Ketika terpilih, mereka akan lebih independen dan tidak terpengaruh dengan intervensi partai politik. Anggota DPR yang terpilih dari jalur perseorangan akan lepas dari beban balas budi terhadap partai politik manapun, karena  keterikatannya hanyalah pada rakyat yang memilihnya. Oleh sebab itu mereka akan mampu menyuarakan aspirasi sesuai dengan kehendak rakyat pemilihnya.
2. Meminimalisir Praktik Mahar Politik
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa praktik mahar politik diperlukan ketika seseorang berniat masuk dalam daftar calon anggota DPR partai politik, entah atas nama sumbangan partai, iuran dan sebagainya (Aminuddin & Attamimi, 2019; Bima, 2017). Calon legislatif terkadang harus membayar kontribusi pada partai politik untuk dapat memilih nomor urut pencalonan, semakin kecil nomor urut semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Keberadaan calon perseorangan merupakan salah satu solusi untuk menghilangkan praktik mahar politik tersebut karena calon dari jalur independen tidak terikat dari pihak manapun untuk mencalonkan dirinya.
3. Relasi Anggota DPR dengan Rakyat Pemilih Lebih Dekat
Selama ini anggota DPR terikat dengan relasi segitiga antara Anggota DPR-Partai Politik-Rakyat Pemilih. Relasi tersebut menyebabkan anggota DPR harus mengakomodasi kepentingan keduanya, bahkan terkadang kepentingan partai lebih dominan dibandingkan kepentingan rakyat. Oleh sebab itu keberadaan anggota DPR dari jalur perseorangan akan mampu mendekatkan relasi anggota legislatif dengan rakyat pemilih secara lebih langsung, fokus dan lebih dekat karena tidak terpengaruh campur tangan elit partai politik.
4. Menciptakan Kesetaraan Akses bagi Aktivis / Tokoh Non-parpol untuk Mencalonkan Diri
Keberadaan anggota DPR perseorangan merupakan perwujudan dari prinsip kesetaraan hak dan kewajiban bagi semua warga negara khususnya terkait hak untuk dipilih dan dicalonkan dalam pemilihan. Selama ini, hak warga negara untuk dipilih sebagai anggota DPR dibatasi oleh aturan harus melewati partai politik. Padahal di masyarakat kita, banyak tokoh masyarakat maupun aktivis sosial dan demokrasi yang memiliki kompetensi akan tetapi terhalang untuk mencalonkan diri karena tidak tergabung di partai politik. Melalui jalur perseorangan, para tokoh ini akan dapat muncul menjadi wakil rakyat yang benar -- benar dekat dan dikehendaki oleh masyarakatnya.Â
5. Memperkuat Pola Rekrutmen Anggota Legislatif secara Bottom-Up
Selama ini banyak terjadi para calon legislatif memperoleh nomor di surat suara karena kedekatan dengan elit partai, bahkan juga faktor kekerabatan. Hal tersebut tentu menyalahi prinsip merit-system dimana kapabilitas dan kompetensi seharusnya lebih diutamakan daripada kedekatan pribadi. Melalui mekanisme calon perseorangan maka pola rekrutmen top-down dari pimpinan partai politik dapat berubah dengan pola bottom-up yang tumbuh dari bawah. Â Dengan cara ini, calon legislatif non-parpol dapat lahir dari tengah-tengah masyarakat dan didukung oleh masyarakat secara riil, bukan sekedar calon yang ditentukan oleh elit partai. Â
6. Meminimalisir Kaum Oportunis yang Menggunakan Partai sebagai Kendaraaan Politik Pribadi
Fenomena politisi kutu loncat yang berpindah dari satu parpol ke parpol lain sering kita jumpai. Munculnya politisi oportunis tersebut dikarenakan peran elit partai yang dominan dalam menentukan calon legislatif sehingga membuat orang yang merasa tidak terakomodasi di partainya akan mencari peluang berpindah di partai lain yang lebih memberi keuntungan. Hal tersebut tentu tidak sehat karena motivasi seseorang menjadi anggota DPR tidak lagi untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, tapi lebih dominan karena kepentingan pribadi yang pragmatis. Dengan adanya kesempatan perseorangan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, maka keberadaan politisi kutu loncat dapat diminimalisir.