Mohon tunggu...
Mutiara RahmaKharimah
Mutiara RahmaKharimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka menonton konten pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Globalisasi dan Pendidikan Islam

20 Desember 2024   01:56 Diperbarui: 20 Desember 2024   01:54 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, globalisasi juga Globalisasi menciptakan budaya dunia yang bersifat mekanis dan efisien, seringkali mengabaikan nilai-nilai dan norma yang dianggap tidak efisien secara ekonomi. Dampak negatifnya terlihat dalam lingkungan pendidikan, seperti munculnya dokumen palsu, tradisi mencontek di kalangan mahasiswa, serta plagiarisme dalam penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Selain itu, globalisasi mempercepat komersialisasi pendidikan, di mana institusi pendidikan lebih fokus pada keuntungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah rasio pendidikan akan terganggu dan apakah pelatihan akan terabaikan. Fenomena ini berisiko merendahkan nilai-nilai ilmiah, karena siswa hanya mempelajari ilmu tanpa memahami esensinya, yang pada akhirnya menghasilkan generasi yang cerdas namun kurang seimbang dalam pengetahuan, memungkinkan kemampuan mereka disalahgunakan, misalnya untuk tujuan negatif seperti menyontek.
Selain itu, globalisasi juga berkontribusi dalam memutuskan hubungan asli dengan sistem politik modern, yang menimbulkan dampak negatif seperti munculnya nepotisme, birokrasi, dan otoritarianisme. Tantangan besar lainnya yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam elain itu, globalisasi juga berperan dalam memutuskan hubungan asli dengan sistem politik modern, yang menimbulkan dampak negatif seperti munculnya nepotisme, birokrasi, dan otoritarianisme. Tantangan besar lainnya yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam adalah:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kerja sama pendidikan Pendidikan Islam dalam membentuk peradaban dan kebudayaan modern saat ini menjadi bahan pertanyaan, terutama terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menyebabkan pendidikan Islam mengalami penurunan fungsi, terutama karena fokus utamanya yang lebih pada aspek moral dan spiritual. Banyak pihak berpendapat bahwa pendidikan Islam kurang menekankan aspek praktis dan pragmatis, seperti penguasaan teknologi. Sebagai akibatnya, pendidikan Islam kesulitan bersaing di kancah global dalam hal budaya.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam perlu menghadapi tantangan perkembangan IPTEK dengan cara menguasainya, agar generasi Muslim tidak tertinggal dalam kemajuan budaya yang terus berkembang. Dalam konteks ini, ada dua pertanyaan penting yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) bagaimana perkembangan IPTEK dapat diselaraskan dengan nilai-nilai ajaran Islam, dan (2) bagaimana pendidikan Islam dapat berkontribusi terhadap kemajuan IPTEK di masa depan.
b) Demokratis

Selain itu, demokratisasi juga menjadi faktor Yang berdampak pada pendidikan Islam di Indonesia. Awalnya, tuntutan demokratisasi lebih berkaitan dengan perubahan sistem politik negara dari otoriter ke demokratis, namun seiring waktu, demokratisasi juga meluas ke sistem manajerial di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Demokratisasi pendidikan Islam memerlukan sistem pendidikan yang terpusat, terpadu, dan mandiri untuk mendukung terciptanya sistem pendidikan yang lebih fleksibel, independen, dan adaptif.
c) Aspek Budaya

Di bidang kebudayaan, perkembangan yang sangat pesat terjadi, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama melalui jaringan komputer) serta perubahan dalam praktik sosial. Pendidikan Islam tidak hanya berfungsi untuk mengidentifikasi nilai-nilai moral dalam menghadapi dampak negatif globalisasi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai moral tersebut dapat berperan sebagai kekuatan pembebasan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan, serta keterbelakangan sosial, budaya, dan ekonomi. Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan dalam berbagai bentuk dan sistem, baik yang bersifat individu maupun global, dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat.  

C.Madrasah dalam Menjawab Era Globalisasi

Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berfokus pada pengajaran agama Islam, di mana siswa diajarkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan agama, seperti Al-Qur'an, hadis, fiqh (hukum Islam), tauhid (ilmu tentang Tuhan), akhlak (etika Islam), serta bahasa Arab. Selain itu, madrasah juga sering mengajarkan ilmu pengetahuan umum, seperti matematika, sains, sejarah, dan bahasa, dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya berpengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga memiliki keterampilan umum yang relevan dengan kehidupan di masyarakat.
Secara tradisional, madrasah dikenal sebagai institusi pendidikan yang berorientasi pada pengembangan akhlak dan keimanan, serta penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Di banyak negara, madrasah menjadi tempat utama untuk pendidikan anak-anak Muslim, meskipun pada zaman modern ini, banyak madrasah yang mengintegrasikan kurikulum umum untuk meningkatkan daya saing lulusan mereka di dunia global. Madrasah juga berperan sebagai pusat pengembangan komunitas Muslim dan penguatan identitas agama, serta memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.  
Namun, di tengah pesatnya perkembangan globalisasi, madrasah menghadapi tantangan besar untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan yang mereka berikan sambil tetap menjaga identitas Islaminya. Globalisasi telah menyebabkan perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi perubahan kurikulum yang semakin berorientasi pada kompetensi global, serta meningkatnya tuntutan penguasaan bahasa asing adalah beberapa contoh tantangan yang harus dihadapi oleh madrasah

Namun demikian, banyak madrasah di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala dalam menghadapi tantangan globalisasi ini. Salah satu masalah utama yang paling terlihat adalah keterbatasan fasilitas dan infrastruktur. Banyak madrasah yang masih kekurangan fasilitas seperti laboratorium, perpustakaan, akses ke teknologi informasi, dan ruang kelas yang memadai. Keterbatasan ini menghambat proses pembelajaran yang seharusnya dapat mengikuti perkembangan teknologi dan metode pembelajaran yang lebih modern. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian oleh Akhyar yang menyebutkan bahwa fasilitas yang kurang memadai di madrasah menjadi salah satu faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) juga menjadi isu penting. Kurangnya pelatihan berkelanjutan dan pembaruan kompetensi bagi guru-guru madrasah menyebabkan mereka kurang siap dalam mengintegrasikan teknologi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan globalisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sintasari, peningkatan kompetensi guru sangat dibutuhkan untuk menyelaraskan diri dengan perkembangan teknologi dan dinamika global saat ini.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam diharapkan dapat menghasilkan generasi muda Muslim yang utuh, tidak terpecah dalam kepribadiannya, serta memiliki iman, pengetahuan, dan akhlak yang mulia. Terdapat lima peran utama yang dapat dikembangkan oleh madrasah dalam membentuk generasi Muslim, yaitu:

1.Sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam.
2.Sebagai tempat untuk melestarikan tradisi keagamaan dalam komunitas Muslim.
3.Sebagai wadah untuk membentuk akhlak dan kepribadian yang baik pada generasi muda Muslim.
4.Sebagai penjaga moralitas bangsa yang saat ini tengah menghadapi krisis moral (dekadensi) yang serius.
5.Sebagai lembaga pendidikan alternatif yang dapat dipilih oleh umat Muslim.
Peran ideal madrasah ini sangat penting untuk mengantisipasi pengaruh budaya global yang dominan, terutama budaya Barat yang sering kali membawa pengaruh negatif, seperti pola hidup materialistis, sekuler, materialistik, serta gaya hidup bebas yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Jika peran-peran madrasah dapat dijalankan secara optimal, maka akan terbentuk generasi muda Muslim yang bijaksana, utuh kepribadiannya, dan tidak mudah terpengaruh atau merasa bingung dalam menghadapi arus budaya global. Generasi seperti inilah yang diperkirakan mampu menghadapi tantangan yang dibawa oleh globalisasi.
Modernisasi dan industrialisasi telah menciptakan suatu tatanan masyarakat yang bersifat hedonis-materialistis, di mana kebahagiaan indrawi dan kebebasan individu tanpa batas menjadi prioritas utama, dengan nafsu sebagai pendorongnya. Hal ini seringkali merendahkan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) dan mengabaikan prinsip-prinsip moral yang seharusnya menjadi dasar kehidupan, yang akhirnya menyebabkan dekadensi moral. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya perbaikan yang mengarah pada kemajuan dan perkembangan untuk mencapai kesejahteraan manusia secara utuh dan humanis.  
Dalam upaya untuk memperbaiki dan mengatasi kondisi yang mengkhawatirkan dan membahayakan, seperti hedonisme dan materialism, dengan menekankan pentingnya memiliki landasan yang kuat sebagai dasar dalam setiap tindakan. Landasan ini harus berupa orientasi yang memberikan arah yang jelas dan pedoman yang harus diikuti, yang memberikan makna dan tujuan bagi upaya tersebut sehingga dapat dinilai sebagai hal yang baik, layak, dan bermartabat. Dengan demikian, upaya tersebut dapat memberikan kritik dan evaluasi terhadap realitas yang dihadapi berdasarkan informasi yang ada.
Agama, sebagai pedoman hidup yang mengajarkan nilai-nilai, memberikan motivasi dalam kehidupan dan berfungsi sebagai alat penting untuk pengembangan serta pengendalian diri. Agama memainkan peran kunci dalam perkembangan dan pembentukan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, agama harus dipahami, diyakini, dan diamalkan oleh setiap individu, termasuk masyarakat Indonesia, agar menjadi dasar dalam membentuk kepribadian dan menjadikan seseorang manusia yang utuh. Pendidikan agama di madrasah memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Kepribadian dan pola pikir peserta didik sangat dipengaruhi oleh pendidikan agama di madrasah, yang juga tidak terlepas dari pendidikan yang diberikan di keluarga dan masyarakat.  
Perkembangan pesat globalisasi informasi seringkali menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan moral dalam masyarakat, termasuk pola hidup permisif, pornografi, dan penyalahgunaan alkohol, dan nilai-nilai materialistis-biologis. Dampak buruk dari pesatnya perkembangan teknologi informasi ini adalah masuknya berbagai kebudayaan, terutama kebudayaan Barat, yang terus menggerus kebudayaan dan norma-norma yang telah ada. Dalam konteks ini, dekadensi moral yang menyebar di masyarakat, seperti budaya hidup permisif, menjadi tantangan serius yang perlu diatasi. Pola hidup yang serba bebas, dengan alasan hak privasi, hak individu, dan hak asasi manusia, semakin berkembang dalam masyarakat. Perbedaan utama antara visi pendidikan agama dan pendidikan umum di madrasah adalah terletak pada fokusnya pada pembentukan karakter. Pendidikan agama menekankan pembentukan akhlakul karimah atau budi pekerti yang mulia sebagai tujuan utama. Oleh karena itu, evaluasi dalam pendidikan agama tidak hanya didasarkan pada hasil ujian atau nilai yang diperoleh, tetapi lebih pada penilaian terhadap sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sosial mereka, baik di madrasah, di rumah, maupun di masyarakat.
Visi pendidikan agama yang dulunya jelas kini mulai kehilangan arah, terlihat dari maraknya kenakalan remaja, tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan kriminalitas di kalangan remaja usia madrasah. Meskipun terlambat, upaya untuk mengembalikan visi ini tetap perlu didukung. Kita harus turut berperan dalam merumuskan cara untuk mengimplementasikan konsep pendidikan budi pekerti secara maksimal dan berkelanjutan. Selain itu, kita juga perlu memberikan kontribusi berupa kritik dan masukan terkait penerapan pendidikan agama yang berbasis budi pekerti dan hak asasi manusia. Diharapkan, konsep-konsep ini dapat tidak hanya menjadi teori yang harus dihafalkan untuk ujian, tetapi bisa menjadi landasan dalam cara berpikir, bertindak, dan menentukan sikap anak-anak bangsa, sebagai penerus generasi masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun