Mohon tunggu...
Mutia Rachma
Mutia Rachma Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Wanderer, cooking and sport enthusiast. https://www.tumblr.com/blog/duniamute

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Ditolak Dukun Bertindak

8 Februari 2016   12:12 Diperbarui: 8 Februari 2016   13:01 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari ada seorang pria pendiam bernama Beni. Tubuhnya cenderung tinggi dan proposional, wajahnya pun tidak jelek-jelek amat. Namun dia memiliki masalah dalam mengungkapkan cinta hingga 25 tahun usianya tinggal di bumi fana ini ia tak kunjung punya pacar. Hingga suatu hari ia jatuh cinta pada gadis rambut pendek yang ia temui di gedung tempatnya bekerja. 

Hampir tiap hari mereka bertemu dalam elevator, kantin, lobby gedung bahkan parkiran motor. Seringkali Beni sengaja memarkirkan motornya dekat dengan motor si perempuan atau menghafal jam datang dan pulang pujaan hatinya, meskipun begitu ia tak pernah punya keberanian entah untuk sekedar menyapa dan memandang mata bulat cantiknya.

Beni hanya dapat mengungkapkan rasa sukanya melalui sajak pendek dalam blog pribadi. Semua-sajak-sajak khusus diuat untuk gadis rambut pendeknya bernama Olin. Pada hari ke 400, Beni akhirnya memeranikan diri untuk mendatangi Olin, menatap matanya, berdiri berhadapan meski gemetar dan menyerahkan sebuah surat cinta pada Olin. Olin menerima surat itu dengan wajah merah merona. 

***

Satu, dua, tiga tak terasa sudah hampir seminggu setelah Beni menyerahkan surat cinta pada Olin, Olin tak kunjung memberi jawaban apapun pada Beni. Bahkan saat mereka bertemu nyaris setiap hari Olin selalu pura-pura tak melihat Beni atau secara nyata menghindari Beni. Lalu hari itu datang, saat hanya Beni dan Olin berada dalam satu elevator. Mereka sama-sama menuju lantai 31. Saat pintu lift terbuka di lantai 3 dan taka da siapapun yang masuk atau keluar, Olin membuka suara:

“Terima kasih suratnya. Tapi aku tidak suka kamu….”, Kata Olin datar dalam satu tarikan napas, “Beni.” Setelahnya Olin seakan menghilang. Beni tak pernah lagi bertemu dengannya. Pupus sudah harapan Beni memiliki Olin, Rindu yang menggunung dan penantian panjang tersapu ombak penolakan.

Hatinya hancur. Rasa sukanya berubah jadi rasa kesal, benci dan muak pada Olin. Apa…apa salahnya hingga Olin menolaknya begitu saja. Tak tahukan Olin, aku ini tampan dan mapan pikir Beni kesal. Aku bisa membahagiakannya sepanjang waktu. Kekesalannya menjadi-jadi, sajak-sajak cinta dalam blog pribadinya berubah jadi sajak sumpah serapah.

Suatu hari yang panas, ia melihat Olin tertawa-tawa dengan seorang pria. Tampak begitu akrab dan mesra, Beni begitu cemburu dibuatnya hingga terbersit di kepalanya sesuatu paling gila. Betulan gila.

***

Untuk mewujudkan hal gila itu, ia harus membukukan sajak-sajak cinta dan benci untuk Olin dari blog pribadinya. Mengambil cuti beberapa hari dan bepergian jauh ke utara.

Di Utara ia menemukan bukit Argur yang berbatu, namun setengah bagian atasnya hijau lebat penuh pepohonan pinus yang rimbun. Persis di puncak bukit terdapat gubuk reyot yang tampak mudah tumbang dalam sekali tiupan angin. Gubuk itu adalah tujuan Beni sejak awal.

Dengan tas ransel di punggungnya dan buku kumpulan sajak cinta dan bencinya untuk Olin ia mendaki bukit tersebut. Bertemulah ia dengan seorang nenek tua yang rambutnya disanggul, memakai baju kutu baru kumal dan kain.

Tanpa basa-basi Beni menyerahkan buku kumpulan sajak cinta dan benci buatannya untuk Olin. Sang nenek dibantu Beni merobek-robek isi buku tersebut. Merobek semua sajak cinta dan benci Beni pada Olin. Dimasukkannya buku yang kini telah menjadi sobekan-sobekan kertas dalam kuali besar yang sudah berisi air mendidih. Bersama sang nenek dirapalkannya mantra-mantra paling sakti:

Ompalaki Ompalaki

Jadikan Olin Sulit Dapat Lelak

Ompalani Ompalani

Biarkan Olin Kemali Pada Beni

Setahun kemudian. Olin dalam perjalanannya di Kyoto sedang menggendong seorang bayi. Wajah bayi laki-lakinya seperti fotokopi wajah Beni. Beni membawa botol air putih yang dibelinya untuk sang istri, tersenyum pada Olin sambil membukakan botol minum dan membantu istrinya minum. Kemudian Beni memandang bayi dalam gendongan Olin dan bermain-main dengan tangannya. Sang bayi tertawa bahagia. “Perjalanan pertamamu ke Jepang ya Nak..” Katanya pada anak laki-lakinya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun