Mohon tunggu...
Film Pilihan

Mengupas Film Dokumenter, "Samin vs Semen", di Manakah Peran Pemerintah?

5 Desember 2018   07:58 Diperbarui: 6 Desember 2018   15:51 2041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Gunarti mengambil peran cukup besar dalam permasalahan yang dihadapi Sedulur Sikep ini. Pada masa Semen Gresik menyerang pada tahun 2009 (7-16 mei), Gunarti bercerita bahwa di Sukolilo ini ada 7 desa yang nantinya akan terkena dampak dari pembangunan pabrik semen. Gunarti pun mendatangi satu per satu desa yang ada. 

Di sana Gunarti mencoba meminta saudara-saudara nya untuk tetap mempertahankan lahannya dan jangan menjual lahan itu kepada pihak semen. Gunarti juga mengatakan bahwa sejak jaman nenek moyang kita semua ini butuh nya tanah, air, dan pangan, bukan semen. "Daripada krisis pangan, mending krisis semen", begitulah ucapan Gunarti yang menurut saya sangat menarik.

Salah satu hal yang cukup menarik disini juga yaitu betapa keras perjuangan para wanita Samin untuk sekedar bertahan hidup. Para wanita-wanita Samin disini terlihat sangat berjuang keras untuk mempertahankan wilayah atau lahan pertanian yang sudah diwariskan oleh pendahulu-pendahulu nya agar tidak diberika kepada pihak Semen. "Tanah pertanian itu tidak boleh dijual, tanah pertanain ini adalah warisan yang nantinya juga akan diberikan kepada anak cucu nanti", tutur seorang wanita pengikut ajaran Samin itu.

Selain Gunarti, ada juga satu sosok lain pengikut ajaran Samin yang juga mencoba melwan adanya pembangunan pabrik semen. Namun, sepertinya sempat ada sedikit konflik dan kesalahpahaman antara Gunretno dengan warga Samin lainnya. Warga Samin mengatakan bahwa Sedulur Sikep ini tidak pernah meminta-minta, Sedulur Sikep ini juga bukan orang yang mau mempermasalahkan permasalahan pribadinya dengan campur tangan orang lain. Jadi warga Samin memberi klarifikasi bahwa yang meminta adanya bantuan berupa film documenter bukan sepenuhnya dari pihak warga Samin, melainkan permintaan pribadi dari Gunretno tanpa adanya persetujuan dari seluruh warga Samin.

Namun menurut saya di sini Gunretno memiliki andil banyak juga terhadap pemberonmtakan warga Samin. Gunretno mencoba mewawancarai beberapa warga Tuban, Jawa Timur setelah 20 tahun berdirinya pabrik Semen Gresik disana. Beberapa warga yang diwawancarai oleh Gunretno ini adalah warga-warga yang dulu sempat memiliki lahan pertanian namun kini sudah tak ada karna sudah diambil alih pihak semen. Setelah ditelusuri ternyata dulu ada unsur paksaan dari pihak semen untuk meminta warga Tuban disana menjualkan lahan kepada mereka. "Kalau nggak dijual, mau lewat mana nanti ke sawahnya", ucap salah seorang warga.

Disini ternyata warga Tuban juga merasakan dampak berkepanjangan dari didirikannya pabrik semen. Pada musim kemarau, desa yang ada di sekitarnya terkena imbas debu dari pabrik. Debu ini sangat menghambat dan meresahkan para warga meskipun sudah ada filter tanaman. "tapi apadaya, orang kecil seperti kami di Desa Koro tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menerima, mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur", ucap salah seorang warga. Kini yang terjadi pun banyak warga yang bingung harus bekerja apa. 

Dulu warga merasa gelap mata saat ditawari uang yang cukup banyak dan langsung mau menjualkan lahan mereka, namun nyatanya sekarang uang sudah habis dan malah kekurangan. Dulu para warga juga sempat diberi janji janji oleh pihak semen bahwa yang lahannya dibeli nanti akan diberi pekerjaan, tapi kenyataannya tidak begitu.

Lalu pada scene terkahir, diperlihatkan para petani Gunem di Rembang yang berbondong-bondong menuju lahan mereka bersama warga Pati juga. Mereka mnunggu putusan PTUN melawan PT Semen Indonesia.

Film documenter ini menurut saya disajikan dengan sangat baik. Dengan dukungan backsound film dan scene-scene ang tepat menambah nilai untuk film ini.

Bukan hanya warga Rembang yang diteror, tapi pembuat video juga menerima banyak terror. Video yang digarap oleh Dandhy bersama rekannya Suparta Arz, fotografer dan videographer dari Aceh tersebut diproses selama 1 bulan. Dalam perjalanannya, keduanya sempat dilarang masuk areal pabrik dan juga taidak diberi akses ke lokasi.

Meskipun banyak kontroversi mengenai film documenter ini, menurut saya film ini memiliki pesan moral yang sangat bagus. Film ini juga dapat menyinggung pemerintah untuk lebih memperhatikan masyarakat kecil yang selama ini butuh perhatian lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun