Adalah Peter Szilagyi (Hongaria), Dani Iswardana (Indonesia), dan Vivien Sarkany (Hongaria). Ketiga seniman tersebut merupakan orang-orang hebat yang berada dibalik terciptanya pameran "di Balik Setiap Pintu, Wayang Beber dan Sensory Ethnography". Peter dan Vivien merupakan orang-orang yang meneliti tentang sensory ethnography, sedangkan Dani Iswardana lah yang menuangkannya dalam media wayang beber.
Banyak hal yang melatarbelakangi terselenggaranya pameran ini, salah satunya adalah karena pertemanan ketiganya yang sudah terjalin cukup lama. Dengan dibekali oleh latarbelakang yang berbeda, mereka mampu menciptakan sebuah karya yang tidak hanya dapat dinikmati oleh diri sendiri, namun juga dapat dinikmati oleh masyarakat.
"Sasaran yang kami tuju dengan adanya pameran ini adalah seluruh masyarakat. Wayang itu penuh dengan ajaran nilai-nilai budi pekerti dan juga pesan-pesan moral, jadi sasarannya adalah seluruh masyarakat yang termasuk di dalamnya adalah generasi muda," jelas Dani Iswardana saat ditemui di halaman depan gedung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki.
Media wayang pun menjadi pilihan karena Dani Iswardana telah memfokuskan minatnya pada wayang, khusunya wayang beber, sejak berada dibangku kuliah. Wayang beber merupakan mata kuliah wajib yang harus ia ambil.
Meski sudah berteman sejak lama, Dani dan juga rekan-rekannya yang berasal dari Hongaria tetap memiliki kesulitan dan kendala yang tak bisa dihindarkan dalam membuat karya. Salah satunya adalah faktor bahasa yang membuat komunikasi mereka menjadi terhambat.
"Namun karena perbedaan itulah yang membuat kami justru harus saling memahami dan bukannya malah menjadi konflik yang harus dipertentangkan. Namun, mencari jalan keluar dan menumbuhkan rasa pengertian dan saling menghormati," jelas pria 45 tahun ini.
Menurut Dani, diskusi dan komunikasi merupakan kunci ketika perbedaan tidak menemukan titik temu. Kedua hal tersebut dibutuhkan dalam suatu pekerjaan. Setiap masalah memerlukan waktu untuk diselesaikan.
"Saya ingin nilai-nilai dari wayang ini tertranmisi pada generasi muda. Karena pencarian tentang identitas kebangsaan lewat kebudayaan sangat penting pada serbuan arus global yang membuat kita harusnya semakin ingin memperkuat jati diri, namun, arus ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dibendung, hal tersebut merupakan suatu keterbukaan dan tak dapat kita hindari. Globalisasi juga merupakan salah satu alasan mengapa kita harus mempertahankan kesenian yang sejatinya adalah milik kita agar tidak di klaim oleh bangsa lain" pungkas pria yang mengambil jurusan seni rupa ini.
Menambahkan sedikit, Dani Iswardana menyebutkan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya akan hadir kesenian-kesenian dalam bentuk virtual atau animasi, yang akan ikut menghiasi kesenian di Indonesia. Meski demikian, ia menyarankan kepada generasi penerus bangsa agar membangkitkan rasa sadar diri akan ajaran leluhur yang dituangkan dalam kesenian tradisional, kitab, ataupun candi-candi.Â
Sebagai generasi muda yang berpikir kritis, kita harus bisa menyaring budaya-budaya luar yang masuk ke Indonesia, karena tak semua budaya luar adalah hal yang positif. Selain itu, kita harus mendukung karya para seniman-seniman, baik dalam bidang seni tradisional maupun modern. Karena dengan mendukung, kita juga ikut melestarikan kebudayaan kita sendiri.Â