PendahuluanÂ
Masyarakat dunia saat ini telah memasuki era peradaban digital dan  bertransformasi menuju kehidupan digital society. Pola sosial borderless society semakin menguat karena batasan jarak, tempat dan waktu seolah menjadi hilang karena jejaring digital yang mampu mengoneksikan berbagai sisi kehidupan. Perubahan di era digital selain membawa dampak positif, juga mengandung sejumlah tantangan. Kemajuan teknologi informasi mempermudah transmisi berbagai informasi keberbagai penjuru dunia, sehingga dunia saat ini mengalami tsunami informasi yang mengalir bagai air bah. Hal tersebut selain memperkaya pengetahuan dan wacana, juga membawa residu informasi, salah satunya adalah merebaknya hoaks atau informasi palsu. Narasi hoaks tersebut terkadang nyaris tidak dapat dibedakan dengan informasi yang valid, sehingga dapat mempengaruhi wacana masyarakat dalam skala besar, suatu fenomena yang disebut sebagai era pasca kebenaran (post truth). Â
Fenomena maraknya persebaran hoaks melalui media sosial di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan jumlah konten hoaks yang terdeteksi hingga 11.642 konten dari Agustus 2018 hingga Mei 2023, dimana konten hoaks terbanyak adalah informasi di bidang kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik[1]. Survei IPSOS & UNESCO menunjukkan bahwa media sosial menjadi sumber informasi hoaks tersebar di masyarakat yaitu sebesar 68%, dan Whatsapp/telegram sebesar 38%[2].Â
Fakta di atas menunjukkan bahwa terjadi kelemahan dalam tingkat keamanan platform digital media sosial yang sangat membahayakan masyarakat non-kritis. Masyarakat non-kritis cenderung mudah menerima dan menyebarkan informasi yang mereka terima tanpa menerapkan pola pikir kritis atau rasional. Kesulitan menyaring antara informasi fakta dan palsu khususnya terjadi di ruang media sosial seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, TikTok, Twitter, dan YouTube. Tanpa menganalisis sumber informasi, masyarakat akan langsung mempercayainya dan berlanjut menyebarkan hoaks tersebut di media sosialnya. Oleh karena itu, jika faktor internal dari dalam diri sulit untuk dikendalikan, solusi eksternal untuk memitigasi penyebaran hoaks di media sosial menjadi penting.
Upaya filterasi di media sosial menjadi sangat penting karena media sosial merupakan arena paling utama untuk tumbuh suburnya hoaks. Hal ini didukung oleh fakta bahwa teknologi informasi yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah media sosial. Data We Are Social menunjukkan mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah pengakses media sosial, dengan urutan pertama adalah platform WhatsApp sebesar 92,1%, kemudian Instagram sebesar 86,5%, lalu Facebook sebesar 83,8%, dan yang keempat adalah TikTok sebesar 70,8%[3]. Oleh karena itu, kesempatan penyebaran hoaks akan terbuka lebar di platform media sosial, terutama keempat besar tadi.
Mengkonversi Teknologi SSL sebagai Sistem Penangkal Hoaks Media SosialÂ
Untuk mengatasi problem merebaknya hoaks di media sosial tersebut, diperlukan langkah mitigasi yang inovatif. Salah satu potensi yang dapat dipikirkan untuk melakukan mitigasi adalah dengan menerapkan teknologi SSL (Secure Sockets Layer) Â sebagai security dalam platform digital media sosial. Solusi ini diharapkan dapat mendeteksi dan menyaring informasi hoaks yang beredar. SSL adalah teknologi protokol keamanan untuk mengautentifikasi suatu laman internet, serta menjadi perantara keamanan ketika web server berhubungan dengan web browser (https://sslindonesia.com)[4]. Â SSL sangat efektif untuk meningkatkan keamanan website, mencegah serangan physing, dan sebagai sarana autentifikasi informasi agar terhindar dari serangan hacker.
Melihat efektifvitas SSL sebagai filter keamanan di platform website, maka sangat mungkin jika teknologi tersebut dikembangkan lebih lanjut dan diinovasikan ke platform media sosial. SSL Indonesia adalah penyedia sertifikat SSL terbesar di Indonesia yang dapat mengambil peran tersebut. SSL dapat menjadi salah satu upaya untuk menyaring potensi disinformasi yang menyebar di media sosial. Untuk kepentingan tersebut, SSL dapat diinovasikan pada setidaknya dua aspek, yaitu sebagai sistem filtering validitas akun media sosial dan sebagai filtering konten media sosial.
1) Teknologi SSL sebagai instrumen filtering validitas akun media sosial
SSL dapat didesain sebagai protokol awal ketika suatu akun media sosial didaftarkan pertama kali sehingga kepemilikan akun dapat dilacak dengan jelas. Hal tersebut bertujuan untuk menyaring akun yang tidak jelas afiliasi kepemilikannya mempersempit pergerakan akun boot, buzzer dan akun anonim yang menjadi sumber utama persebaran hoaks. Data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat menjadi acuan verifikasi validitas identitas. Mengintegrasikan proses pendaftaran akun media sosial dengan data NIK sebagai single id akan membuat keberadaan akun di media sosial memiliki basis ownership yang jelas.
2) Teknologi SLL sebagai instrumen filtering konten media sosial
Selain untuk validitas akun, SSL dapat diinovasikan untuk memilah dan memverifikasi konten berisi informasi yang valid atau hoaks, sehingga SSL berfungsi untuk mengontrol ruang media sosial agar bersih dari informasi hoaks dan disinformasi. Terdapat dua cara yaitu preventif atau pencegahan dan cara koersif atau paksaan. Secara preventif, cara yang dapat dilakukan adalah membuat digital catalogue yang menampung berbagai keyword yang memiliki intensi hoaks. Â Katalog tersebut akan menjadi mesin penyaring untuk memverifikasi kata atau kalimat sebelum diposting di media sosial. Jika mengandung kalimat berpotensi hoaks, maka posting otomatis terblokir atau setidaknya memerlukan konfirmasi sebelum terpublikasi. Dengan cara ini, pengguna dapat memastikan informasi yang mereka share adalah informasi yang bersih dan sehat.
Sedangkan secara koersif, SSL dapat digunakan sebagai mesin patroli digital untuk mendeteksi konten yang melanggar ketentuan. Teknologi ini memungkinkan untuk menghapus secara otomatis konten yang melanggar ketentuan tersebut. Metode ini dapat diintegrasikan dengan kebijakan community guidelines di masing-masing platform media sosial karena  saat ini safety guidelines di media sosial belum banyak mengatur secara teknis tentang penanganan penyebaran informasi hoaks. Dengan pemanfaatan SSL sebagai teknologi filtering konten, maka potensi informasi hoaks yang beredar dapat dimitigasi secara lebih baik.
Penutup
Persebaran informasi hoaks yang masif merupakan problem sosial pada era digital society. Sertifikat SSL yang dipercaya sebagai jaminan internet security dalam mengamankan platform website perlu berinovasi merambah sistem keamanaan di media sosial untuk mengatasi problem tersebut. Teknologi SSL dapat menjadi instrumen untuk memitigasi persebaran hoaks baik dalam aspek kontroling validitas akun media sosial maupun menjamin validitas konten media sosial. Inovasi tersebut akan menjadikan SSL Indonesia memiliki peran sosial besar untuk membantu menciptakan ruang digital yang bersih dan sehat.Â
Referensi
1) Kemenkominfo.2023. Sampai Mei 2023, Kominfo Identifikasi 11.642 Konten Hoaks. Siaran Pers Kemenkominfo No.123/HM/KOMINFO/06/2023. https://www.kominfo.go.id/content/detail/49914/siaran-pers-no123hmkominfo062023-tentang-sampai-mei-2023-kominfo-identifikasi-11642-konten-hoaks/0/siaran_pers
2) IPSOS & UNESCO. 2023.Survey on the impact of online disinformation and hate speech. September 2023. Â https://www.ipsos.com/en-us/elections-social-media-battle-against-disinformation-and-trust-issues
3) We Are Social & Meltwater. 2023. "Digital 2023 Indonesia". Page 56. Â Retrieved from https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia
4) SSL Indonesia. 2023. Cara Kerja dan Penerapan SSL pada Website. Diakses dari https://sslindonesia.com/cara-kerja-dan-penerapan-ssl/
Catatan:Â
Artikel ini ditulis dalam rangka kompetisi menulis artikel SSL Indonesia tahun 2024.
https://www.sslindonesia.com adalah penyedia sertifikat SSL terbesar di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H