Pecundang menyedihkan. Itulah aku sekarang. Masih terngiang-ngiang pertanyaan Bu Yanti dan kejadian tadi siang sepulang mengajar.
"Ehh, kamu diundang gak ke acara lamaran, Bu Rini?" tanya Bu Yanti sambil tersenyum. Tatapannya matanya berbinar-binar membuatku merasa risih.Â
Berita lamaran Bu Rini tidaklah mengejutkan lagi karena sebelumnya aku telah mendengar berita itu dari Bu Hesti. Namun yang membuatku tak habis pikir, Bu Rini tidak memberi tahu kepadaku. Aku teman sekamar yang setiap hari makan, tidur, bersama.
Aku hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan Bu Yanti, biar saja ia mengartikan sendiri apa arti senyuman ini.
"Mungkin, Bu Rini gak enak hati sama Bu Lina. Jangan diambil hati ya. Percayalah setiap makhluk diciptakan berpasang-pasangan. Nanti juga ada Bu Lina ada gilirannya."
Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengar ucapan Bu Yanti, menahan gemuruh di dada.Â
***
Aku kembali memperhatikan layar komputer beberapa saat untuk kemudian mematikannya setelah sebelumnya menyimpan tulisan di file dokumen.
Di tamanku tumbuh bunga mawar
kini sedang menyembul kuncupnya
kunantikan dengan sabar hati
bilakah kuncup mengembang
ingin hati memetik bunganya
kan kusunting sebagai hiasan
bunga mawar harum dan rupawan
hiasan putri khayangan
oh..bunga mawar
lekaslah mengembang
kuingin memetik dikau
berapa lama kuharus menunggu
tak sabar rasa hatiku
Aku bernyanyi mencoba mengusir sepinya hati. Bukan salah Bu Rini menyembunyikan perihal lamarannya kepadaku. Mungkin benar kata Bu Yanti, Bu Rini tak enak hati kepadaku.Â
Kemarin baru saja cerita tentang kandasnya hubungan percintaanku dengan Reno setelah sekian tahun. Padahal betapa ingin aku menyandang status menjadi seorang istri.