Film ini merupakan karya Dandhy Laksono. Dalam film berdurasi kurang lebih 40 menit ini diceritakan perjuangan para warga pengikut ajaran Samin melawan pabrik semen terkemuka di Indonesia, yaitu Semen Gresik dan Indocement Group.

Film ini mengambil latar belakang 3 daerah yang ada di Jawa Tengah, serta kabupaten Tuban di Jawa Timur. Sepanjang film documenter ini, tak ada satupun warga pro semen yang mau diwawancarai. Dalam film ini juga ada beberapa orang dari ibu kota yang datang karena tertarik untuk membantu permasalahan yang dihadapi oleh warga Samin.

Di awal film diceritakan pada 16 Juni 2014, PT. Semen Indonesia sedang melakukan peletakan batu pertama, namun disini terlihat para masyarakat atau warga Rembang sedang berdemo. Warga juga mendirikan tenda di tapak pabrik untuk menunjukkan aksi penolakan terhadap pembangunan tersebut. Perdebatan dan pemberontakan ini terjadi cukup lama. Perdebatan terjadi antara warga tani yang kontra Semen dengan beberapa aparat dan juga pejabat desa yang pro Semen.

Diceritakan awal mula terjadinya permasalahan ini dimulai pada tahun 2009. Pada saat itu PT Semen Gresik Indonesia mencoba membangun pabrik di PAti, Jawa Tengah. Para warga Samin pun geram dan menolak adanya pembangunan karena takut kehilangan mata pencaharian utama warga Samin yaitu bertani. 

Namun untungnya pada saat itu perkara ini dimenangkan oleh warga Samin, dan kemudian Semen Gresik mundur. Setelah kemenangan warga Sukolilo di PTUN melawan PT Semen Gresik, kini giliran warga Tambakromo dan Kayen yang menghadapi ekspansi dari perusahaan Indocement. Aksi ini diprakarsai penikut Sedulur Sikep (Samin) yang telah memiliki sejarah panjang melawan kolonialisme belanda di tanah Jawa sejak 1890.

Joko Prianto seorang petani asal Rembang, bertutur dalam video tersebut bahwa awalnya gerakan perlawanan hanya dicetus oleh 6 warga saja pada tahun 2011. Anggota perlawanan bertambah pada tahun 2012, setelah laporan dampak lingkungan perusahaan tersebut keluar.

"Luar biasa intimidasi terhadap kami. Ada yang diculik, dibawakan parang malam-malam. Banyak hinaan, ejekan, sampai kami dibilang komunis, seperti itu", katanya.

Ia tak gentar, karena ia yakin, Jawa Tengah, Rembang khususnya tak seharusnya menjadi lumbun semen, tetapi lumbung pangan.

Alih-alih tergiur dengan uang yang dijjanjikan perusahaan, sebgian warga iningi mempertahankan tanah miliknya. Namun ada juga beberapa warga yang mulai beralih profesi, dari petani menjadi tukang angkut. Sejak lahan di desanya terjual sekitar 30 persen dari total luas tanah pertanian . warga beramai-ramai membeli truk untuk angkutan, "sudah beralih profesi (meninggalkan pertanian)." Katanya.

Lalu pada bagian scene yang menunjukkan perkampungan Samin, diceritakan bahwa beberapa desa yang ada di Pati akan terkena dampak adanya pembangunan pabrik semen ini. Kira-kira 180 hektar lahan dari 560 orang, warga desa yang lahannya kan diambil alih.

Disini diceritakan ada sesosok pengikut Samin bernama Gunarti yang menjadi salah satu pemrakarsa yang membela warga Samin. Gunarti menuturkan bahwa ia tak menyekolahkan anak-anak nya secara normal. Ia dan masyarakat Samin berkata bahwa tujuan dari belajar atau sekolah itu bukanlah untuk mengejar pangkat dan jabatan, tapi cukup untuk memperbaiki tindakan dan ucapan. "nenek moyang dulu berkata pendidikan tidak perlu pandai, yang penting mengerti", katanya.

Gunarti mengambil peran cukup besar dalam permasalahan yang dihadapi Sedulur Sikep ini. Pada masa Semen Gresik menyerang pada tahun 2009 (7-16 mei), Gunarti bercerita bahwa di Sukolilo ini ada 7 desa yang nantinya akan terkena dampak dari pembangunan pabrik semen. Gunarti pun mendatangi satu per satu desa yang ada. 

Di sana Gunarti mencoba meminta saudara-saudara nya untuk tetap mempertahankan lahannya dan jangan menjual lahan itu kepada pihak semen. Gunarti juga mengatakan bahwa sejak jaman nenek moyang kita semua ini butuh nya tanah, air, dan pangan, bukan semen. "Daripada krisis pangan, mending krisis semen", begitulah ucapan Gunarti yang menurut saya sangat menarik.

Salah satu hal yang cukup menarik disini juga yaitu betapa keras perjuangan para wanita Samin untuk sekedar bertahan hidup. Para wanita-wanita Samin disini terlihat sangat berjuang keras untuk mempertahankan wilayah atau lahan pertanian yang sudah diwariskan oleh pendahulu-pendahulu nya agar tidak diberika kepada pihak Semen. "Tanah pertanian itu tidak boleh dijual, tanah pertanain ini adalah warisan yang nantinya juga akan diberikan kepada anak cucu nanti", tutur seorang wanita pengikut ajaran Samin itu.

Selain Gunarti, ada juga satu sosok lain pengikut ajaran Samin yang juga mencoba melwan adanya pembangunan pabrik semen. Namun, sepertinya sempat ada sedikit konflik dan kesalahpahaman antara Gunretno dengan warga Samin lainnya. Warga Samin mengatakan bahwa Sedulur Sikep ini tidak pernah meminta-minta, Sedulur Sikep ini juga bukan orang yang mau mempermasalahkan permasalahan pribadinya dengan campur tangan orang lain. Jadi warga Samin memberi klarifikasi bahwa yang meminta adanya bantuan berupa film documenter bukan sepenuhnya dari pihak warga Samin, melainkan permintaan pribadi dari Gunretno tanpa adanya persetujuan dari seluruh warga Samin.

Namun menurut saya di sini Gunretno memiliki andil banyak juga terhadap pemberonmtakan warga Samin. Gunretno mencoba mewawancarai beberapa warga Tuban, Jawa Timur setelah 20 tahun berdirinya pabrik Semen Gresik disana. Beberapa warga yang diwawancarai oleh Gunretno ini adalah warga-warga yang dulu sempat memiliki lahan pertanian namun kini sudah tak ada karna sudah diambil alih pihak semen. Setelah ditelusuri ternyata dulu ada unsur paksaan dari pihak semen untuk meminta warga Tuban disana menjualkan lahan kepada mereka. "Kalau nggak dijual, mau lewat mana nanti ke sawahnya", ucap salah seorang warga.

Disini ternyata warga Tuban juga merasakan dampak berkepanjangan dari didirikannya pabrik semen. Pada musim kemarau, desa yang ada di sekitarnya terkena imbas debu dari pabrik. Debu ini sangat menghambat dan meresahkan para warga meskipun sudah ada filter tanaman. "tapi apadaya, orang kecil seperti kami di Desa Koro tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menerima, mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur", ucap salah seorang warga. Kini yang terjadi pun banyak warga yang bingung harus bekerja apa. 

Dulu warga merasa gelap mata saat ditawari uang yang cukup banyak dan langsung mau menjualkan lahan mereka, namun nyatanya sekarang uang sudah habis dan malah kekurangan. Dulu para warga juga sempat diberi janji janji oleh pihak semen bahwa yang lahannya dibeli nanti akan diberi pekerjaan, tapi kenyataannya tidak begitu.

Lalu pada scene terkahir, diperlihatkan para petani Gunem di Rembang yang berbondong-bondong menuju lahan mereka bersama warga Pati juga. Mereka mnunggu putusan PTUN melawan PT Semen Indonesia.

Film documenter ini menurut saya disajikan dengan sangat baik. Dengan dukungan backsound film dan scene-scene ang tepat menambah nilai untuk film ini.

Bukan hanya warga Rembang yang diteror, tapi pembuat video juga menerima banyak terror. Video yang digarap oleh Dandhy bersama rekannya Suparta Arz, fotografer dan videographer dari Aceh tersebut diproses selama 1 bulan. Dalam perjalanannya, keduanya sempat dilarang masuk areal pabrik dan juga taidak diberi akses ke lokasi.

Meskipun banyak kontroversi mengenai film documenter ini, menurut saya film ini memiliki pesan moral yang sangat bagus. Film ini juga dapat menyinggung pemerintah untuk lebih memperhatikan masyarakat kecil yang selama ini butuh perhatian lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun