Mohon tunggu...
Mutiara CahyaNurani
Mutiara CahyaNurani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi Universitas Jember

"Hidup adalah soal mengambil pilihan. Ada yang akan kita sesali, akan ada yang kita banggakan, ada yang akan menghantui kita selamanya. Bagaimanapun kita adalah pilihan-pilihan yang kita lakukan." - quarter life crisis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Semangat Belajar Mahasiswa Difabel yang Tumbuh dari Motivasi Seorang Ibu yang Hebat

4 November 2022   12:37 Diperbarui: 4 November 2022   12:38 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Hijriyatul Ihcsan , Mahasiswa FMIPA Universitas Jember (Sumber: Dokumen Pribadi)

 

Difabel merupakan sebutan yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu kondisi yang menghambat atau membatasi kemampuan untuk beraktivitas di dalam kehidupan sehari-hari. Masalah umum yang dihadapi penyandang disabilitas adalah kurangnya fasilitas umum untuk hidup mandiri. Misalnya, penyandang disabilitas seringkali terabaikan dalam dunia pendidikan, seperti terlihat pada pemisahan sekolah yang ada, contohnya sekolah luar  biasa untuk difabel. Seharusnya penyandang disabilitas merasakan pendidikan yang sama dengan masyarakat umum. Saat ini tercatat masih minimnya penyandang disabilitas yang melanjutkan pendidikannya kejenjang bangku perguruan tinggi, hal ini terjadi karena rasa putus asa yang mereka miliki. Tetapi lain halnya dengan narasumber yang kami temui.

Muhammad Hijriyatul Ihcsan seorang mahasiswa difabel tuna daksa yang saat ini menempuh pendidikannya di bangku kuliah jurusan matematika di fakultas FMIPA Universitas Jember. Pemuda berumur 21 tahun ini yang berdomisili di kecamatan Pakusari kabupaten Jember, Jawa Timur, memiliki keterbatasan fisik yaitu kesulitan dalam bergerak maupun berjalan atau yang biasa disebut dengan tuna daksa, dalam kesehariannya akses untuk ia beraktifitas menggunakan kursi roda. Ihcsan merupakan anak yang terlahir dari seorang ibu hebat yang bernama ibu Musrifa, beliau merupakan seorang pekerja honorer di kecamatan Pakusari.

Sejak lahir ihcsan terlahir normal seperti anak-anak pada umumnya. Awal mula ibu Musrifa mengetahui perubahan pada anaknya sejak Ihcsan berumur 10 tahun yang pada saat itu ia sedang duduk dibangku kelas 4 SD. Menurut ibu Musrifa awalnya Ihcsan sering jatuh dan merasa badannya lemas, setelah melalui banyak pemeriksaan termasuk pengobatan alternatif seperti terapi dan pijat, pada akhirnya Ihcsan didiagnosa oleh dokter mengalami kelumpuhan permanen. Meskipun pernah mengalami trauma dan rasa minder yang mendalam, namun dengan semangat dan motivasi yang diberikan oleh bu Musrifa kepada Ihcsan, Ihcsan bisa bangkit dari keterpurukan yang ia hadapi. Sebagai seorang difabel yang memiliki keterbatasan banyak orang berfikir bahwa pendidikan dirasa tidak begitu penting, namun Ihcsan dan ibu Musrifa bertekad untuk tidak menyerah dan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa asumsi yang mereka buat itu tidak sepenuhnya benar.

Dalam menempuh pendidikannya, ia mengaku tidak mengalami kesulitan dalam hal akademik meskipun ia tidak bersekolah di SLB melainkan di sekolah umum. Ibu Musrifa sengaja menempatkan ihcsan di sekolah umum bukan di SLB, alasannya adalah agar kemampuan berpikir Ihcsan tidak tertinggal jauh dari anak normal lainnya. Namun di sisi lain ia sangat kesulitan dalam hal ruang gerak, sehingga membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya untuk beraktifitas terlebih pada saat di kampus. Dari pihak FMIPA sudah memberikan fasilitas berupa kursi roda khusus untuk mempermudah Ihcsan belajar di kampus dan pada saat pergantian kelas yang berada di lantai 2. Sebagai seorang ibu, ibu Musrifa melakukan berbagai cara agar anaknya memiliki semangat yang tinggi untuk melanjutkan pendidikannya. Perjuangan beliau bahkan rela hingga mengantar jemput Ihcsan untuk berkuliah, dengan jarak tempuh sekitar 25 menit dari rumahnya. Terkadang ibu Musrifa pulang pergi hingga 5 kali dalam sehari untuk memastikan keadaan Ihcsan. Ibu Musrifa memiliki prinsip bahwa Ihcsan tidak boleh kalah dengan anak-anak normal lainnya. Walaupun memiliki keterbatasan fisik tapi Ihcsan semangat dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi bahkan memiliki cita-cita untuk melanjutkan pendidikan kuliah sampai S2 dan bekerja sebagai dosen. Untuk mencapai semua harapan dan cita-citanya, Ichsan bertekad untuk menepis rasa malu atas keterbatasan yang ia miliki.

Seorang difabel tuna daksa dengan segala keterbatasan yang dimiliki, ia tetap menganggap bahwa pendidikan itu penting baginya, sebagaimana ia mengingat suatu pepatah yang mengatakan," jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan. Jadi kita harus melawan rasa malas atau kebodohan itu. Soalnya kita harus belajar karena masa depan kita kan masih panjang" ucap Ihcsan dalam wawancara tersebut.

Tindakan yang dilakukan oleh Ihcsan selaras dengan teori pendidikan moral Durkheim. Menurut Ritzer, Durkheim dalam bukunya yang berjudul Moral Education menjelaskan pendidikan sebagai cara dimana seorang individu mendapatkan alat fisik, intelektual dan bagi Durkheim, yang paling penting adalah alat moral yang dapat berfungsi dalam masyarakat. Menurut Durkheim, pendidikan harus menyokong anak-anak untuk menumbuhkan sikap moral kepada masyarakat. Durkheim meyakini satu-satunya institusi yang ada dan mampu menciptakan basis sosial moralitas modern adalah sekolah-sekolah.

Dalam hal ini Ihcsan menjunjung tinggi pendidikan, ia tidak mengabaikan pendidikan hanya karena memiliki keterbatasan. Seorang Ihcsan semangat untuk menempuh pendidikan yang tinggi tak terlepas dari dorongan ibu Musrifa yang selalu memberikan motivasi dan pendidikan moral kepada Ihcsan. Ibu Musrifa selalu menekankan kepada Ihcsan walaupun ia memiliki keterbatasan, tapi ia tidak boleh kalah dengan anak-anak normal lainnya. Mengingat  cita-cita dan keinginannya, ia berusaha untuk mewujudkan itu semua. Dalam hal ini,  Ihcsan secara tidak langsung menjadi tauladan untuk anak-anak difabel lainnya untuk tidak mengabaikan pendidikan dan semangat menimba ilmu ditengah keterbatasan yang ia atau mereka miliki. Ihcsan sudah membuktikan bahwa anak difabel juga bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Nama Penulis :

1. Mutiara Cahya Nurani 200910302083

2. Nida Kamila Hanifah Bastian 200910302088

3. Salsabila Nuril Khoirunnisa 200910302028

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun