Mohon tunggu...
Mutiara Ramadhina
Mutiara Ramadhina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNJ

Pendidikan Sosiologi 2020

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Relasi Kekuasaan dalam Kekerasan Seksusal di Lingkungan Pendidikan

25 Desember 2021   18:02 Diperbarui: 28 Januari 2024   17:13 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan Pendidikan sejatinya merupakan tempat yang aman bagi peserta didik dalam menuntut ilmu dan mengembangkan diri, namun kenyataanya tak selalu seperti ini. Beberapa waktu terakhir kasus kekerasan seksual di lingkungan Pendidikan mencuat di permukaan dan memantik kemarahan masyarakat

Pendidikan berperan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, seiring berjalannya waktu masih ada banyak berbagai permasalahan dilingkungan Pendidikan, salah satu permasalahan yang menjadi sorotan adalah semakin maraknya kekerasan seksual yang terjadi pada lingkungan Pendidikan di Indonesia

kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seringkali kita dengar, kasus kekerasan seksual di Indonesia memang tidak berhenti terjadi, dari waktu ke waktu dan setiap tahunya pasti ada saja kasus kekerasan seksual baik dilingkungan sekolah, kampus maupun lingkungan luar

Dilansir dari Diamanty Meiliana. (2021, December 10). Data Komnas Perempuan, Pesantren Urutan Kedua Lingkungan Pendidikan dengan Kasus Kekerasan Seksual. Retrieved December 25, 2021, from KOMPAS.com website: https://nasional.kompas.com/read/2021/12/10/17182821/data-komnas-perempuan-pesantren-urutan-kedua-lingkungan-pendidikan-dengan diakses pada 25 Desember 2021, menyebutkan bahwa dilihat dalam laporan komnas perempuan per 27 Oktober 2021, sepanjang 2015-2020 sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan Pendidikan yang diterima Komnas Perempuan. Dalam laporan itu, Komnas Perempuan mengatakan bahwa kekerasan seksual paling banyak terjadi di Universitas sebesar 27% dan pesantren menempati urutan kedua setelah universitas dengan angka 19%, 15% terjadi di tingkat SMA/SMK, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan 3 %  masing-masing terjadi di TK, SD, SLB dan Pendidikan berbasis agama Kristen.

dilihat dari data diatas, lingkungan Pendidikan memang belum bebas dari kasus kekerasan seksual, karena terjadi kenaikan di setiap tahunnya.

Sangat disayangkan, bagaimana bisa lingkungan Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk menuntut ilmu dan mengembangkan diri bagi generasi penerus bangsa, tetapi menjadi rawan dan masuk kedalam ruang lingkup kekerasan seksual

Dalam struktur sosial terdapat status dan peran, dosen dan guru memiliki status sebagai tenaga pendidik yang dianggap sebagai panutan, guru dan dosen juga memiliki peran sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing. Potret kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen dan guru tersebut merupakan suatu gambaran bahwa adanya ketidak sesuain antara status dan peran yang terjadi di lingkungan Pendidikan, dimana seharusnya dosen dan guru menjadi seseorang yang membimbing dan memotivasi siswa, justru melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap siswa sehingga otomatis akan membuat siswa mengalami gangguan fisik atau pun psikis. Korban kekerasan seksual akan cenderung mengalami trauma, dimana trauma tersebut dapat menyebabkan depresi sehingga Kesehatan mental korban kekerasan seksual akan terganggu. Ketika korban mengalami kekerasan seksual maka korban akan mengalami depresi dan hal tersebut akan mengganggu proses Pendidikan yang sedang ia jalani. Bahkan bukan hanya depresi, tetapi rasa percaya dirinya hilang dan harga dirinya juga menjadi dampak bagi kekersan seksual

Persoalan ironis yang sekarang kita bisa amati disekitar kita adalah banyak orang-orang yang berpendidikan, dalam artian mereka telah menamatkan Pendidikan di SD, SMP, SMA bahkan isampai perguruan tinggi. Tetapi banyak dari mereka sebagai pelaku dari kekerasan seksual. Sangat disayangkan memang bagaimanabisa hal tersebut terjadi, karena lingkungan sekolah sangat ketat dan ada dibedakan antara perempuan dan laki-laki.

Menurut Foucault bahwa  seksualitas  bukanlah  semata  dorongan yang bersifat biologis, namun adalah bentuk perilaku dan pikiran yang ditundukan oleh   relasi-relasi   kekuasaan   yang   dijalankan   untuk   tujuan-tujuan   lain   di   luar kepentingan   seksualitas   itu   sendiri.   Kekuasaan   inilah   seharusnya   digunakan sebagai  "kontrol  sosial",  keputusan hukum,  hingga  pengaturan  pemerintah  terhadap kebebasan   seksualitas   pada lingkungan Pendidikan

Merujuk pada pasal 294 ayat2 KUHP bahwa perilaku kekerasan seksual bisa digolongkan sebagai kejahatan

Dalam sosiologi, perihal baik dan buruk tidak dapat dibuktikan. Perilaku yang menjurus pelecehan sebagaimana yang tertera dalam PERMENDIKBUD No 30 Tahun 2021

Mencuatnya kasus ini mendengungkan konsep relasi kuasa. Relasi kuasa merupakan konsep yang dicetuskan oleh Foucault. Relasi kuasa Foucault (Yani, 2016), menjelaskan antara hubungan sosial (relasi) dengan kekuasaan yang digenggam seseorang. Kekuasaan menurutnya memprodukdi definisi suatu pengetahuan dan mengontrolnya. Sementara antara kekuasaan dan relasi terjalin hubungan resiprokal. Dimana ada relasi, didekatnya pasti ada kekuasaan, begitupun sebaliknya.

Relasi kekuasaan menjelaskan bahwa seseorang yang berada pada posisi berkuasa, menjalin hubungan dengan banyak orang. Relasinya berkembang sejalan dengan kekuasaan yang dipegangnya. Maka sifat kekuasaan itu disebut Foucault sebagai "omni present". Kekuasaan yang hadir dalam relasi sosial yang ada. Lantaran definisi dan kontrol pengetahuan pada genggaman kekuasaan, maka yang berkuasa sanggup mengatur interaksi yang terjalin bahkan menormalisasikannya sewaktu-waktu

Solusi

Seseorang mengalami kekerasan seksual maka akan terjadi perubahan dalam diri korban kekerasan seksual, baik secara fisik maupun psikis. Untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada lingkungan Pendidikan, maka bisa dilakukan upaya seperti menerapkan Pendidikan seksual sejak dini, diberikan sosialisasikan mengenai berbagai bentuk kekerasan seksual dan bagaimana cara menghadapinya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi jumlah korban kekerasan seksual dilingkungan Pendidikan. Melansir dari Ihsan, D. (2021, April 7). Siswa, Perhatikan 3 Cara Lindungi dari Kekerasan Seksual di Sekolah Halaman all - Kompas.com. Retrieved December 25, 2021, from KOMPAS.com website: https://edukasi.kompas.com/read/2021/04/07/160500271/siswa-perhatikan-3-cara-lindungi-dari-kekerasan-seksual-di-sekolah?page=all diakses pada 25 Desember, 2021

 Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, yaitu:

  • Pahami bagian tubuh yang termasuk kedalam bagian privat
  • Seperti area dada, kemaluan dan pantat. Bagian-bagain tubuh tersebut tidak boleh ditatap terlalu lama dan tidak boleh disentuh oleh orang lain tanpa seizin kita
  • Menjauhi lingkungan pergaulan yang kurang baik, apabila ada yang mengajak melakukan tindakan-tindakan asusila, misalnya menonton video porno, melecehkan seseorang secara visual, atau menyentuh area privat, sebagiknya dengan tegas menolaknya dan jangan diikuti. Dengan begutu, akan terhindar dari kekerasan seksual, baik sebagai pelaku ataupun korban
  • Berani melawan kekerasan seksual, banyak korban kekerasan seksual yang tidak berani melawan ataupun melaporkan kejahatan ke pihak berwajib lantaran malu. Padahal, kekerasan seksual haruslah dilawan supaya pelaku mendapatkan efek yang jera. apabila mengalami kekerasan seksual, segera berteriak dan laporkan kepada pengajar dan orangtua

Ketika siswa mengalami kekerasan seksual maka siswa otomatis akan mengalami depresi, hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran siswa terganggu karena kondidi siswa yang tidak memungkinkan untuk melakukan proses pembelajaran. Dalam kondidi ini siswa akan cenderung tertutup, setres, ketakutan dan memiliki kecemasan yang berlebihan. Jika kekerasan seksual terus terjadi di lingkungan Pendidikan, maka tujuan Pendidikan untuk menciptakan insan yang berkualitas akan sulit tercapai, apabila ingin menciptakan kualitas insan yang baik, maka lingkungan pendididkannya pun harus baik. Ketika seorang pengajar mencontohkan hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma maka siswa pun akan cenderung melakukan hal yang sama, begitupun sebaliknya Ketika seorang pengajar berperilaku baik maka siswa pun akan berperilaku baik, lantaran sejatinya seorang pengajar merupakan contoh dan panutan bagi para siswa. Lingkungan sekolah sudah seharunya menjadi ruang yang memberikan rasa nyaman dan aman kepada peserta didik. Tidak hanya memberikan rasa nyaman dan aman dalam kegiatan pembelajaran, tetapi juga harus memberikan rasa aman dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying). Oleh karena itu, semua elemen sekolah harus bekerja sama dan bersinergi dengan baik untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan kondusif

Daftar Pustaka

Akbar, T. S. (2015). Manusia dan Pendidikan Menurut Pemikiran Ibn Khaldun dan John Dewey. JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran, 15(2), 222-243.

Aziizu, B. Y. A. (2015). Tujuan besar pendidikan adalah tindakan. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2).

Diamanty Meiliana. (2021, December 10). Data Komnas Perempuan, Pesantren Urutan Kedua Lingkungan Pendidikan dengan Kasus Kekerasan Seksual. Retrieved December 25, 2021, from KOMPAS.com website: https://nasional.kompas.com/read/2021/12/10/17182821/data-komnas-perempuan-pesantren-urutan-kedua-lingkungan-pendidikan-dengan

Foucault, M. (1997). Seks dan Kekuasaan (Alih bahasa: Rahayu S. Hidayat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Foucault, M.(2002). Power/Knowledge (Diterjemahakan: Yudi Santosa). Jogjakarta: Bentang Budaya.

Ihsan, D. (2021, April 7). Siswa, Perhatikan 3 Cara Lindungi dari Kekerasan Seksual di Sekolah Halaman all - Kompas.com. Retrieved December 25, 2021, from KOMPAS.com website: https://edukasi.kompas.com/read/2021/04/07/160500271/siswa-perhatikan-3-cara-lindungi-dari-kekerasan-seksual-di-sekolah?page=all

Rini, Y. S., & Tari, J. P. S. (2013). Pendidikan: Hakekat, Tujuan, dan Proses. Jogyakarta: Pendidikan Dan Seni Universitas Negeri Jogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun