Mohon tunggu...
Najwa Mutiara Aila
Najwa Mutiara Aila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Young Writer

Seorang mahasiswa yang ingin terus menulis, membaca dan belajar untuk lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Digitalisasi Politik: Menjadi Partai Modern yang Ramah Generasi Digital Native

13 Januari 2024   12:28 Diperbarui: 13 Januari 2024   12:31 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar 

Dunia politik menjadi salah satu dunia yang kurang diminati oleh generasi muda (Pruitt, 2017). Generasi muda lebih tertarik pada aktivitas terkait dengan eksistensi diri sebagai anak muda, kesenangan pribadi serta menampilkan jati diri sebagai generasi yang ekspresif dan independen. Dunia musik, hobi, pengembangan minat bakat maupun aktivitas rekreatif menjadi dunia yang lebih banyak mewarnai kehidupan kaum muda dibandingkan dengan dunia politik praktis. Generasi muda cenderung menganggap politik sebagai hal yang sensitif dan enggan menjadikan sebagai bahan percakapan. Lemahnya minat generasi muda pada politik diperkuat kenyataan bahwa politik praktis lebih didominasi oleh kaum tua. Generasi muda merasa para politisi sering menutup telinga untuk mendengar suara rakyat, termasuk suara kaum muda. Bahkan muncul stigma bahwa kepartaian politik  adalah dunia old fashion yang kurang mencerminkan realitas kehidupan anak muda sehingga semakin menjauhkan generasi muda dengan kehidupan politik praktis. Begitu pula pendidikan politik di sekolah ataupun dari orang tua di rumah masih belum disampaikan dengan jelas atau justru memberikan informasi yang salah mengenai dunia politik, padahal pendidikan politik bagi anak muda sangat  diperlukan (Sarosa&Kustiani, 2019; Haqqi&Dipokusumo, 2020).

Fenomena diatas merupakan tantangan besar bagi partai politik karena dari masa ke masa, peranan generasi muda sebagai pemilik suara dalam politik elektoral semakin besar. Mengacu penelitian Wahyuti (2019), dalam Pemilu 2019 keberadaan pemilih pemula menunjukkan jumlah besar hingga lebih dari lima juta orang. Mereka merupakan bagian dari generasi Z atau generasi yang lahir dalam rentang tahun 1994 hingga 2012 (Wahyuti, 2019). Generasi Z sering juga disebut sebagai generasi digital native, yaitu generasi yang lahir, tumbuh, dan berkembang di dunia digital dengan ketersediaan teknologi internet yang canggih. Generasi digital native sudah terbiasa menjalani hidup di tengah arus digital yang kian canggih. Mereka cenderung sangat bergantung pada teknologi, atau dapat dikatakan tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi.

Di Indonesia, jumlah generasi digital native yang memiliki hak suara dalam pemilu 2019 mencapai 80 juta orang dari 193 juta pemilih atau hampir 40% dan dipastikan akan meningkat pada pemilu 2024 (Setwan DPRD Kota Yogyakarta, 2022). Realitas bahwa generasi digital native telah memasuki panggung demokrasi elektoral sebagai pemilih pemula dalam pemilihan umum di banyak negara dan keberadaannya tidak bisa diremehkan sebagai salah satu penentu suara (Ohme, 2019). Oleh sebab itu keberadaan generasi Z menjadi salah satu kelompok penting dalam demokrasi elektoral pada masa kini, dimana jumlah yang cukup besar merupakan pangsa pasar yang potensial bagi partai politik yang berkompetisi dalam pemilu.

Ironi antara besarnya potensi suara generasi digital native dengan rendahnya minat mereka terhadap kehidupan politik tentu menjadi tantangan besar bagi partai politik di Indonesia. Partai politik harus memiliki upaya membangkitkan minat dan motivasi generasi muda untuk berkecimpung dalam dunia politik sehingga potensi besar dari generasi muda digital native membawa manfaat besar dalam perubahan politik di Indonesia.

Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan sumbang saran bagi partai politik agar dapat bertransformasi menjadi partai modern dan lebih mendekat dengan kehidupan generasi muda khususnya di era digital saat ini, sehingga pada akhirnya generasi muda memiliki minat yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, khususnya politik kepartaian.

Kaum Digital Native sebagai Bagian dari Generasi Muda 

Dalam pasal 1 UU No. 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan, dijelaskan pemuda sebagai "warga negara Indonesia yang berusia 16 hingga 30 tahun" (Rustandi&Suryadi, 2022). Anak-anak muda diharapkan dapat menjadi penyongsong kemajuan dan kesejahteraan negeri. Oleh karena itu, generasi muda perlu masuk ke ranah politik agar dapat memberikan sudut pandang baru yang bisa dijadikan prioritas dalam rencana pemajuan negara. Sejatinya, para pemuda lebih paham mengenai kondisi-kondisi terbaru yang terjadi di zaman mereka ini. Mereka dapat menjadi inspirasi untuk tumbuh kembang politik yang akan berpengaruh besar terhadap kesejahteraan bangsa.

Anak muda saat ini tidak asing dengan penggunaaan media sosial, bahkan sudah menjadi separuh bagian kehidupan mereka sehari-hari. Gadget menjadi perangkat yang tidak pernah lepas dari kehidupan anak muda. Melalui gadget atau smartphone, banyak kemudahan mencari informasi maupun sebagai media hiburan. Gadget memiliki akses internet yang digunakan para penggunanya untuk melakukan aktivitas digital, seperti mengakses media sosial yang marak digandrungi. Sebagai anak muda yang memiliki pengetahuan terhadap teknologi internet, mereka banyak yang melibatkan internet sebagai bentuk aktivitas sosial baik belajar, berbelanja di online shop, menjadi freelancer, ataupun WFH (Work From Home). Hal tersebut menggambarkan bagaimana generasi muda saat ini diselimuti oleh kehidupan digital dalam semua aspek kehidupannya. Era generasi digital native tentu harus disikapi dengan bijak dan cerdas oleh partai politik untuk dapat merangkul mereka.

Digitalisasi Partai Politik: Mewujudkan Transformasi Partai Modern yang Ramah Generasi Digital 

Melihat dominannya teknologi digital di kalangan generasi muda, partai politik perlu beradaptasi dengan perubahan jaman tersebut. Partai politik harus mampu mendigitalisasi dirinya jika tidak ingin ditinggalkan generasi digital. Melalui pemanfaatan teknologi internet dan media sosial sebagai perantara dalam menjalankan aktivitas politik, partai politik mendapatkan banyak keuntungan karena anak muda lebih tepat didekati dengan cara sesuai dunia mereka. Partai politik dapat memanfaatkan peluang ini dengan melakukan transformasi menjadi partai politik yang modern dan ramah digital. Upaya transformasi tersebut mencakup dua bagian besar yaitu transformasi digital dalam aspek manajemen organisasi dan transformasi dalam aksi partai.

  • Digitalisasi dalam Manajemen Organisasi Partai 

Partai politik perlu menerapkan prinsip pengelolaan organisasi berbasis digital dengan pemanfaatan internet dan teknologi informasi. Manajemen organisasi berbasis digital akan membuat partai menjadi lebih modern dan mendorong generasi muda untuk lebih tertarik berpartisipasi dalam partai politik. Beberapa langkah dalam digitalisasi manajemen partai antara lain:

  • Digital Open Recruitment

Rekrutmen melalui jalur digital diperlukan untuk memberi jalan bagi anak muda agar lebih mudah bergabung menjadi bagian partai. Partai politik dapat melakukannya secara online yang mudah diakses oleh masyarakat di media sosial, khususnya generasi muda, baik melalui tiktok, instagram, whatsapp, line dan sejeninya. Mudahnya pengaksesan dapat menjadi modal awal mengajak para pemuda berpartisipasi dalam politik. Dengan metode ini, masyarakat tidak perlu repot untuk mendaftarkan dirinya dan terjun ke dalam suatu lembaga politik, terlebih pada anak-anak muda.

  • Digitalisasi Organisasi Sayap Pemuda

Hampir semua partai politik memiliki sayap kepemudaan sebagai wadah bagi anak muda berkecimpung di dunia kepartaian. Sayap pemuda merupakan sub-organisasi yang target utamanya ialah anak-anak muda. Pada faktanya, selama ini organisasi sayap pemuda partai politik belum banyak dikenal publik khususnya generasi muda, sehingga perlu didorong untuk lebih bermain di arena digital dan media sosial agar lebih dikenal dan lebih dekat dengan generasi muda. Organisasi ini juga harus dapat menjadi organizer yang mengelola berbagai aktivitas kepemudaan secara lebih membumi dan memasyarakat. Cara ini akan menjadi wadah awal dalam penanaman literasi politik dan promosi partai kepada generasi muda.

  • Pembentukan Divisi Media Digital

Dalam suatu organisasi, dibutuhkan berbagai fokus divisi dalam pembagian tugas pokok dan fungsi organisasi. Di era digital saat ini, organisasi partai politik perlu memiliki konsep pengelolaan berbasis internet, sehingga diperlukan satu divis khusus di struktur organisasi partai yang berfokus pada divisi media digital. Divisi media digital dapat menghimpun para content writer, graphic designer, social media manager, atau content creator untuk turut mengelola organisasi partai secara digital karena saat ini dunia sosial tidak hanya berada di ruang fisik, tapi juga ruang virtual, sehingga partai perlu hadir di dua dunia tersebut secara konsisten.

  • Digitalisasi dalam Aksi dan Gerakan Partai

Aksi dan gerakan partai politik saat ini juga tidak boleh meremehkan kekuatan media sosial dan digital terutama untuk merangkul generasi muda. Partai politik perlu mengembangkan aktivitas dan aksi secara digital untuk memperbesar peluang keikutsertaan generasi native digital. Beberapa bentuk digitalisasi dalam aksi partai antara lain :

  • Membangun Branding digital sebagai Partai Kekinian

Branding atau citra diri menjadi faktor penting untuk dapat dikenali dan diingat. Partai politik perlu mencitrakan dirinya sebagai partai yang kekinian, tidak lagi old fashion, sehingga anak muda akan lebih tertarik mengenali partai politik.  Partai politik dapat melakukan branding di media sosial, membangun komunitas-komunitas  anak muda berbasis interest khusus seperti hobi, bakat, minat dan sejenisnya.

  • Sosialisasi Partai di media sosial

Kehadiran partai di media sosial menjadi sangat penting jika ingin merangkul anak muda. Akun media sosial seperti instagram dan tiktok harus aktif secara masif untuk menyosialisasikan keberadaan partai. Partai politik juga dapat melakukan sosialisasi dengan menjadi penyelenggara event anak muda, misal konser musik atau lomba anak muda. Selain itu, partai politik dapat mengadakan pelatihan leadership untuk komunitas anak muda, seperti karang taruna atau organisasi komunitas pemuda lainnya. Dari hal tersebut, para pemuda bisa mendapatkan pembekalan literasi dasar berpolitik, seperti kepemimpinan, kerjasama dalam tim, dan nilai-nilai dasar kepemimpinan lainnya.

  • Penyelenggaraan event kompetisi berbasis digital

Salah satu cara generasi muda mengekspresikan eksistensi dirinya adalah dengan mengikuti berbagai kompetisi yang menunjukkan skill dan kemampuan mereka dalam bidang yang mereka sukai. Oleh sebab itu, partai juga perlu menggarap hal tersebut dengan menyelenggarakan secara rutin berbagai kompetisi anak muda berbasis digital. Contoh event kompetisi yang diminati kaum muda adalah E-sport, lomba content creator, lomba video, lomba karya tulis online, dan berbagai minat teknologi lainnya. Melalui event semacam ini, partai politik akan dapat lebih dikenal oleh generasi muda secara alami dan pada akhirnya akan meningkatkan interest mereka pada keberadaan partai politik.

  • Pelibatan Influencer Anak Muda

Keberadaan influencer memiliki pengaruh besar bagi generasi muda. Influencer sering menjadi trend setter dan acuan perilaku dan tindakan anak muda terutama terkait gaya hidup sebagai generasi muda. Sebagai upaya pendekatan diri ke generasi muda, partai politik dapat mengajak idola-idola anak muda dan trend setter untuk ikut menyemarakkan aksi-aksi politik. Pada dasarnya, anak muda lebih mudah didekati melalui teman sebaya atau seusia dibandingkan dengan generasi tua. Oleh karena itu partai politik harus merangkul tokoh-tokoh muda berpengaruh yang dapat menjadi duta partai untuk menyapa generasi muda.


Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan anak muda generasi digital native dalam dunia politik sangat dibutuhkan. Besarnya jumlah populasi generasi digital native yang terus meningkat tentu dapat menjadi peluang bagi partai untuk meraih dukungan politik yang kuat. Sebaliknya, jika keberadaan generasi digital native diabaikan oleh partai politik, maka ancaman golput akan menghantui setiap penyelenggaraan demokrasi elektoral. Ancaman golput ini sangat nyata, karena generasi muda cenderung bersikap apatis terhadap dunia politik, sehingga disinilah partai politik memiliki tantangan besar untuk melakukan transformasi politik terhadap anak muda. Adanya permasalahan kurangnya minat para pemuda pada ranah politik, mengharuskan partai politik mampu memodernisasi dirinya agar lebih menarik hati generasi muda untuk berpartisipasi dalam politik.

Untuk mentransformasi partai politik agar menjadi partai yang modern dan ramah dengan generasi muda digital native,  perlu dilakukan digitalisasi partai politik, khususnya dalam aspek manajemen organisasi maupun dalam aksi dan gerakan politiknya. Keberadaan anak muda di partai politik akan membawa gagasan baru yang dapat berkontribusi terhadap kehidupan berbaangsa dan bernegara. Dengan semakin banyaknya anak muda tertarik dengan dunia politik, maka dengan sendirinya citra dunia politik yang kejam dan kotor secara perlahan akan dapat dikurangi. Pemuda-pemudi bangsa harus terlibat dan berpartisipasi dalam kesuksesan pemilu 2024 karena  nasib negara di masa depan ada pada tangan anak muda. Transformasi partai politik yang ramah digital ini diharapkan akan menjadi salah satu bentuk peran serta dan kontribusi besar partai politik dalam mendinamisasi peran pemuda dalam politik berbangsa dan bernegara menuju Indonesia yang maju dan bermartabat.

 

Referensi

Haqqi, Halifa & Dipokusumo, GPH. 2020. Pendidikan Politik Dalam Rangka Penguatan Partisipasi Politik Pemuda. Adi Widya: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(1a), pp.40-50. https://doi.org/10.33061/awpm.v4i1a.3862

Ohme, Jakob. 2019. "When digital natives enter the electorate: Political social media use among first-time voters and its effects on campaign participation". Journal of Information Technology & Politics, Vol. 16, Issue 2 , page 119-136. DOI:10.1080/19331681.2019.1613279

Pruitt, Lesley. 2017. Youth, politics, and participation in a changing world.  Journal of Sociology Volume 53, Issue 2. DOI: 10.1177/1440783317705733

Rustandi, AM & Suryadi, Karim. 2022. Peranan Pemuda Dalam Mewujudkan Partisipasi Politik Yang Inklusif. Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol. 7, No. 6. 4. https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/view/7922/4834

Sarosa, AP. & Kustiani, R. 2019. Apa Saja Alasan Anak Muda Tidak Suka Politik. https://gaya.tempo.co/read/1168508/apa-saja-alasan-anak-muda-tidak-suka-politik . Diakses tanggal 24 Januari 2019.

Setwan DPRD Kota Yogyakarta. 2022. Pemilih Pemula Dalam Pemilu. https://setwan.jogjakota.go.id/detail/index/21959   

Wahyuti, T. 2019. Urgensi Literasi Media Digital Bagi Pemilih Pemula Dalam Menghadapi Pemilu 2019. Konvergensi: jurnal ilmiah ilmu komunikasi, 1(1), pp.39-50. https://journal.paramadina.ac.id/index.php/IK/article/view/253

Catatan 

Tulisan ini saya buat untuk mengikuti kompetisi essai nasional "Golkar Institue Essay Competition" pada tahun 2022, dan berhasil mendapatkan Juara 3 tingkatt Nasional. 

Dokumentasi lomba bisa disaksikan di : https://www.youtube.com/watch?v=Tq59ZyL8t5A 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun