"Dulu disarankan di SLB tapi Bapaknya gak mau, kalau saya si gak masalah, saya gak minder kok mbak. Saya gak malu punya anak seperti ini. Soalnya kan anak seperti ini ada kelebihan khusus gitu yaa.."Â ucap Ibu Putri saat wawancara.Â
Pada saat Putri lulus SMA, Ayah Putri berpikir ingin menikahkan Putri. Berdasarkan penuturan ibu Putri, ia mendengar ada sebuah kepercayaan tentang mitos dari masyarakat sekitar mengenai pernikahan dapat menyembuhkan mental seseorang, sehingga membuat orang tua putri terpaksa menjodohkan Putri dengan harapan dapat membuat putri jauh lebih baik dari sebelumnya.Â
Menjodohkan putri dengan suaminya ternyata tidak dapat menyembuhkan mental Putri, justru suami yang diharapkan dapat menyembuhkan Putri tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan enggan untuk menjalin bahtera rumah tangga lebih lama. Kejadian tersebut membuat putri mengalami tekanan mental yang mendalam.Â
Fenomena yang terjadi pada Putri, selaras dengan teori fungsional struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton. Menurut Ritzer, Merton dalam karyanya yang berjudul On Theoritical Sociology menyatakan bahwa teori struktural fungsional merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan menyatu dalam sebuah keseimbangan yang menekankan adanya keteraturan. Itu artinya sebuah perubahan yang terjadi akan mempengaruhi perubahan yang lain didalam struktur sistem sosial.Â
Disini Robert K. Merton juga memperkenalkan tentang sebuah fungsi konsep manifest dan konsep laten dimana fungsi manifest adalah yang dikehendaki, sedangkan fungsi laten yang tidak dikehendaki.Â
Keterkaitan teori tersebut dengan permasalahan yang dialami Putri ditunjukkan dengan kedua orang tua Putri yang memasukkan ke sekolah umum dan bukan di sekolah SLB dengan harapan agar Putri tidak tertinggal dengan teman sebayanya.Â
Namun konsekuensi yang harus Putri terima yaitu ia kurang bisa mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh gurunya di sekolah sehingga seringkali tidak naik kelas.Â
Selain itu Putri juga sering mendapat ejekan dari temantemannya dan kekerasan dari gurunya saat menempuh Pendidikan di bangku sekolah.Â
Terdapat sebuah kekhawatiran dan ketakutan dari kedua orang tua Putri jika Putri di sekolahkan di sekolah SLB dimana takut Putri memiliki pemikiran yang berbeda dari anak-anak pada umumnya.Â
Padahal sekolah SLB memang dikhususkan untuk anak berkebutuhan khusus dimana akan menyesuaikan dengan kebutuhan anak-anak difabel, namun masih banyak stigma buruk dari masyarakat mengenai sekolah SLB.Â
Dilihat dari keadaanya juga sekolah SLB khususnya yang ada di daerah Pakusari masih minim sehingga membuat banyak anak-anak difabel disana mengalami kesulitan untuk menempuh Pendidikan. Tentu dengan adanya hal ini, membuat ruang lingkup dalam menempuh Pendidikan khususnya anak-anak difabel terbatasi.