Mohon tunggu...
Mutiara Amanda
Mutiara Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Anthropology Student at Universitas Airlangga

I'm an Undergraduate Anthropology Student at Universitas Airlangga. Based in Jakarta, and currently living in Surabaya. Interested on anything that revolves around Culture, History, Books, and many other things. Feel free to connect on my personal social media below!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid-19 dan Perilaku Konsumtif Masyarakat Indonesia di Masa Pandemi

15 Juni 2022   02:50 Diperbarui: 15 Juni 2022   02:59 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Desember 2019, seluruh dunia digemparkan dengan kemunculan sebuah virus baru yang memiliki tingkat penyebaran yang sangat cepat dan tidak terkendali di kota Wuhan, China. Banyak masyarakat yang mulai terjangkit virus ini tanpa disertai gejala, sehingga tanpa sadar mereka akan turut pula menyebarkannya secara luas dengan melakukan kontak secara langsung. 

Virus ini disebut Covid-19, yang memiliki kepanjangan Corona Virus Disease 2019. Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, 

yang merupakan salah satu jenis dari coronavirus. Hingga saat ini, Covid-19 telah bermutasi hingga beberapa kali dan melahirkan varian baru dengan ciri-ciri dan gejala yang berbeda dikarenakan respons virus terhadap perubahan lingkungan, contohnya varian Delta, Omicron, dan yang baru ditemukan akhir-akhir ini adalah varian B.2.

Kemunculan Covid-19 tidak hanya membuat keresahan di bidang medis, namun juga sosial, budaya, dan ekonomi. Saking pesatnya penyebaran dan jumlah korban virus ini, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (disingkat WHO) pada 11 Maret 2020 

menyatakan bahwa Covid-19 adalah virus yang menyebabkan terjadinya sebuah pandemic global. Akibatnya, negara seperti China, United States, Australia, bahkan Indonesia dan beberapa negara lainnya harus melakukan lockdown pada jalur darat, udara, dan laut. 

Dampak dari lockdown akibat pandemi Covid-19 ini menjalar ke berbagai sektor kehidupan yang hampir semuanya saling berkaitan, contohnya pusat-pusat ritel dan tempat sosial di ruang publik dibatasi dan ditutup sementara, kegiatan masyarakat di ruang publik dihentikan, bahkan kegiatan belajar-mengajar terpaksa harus dilakukan dengan metode live online meeting atau daring guna mengurangi risiko penularan.

Di Indonesia sendiri, pemerintah memberlakukan beberapa protokol kesehatan yang wajib dipatuhi seluruh masyarakat dalam mengupayakan penekanan jumlah kasus Covid-19 yang kian melonjak setiap harinya. Diantaranya ada aturan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak minimal 1 meter. Hingga pada awal tahun 2021, 

pemerintah mewajibkan kegiatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (disingkat PPKM) untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia. Sebelum pelaksanaan PPKM, pemerintah telah melaksanakan terlebih dahulu 

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung di sejumlah wilayah di Indonesia. Sejak Januari 2021, PPKM telah mengalami beberapa kali tahapan, yakni PPKM (I dan II), PPKM Mikro (I-XIII), PPKM Darurat, serta PPKM level 1-4.

PPKM ini membuat sebagian masyarakat melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan di publik menjadi di dalam rumah. Mulai dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Work From Home (WFH), hingga ke pedagang yang mulai menjajakan bisnisnya secara online agar dapat terus melanjutkan usahanya. Alhasil, masyarakat dari segala jenis kalangan dan 

berbagai rentang usia cenderung menghabiskan waktunya dengan menggunakan gadgetnya dan berselancar di dunia maya. Setiap tahunnya, teknologi berkembang pesat dengan menawarkan fitur-fitur baru yang berguna untuk memudahkan pekerjaan manusia. 

Aktivitas yang biasanya dilakukan di publik dapat dengan mudah dilakukan melalui gadget, salah satunya adalah kegiatan perbelanjaan. E-commerce merupakan sebuah layanan platform yang membiarkan penggunanya untuk berbelanja secara online, 

maksudnya adalah penggunanya dapat membeli sesuatu melalui sebuah aplikasi penyedia layanan jasa perbelanjaan melalui gadget yang akan dikirim ke rumah pembeli. Beberapa aplikasi e-commerce yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan masih banyak lainnya.

Kemudahan ini sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena mereka dapat membeli sesuatu yang mereka butuhkan hanya dengan tetap di dalam rumah tanpa harus pergi ke pusat perbelanjaan. Hal ini tentunya sangat berguna di masa PPKM yang mengharuskan masyarakat untuk tetap di dalam rumah. 

E-commerce yang menawarkan produk kebutuhan pokok, makanan, obat-obatan hingga menjual produk fashion, elektronik, dan lain-lain berlomba-lomba menawarkan berbagai kemudahan dan promosi menarik pada konsumen, seperti diskon, cashback, dan bonus pembelian. 

Namun dibalik kenikmatan belanja online dengan segala tawaran menarik tersebut, justru timbul perilaku yang secara tidak sadar semakin berkembang dan membuat masyarakat menjadi "gelap mata".

Perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Konsumtif merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perilaku masyarakat yang belanja secara berlebihan, membeli barang-barang tidak berguna dan bukan merupakan kebutuhan pokok. 

Hal ini didorong oleh beberapa faktor, yakni FOMO (Fear of Missing Out), memenuhi gaya hidup materialistis, serta kecemburuan karena melihat orang lain memiliki sesuatu yang tidak kita miliki. Perilaku ini memiliki dampak buruk yang akan mempengaruhi mental seseorang jika tidak segera dikontrol, contohnya adalah timbulnya sifat hedonisme.

Di masa PPKM ini, perilaku konsumtif masyarakat semakin diperparah dengan adanya berbagai trend yang dilakukan oleh anak-anak muda di salah satu platform media sosial. Tren-tren ini seolah mengglorifikasi perilaku konsumtif dan dengan embel-embel "racun" atau "spill". Misalnya, di tahun 2020 tiba-tiba muncul tren pakaian perempuan dengan warna lilac yang viral melalui aplikasi Tiktok. 

Seolah tidak ingin ketinggalan, puluhan ribu perempuan lainnya turut serta membeli barang-barang dengan tema lilac untuk tetap relevan dengan tren tersebut. 

Alhasil, banyak yang membeli pakaian dengan jenis yang sama karena ikut serta membeli di e-commerce yang sama. Ini merupakan situasi yang miris dan perlu dikhawatirkan, karena hal ini masih terjadi hingga sekarang dan kemungkinan masih akan terus berlanjut selama masih ada tren dan platform yang membuat perilaku konsumtif ini terus meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun