Sementara itu, Pilpres merupakan wujud partisipasi politik dan kedaulatan rakyat yang menjadi inti demokrasi. Dalam konteks ini, Valentine dan Pilpres sejatinya bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi.
Contohnya, para kandidat capres bisa menggunakan momen Valentine untuk mengkampanyekan visi dan misinya tanpa menabrak etika dan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula, masyarakat bisa merayakan Valentine sambil tetap menyadari hak dan tanggung jawab politiknya sebagai warga negara.
Oleh karena itu, tidak perlu ada dikotomi atau pembagian antara Valentine dan Pilpres. Kita bisa menjembatani keduanya dengan mengedepankan nilai-nilai universal kemanusiaan dan semangat demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh sebab itu marilah kita renungkan makna Valentine di tengah euforia politik ini. Jangan sampai kepentingan pragmatis merusak hubungan-hubungan berharga dalam hidup kita. Ingatlah selalu bahwa cinta jauh lebih tinggi nilainya dari sekedar menang pilpres.
Dengan mengedepankan kasih sayang dan saling pengertian, kita bisa melewati momen politik ini dengan hubungan yang makin erat. Sebaliknya, dengan saling menghakimi dan membenci, yang rusak justru hubungan antar sesama kita.
Pada akhirnya, baik Valentine ataupun Pilpres sama-sama momen penting. Bedanya hanyalah cara kita menyikapi dan mengekspresikannya. Mari rayakan keduanya dengan penuh kearifan demi keutuhan tali persaudaraan bangsa ini.
Dengan demikian, semangat cinta kasih dan demokrasi dapat berjalan beriringan dalam harmoni kehidupan bermasyarakat. Inilah tantangan sekaligus harapan kita menyongsong momen Valentine dan Pilpres 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H