Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Masih Terlalu Pagi, Cinta

28 April 2023   14:09 Diperbarui: 30 April 2023   21:49 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi surat cinta. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Masih Terlalu Pagi, Cinta

masih pagi cinta janganlah dulu berkunjung
aku masih belum sepenuhnya bangun
matahari belum muncul dan malam belum pulang
mimpi masih basah di sini
tunggulah hingga nanti
bunga kuncup, mekar dan siap dipetik
kita memanen bersama

****

Mata Umang memerah menyimpan amarah, kalau saja Tia terlambat mencegat. Telapak tangannya pasti telah mendarat di pipi Cinta. Namun bukannya merasa takut, dengan cueknya Cinta bangkit dari tempat tidurnya dan pergi begitu saja meninggalkan kedua kakaknya.

"Heboh banget sih, bangunin orang tidur doang, ge!" ucap Cinta sambil garuk-garuk perutnya, hingga kaos tipis yang dikenakannya menyingkap. Menampakan kulitnya yang kuning bersih seperti kelapa gading muda.

Tia dan Umang saling berpandangan melihat tingkah adik bungsunya. Seakan memiliki satu tubuh, keduanya berjalan bersama ke ruang tengah tanpa dikomando. Kompak pasangan muda itu duduk di sofa tamu berwarna abu-abu.

"Kau lihat, bagaimana kelakuannya?" protes Umang pada Tia, istrinya. 

"Bocah, kurang ajar!" umpat Umang lagi, sambil mengelus dada.

"Iya, tapi kita harus sabar. Kasar gak akan menyelesaikan masalah. Biar aku aja, ya, A, yang ngomong ke Cinta," bujuk Tia, pada suaminya.

Umang menatap Tia tanpa berkata apa-apa, tetapi akhirnya ia setuju dengan pendapat wanita yang dinikahinya setahun lalu itu.

"Iya, ya," hanya kata itu yang keluar dari mulut Umang. Meskipun tak diutarakannya, Umang percaya Tia bisa mengurus semuanya. 

"Jangan ngomong apa-apa dulu ya. Biar Cinta makan dulu. Sekarang Aa, keluar aja dulu," pinta Tia pada suaminya.

Umang masih bergeming, terlihat betul ia masih kesal. Namun pada akhirnya ia memilih menurut pada istrinya. Soal kesabaran dan kelembutan Tia bisa diandalkan. Meskipun perempuan berwajah oval itu belum pernah melahirkan tetapi sifat keibuannya tak diragukan. Hal itu mungkin karena pengalamannya menjadi guru TK lebih dari lima tahun lamanya.

Setelah kepergian suaminya, Tia, bangkit dan membereskan rumah yang sebenarnya tak perlu dibereskan lagi. Namun, menunggu Cinta selesai mandi dan makan di hari minggu, seperti menunggu pejabat turun mengunjungi rakyat biasa. 

Lama sudah bisa dipastikan, tetapi cepat ketika musim kampanye tiba. Karena ada sesuatu yang diinginkan. Begitu juga Cinta, adik iparnya. Berubah menjadi manis dan ramah ketika meminta tambahan uang jatah jajan bulanan.

Sebenarnya Tia tak kalah marahnya dengan Umang. Terlebih ia membaca sendiri chat-chat Cinta dan adiknya Gilang. Ia tak habis pikir, bisa-bisanya keduanya terlibat hubungan asmara.

Tia, melirik Cinta yang baru keluar dari kamar mandi. Melihat wajah gadis belia itu, Tia merasa jengkel dan kesal. Pikirnya, pastilah Cinta yang memulai dan menggoda Gilang.

"Aa, sun dongk, eneng pengen." Sebuah pesan masuk di HP Maruf, dari nomer kontak bernama Bidadariku, sempat dilihat dan dibaca Tia kemarin sore. Dengan jawaban tak kalah mesum dari Gilang, membuat Tia meradang. Setelah dicek ternyata nomer bernama Bidadariku, adalah Cinta, adik Umang suaminya.

Syok melihat kelakuan kedua adiknya, Tia langsung membicarakan hal tersebut dengan orang tuanya. Pada akhirnya HP Gilang disita. Namun soal Cinta, tentu menjadi urusan Tia dan Umang, selaku wali pengganti setelah ayah dan ibu tiada.

"Teteh, Aa dimana?" tanya Cinta, tiba-tiba. Tanpa disadari kehadirannya oleh Tia, gadis itu telah berdiri di sampingnya.

Wajah polos Cinta tampak berseri, terlihat semakin cantik ketika bedak tipis senada memoles kulit lembutnya. Selain dianugerahi kecantikan dari lahir, gadis itu juga memiliki kemampuan merias wajah luar biasa, di usianya yang masih belia.

"Aa, ke rumah Amang Hadi. Neng makan dulu, ya. Nanti habis makan, teteh mau ngomong," terang Tia, berusaha tetap sabar menghadapi tingkah adik iparnya itu.

Selesai makan, Cinta menghampiri Tia yang termenung di dekat jendela. Gadis cantik itu memeluk Tia dari belakang. "Teteh, sayang. Katanya mau ngomong," ucap Cinta manja seperti biasanya.

Tia, menoleh dan tersenyum. Bagaimana pun, Tia sayang dan merasa kasihan pada Cinta. Sejak bayi tak mengenal ayahnya, belum dewasa ia ditinggal ibu. Mungkin itulah salah satu sebab, ia seperti gadis kurang kasih sayang. Sehingga mencari sosok lelaki penyayang di luar. 

Meskipun mempunyai Umang, kakak lelakinya, tetapi dengan sifatnya yang cuek dan tempramen, tak bisa sepenuhnya menggantikan peran seorang ayah.

Tia membimbing Cinta untuk duduk di sofa. Dengan penuh kehati-hatian, ia membuka suara.

"Neng, neng suka sama Gilang?" tanya Tia selembut mungkin. 

Mendengar pertanyaan kakak iparnya, raut muka Cinta memerah.

"Enggak, Teh," elak Cinta gugup.

"Teteh, liat dan baca chat Eneng ke Gilang!" lanjut Tia penuh penekanan.

"Teteh, maafin Cinta!" rengek Cinta. Tingkahnya tak terkontrol lagi. Seperti cacing kepanasan ia berulang kali memohon dan meminta maaf ke Tia dengan berbagai gaya. Namun, hal itu Tia diamkan. Hingga Cinta menangis ketakutan.

"Neng, tauk kan Gilang itu siapa?" lanjut Tia.

"Iya, Teh. Cinta janji gak lagi-lagi, tapi jangan bilang Aa, jangan bilang ke Abah sama Ambu juga." Cinta lagi-lagi memohon sambil menangis.

"Teteh Tauk, namanya perasaan kan datang sendiri. Tapi, neng masih kelas enam SD! Belum waktunya Neng. Apa lagi chat gak sopan kayak gitu. Neng gak mau kan dibilang cewek gampangan, murahan. Coba kalau Gilang, bilang ke temen-temennya, pasti Neng dicap begitu. Pasti malu banget kan?"

"Neng murahan, Teh?" tanya Cinta, memastikan.

Ada rasa bersalah melesak ke hati Tia, ia merasa keterlaluan mengatakan hal itu. Akan tetapi kata-kata yang terucap tak mungkin ditarik kembali. Meskipun menyakitkan, hal itu dilakukannya demi masa depan adik-adiknya.

"Bukan begitu. Nih ..." Tia memotong ucapannya. Kemudian, ia meraih pundak Cinta dan membimbingnya tidur di pangkuannya.

Dengan lembut, Tia membelai rambut panjang Cinta. 

"Neng, itu cantik, baik, yakin deh, suatu saat nanti Neng pasti ketemu pangeran tampan yang pas untuk Neng," ucap Tia sambil tersenyum meyakinkan.

"Tanpa, Neng kejar tanpa cari-cari perhatian. Neng akan dapat perhatian kok, karena Neng itu udah menarik tanpa melakukan apa pun nek udah terlihat cantik." Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Tia, yang ia sendiri tak mengerti pasti apa artinya. Namun ia hanya berharap Cinta bisa mengerti dan memahami tanpa merasa terluka.

Lama, Cinta diam dalam pangkuan Tia. Hingga Umang pulang, keduanya tersenyum telah duduk bersisian nonton TV, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Dengan sedikit kode, dari Tia, Umang mengerti. Semua telah beres, tinggal bagaimana nanti, biarlah waktu yang akan menjawabnya.

Namun yang terpenting, hubungan sejoli belia itu harus diakhiri dan diawasi. 

****
Beberapa minggu berlalu, sejak insiden itu terjadi, tak ada laporan dari pihak Abah dan Ambu yang mengawasi Gilang. Demikian pula dari Cinta.

Hingga ketika Tia, merapikan kamar Cinta, selembar kertas jatuh dari buku catatan di atas meja. 

Dengan hati berdebar ia membacanya.

masih pagi cinta janganlah dulu berkunjung
aku masih belum sepenuhnya bangun
matahari belum muncul dan malam belum pulang
mimpi masih basah di sini
tunggulah hingga nanti
bunga kuncup, mekar dan siap dipetik
kita memanen bersama

Tia mengembuskan nafas panjang, kemudian meletakan kembali kertas tersebut di atas buku.

"Suatu hari kalian akan mengerti, mengapa semua ini terjadi," ungkap Tia, sebelum pergi meninggalkan kamar Cinta.

Mutia AH
Ruji, April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun