Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hakikat Hujan

20 Februari 2021   00:57 Diperbarui: 20 Februari 2021   01:25 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

langit runtuhkan hujan
kala lelah menopang mendung menggantung
kilat menyambar hingga permukaan tanah
sebelum pecah di antara awan
menggelegar membelah kehidupan

di bawah langit yang basah
di sudut hati yang tabah
meski jatuh berkali-kali
terus menerus tak kenal menyerah

di ujung mata berembun
pandangan mengabur
teringat matan
meninggalkan kenangan dalam genangan

di bilik kamar sunyi
rindu meratapi diri
menyesali waktu tak terhenti
pada detik paling romantik

di jalan-jalan ibukota
jiwa-jiwa meronta
menghardik mencela
penguasa tak becus mengurus
banjir yang terus menerus

di emperan pertokoan
anak-anak telanjang dada menantang masa
dewasa sebelum waktunya
kala lapar akrab seperti tawa dan kelakar

di antara sederet sambutan
air mengalir
mengikuti jejak takdir terukir
maka Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban

Mutia AH

Ruji, 20 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun