Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Catatan Seorang Introver dari Kelas Menulis Bersama KPB dan Khrisna Pabichara

19 Desember 2020   21:10 Diperbarui: 19 Desember 2020   21:20 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar, Ikon grup Menulis Bersama KPB dan Khrisna Pabichara.

Entah ada berapa jumlah manusia bertipe introver di belahan bumi ini? Jika hanya dua tipe introver dan ekstrover  dan pembagiannya seimbang maka itu artinya 50% penduduk muka Bumi ini adalah introver. Namun, demikian aku terkadang merasa sendirian di dunia ini. Bukan karena tak punya siapa-siapa tetapi perasaan itu kerap muncul dan hadir sendiri. Sensasi yang ditimbulkannya pun berbeda. Kadang ada perasaan sepi, malu juga bahagia. Semua tergantung situasi dan kondisi hati.

Karakter introver saya kali ini benar-benar mengganggu konsentrasi. Bukan fokus ke materi kelas, aku justru sibuk dengan perasan malu dan keterasingan di antara anggota Komunitas Puisi Berbalas.

Seribu kali saya mencoba merubah mindset bahwa aku seseorang yang yang supel, ceria dan menyenangkan agar mudah berbaur dengan orang lain di sebuah lingkungan terutama lingkungan baru. Namun lebih sering saya dapatkan kegagalan. Seperti saat ini saya merasa gagal berbaur dengan teman-teman di WAG 'Menulis Bersama KPB dan KP' dan aku hanya bisa menjadi Silent Reader.

Saya memang terlambat masuk grup, karena begitu masuk sudah berada di pertemuan ketiga. Itu artinya saya tidak mengikuti kelas pertama dan kedua. Parahnya itu saya sadari setelah melihat betapa akrab dan hangatnya percakapan sesama anggota. Sementara saya, jangankan untuk memperkenalkan diri untuk menyapa pun tidak punya keberanian. Meskipun demikian saya tak mau ketinggalan kelas. Diam-diam tetap menyimak hingga sesi selesai. Seandainya bisa digambarkan grup itu sebagai ruangan, mungkin aku berada di bangku paling belakang dan paling pojok tentunya.

Saya memang tidak tahu apa-apa dan tak mengerti siapa-siapa. Namun selama   berada di kelas, baru sadar kalau ternyata saya berada di antara para Kompasianer-kompasianer hebat. Nama-nama mereka kerap hilir mudik di time line dengan artikel highlight. Satu catatan saya dapatkan, meskipun mereka telah mahir memainkan pena meraka tetap antusias untuk belajar. Di sini saya merasa tertampar.

Dari awal kelas hingga sesi terakhir sedikit banyak saya mulai memahami bagaimana rules belajar di kelas ini. Materi, penugasan dan tanya jawab.

Kebetulan pertemuan ketiga ini , pokok bahasannya adalah tentang penokohan. Pertama peserta diberikan materi yang berjudul 'Benarkah Tokoh Jahat Dalam Cerita Harus Selalu Jahat.' Belum membaca materinya, baru melihat judulnya saja saya sudah tertarik. Sebab seringkali saya menonton film atau membaca cerita tokoh jahat super jahat dan tokoh baik serupa malaikat. Sepertinya saya sendiri sering tanpa sadar membuat cerita semacam itu.

Baiklah saya lanjutkan dengan sesi pertanyaan di kelas. Jika teman-teman ingin ikut membaca materi penokohan bisa dibaca sendiri di artikel tersebut di Kompasiana ini. Tinggal cari saja di melalui mesin penelusuran, pasti ketemu. Atau follow saja akun Kompasiana milik beliau, Khrisna Pabichara.

Pertanyaan pertama dari pembicara adalah sebagai berikut:
"Apakah yang terlintas di benak Anda tentang makna penokohan? Kemudian, menurut Anda, apa manfaat tokoh dan penokohan dalam cerita?"

Dua detik setelah pertanyaan dilempar jawaban muncul beruntun dari anggota. Sementara saya masih sibuk meraba dan menerka. Meskipun jawaban itu ada aku tak berani menulisnya di sana.

Setelah saya baca lagi materi, ternyata penokohan itu adalah poin penting untuk menentukan keberhasilan dalam sebuah cerita sama seperti halnya plot. Karena tokoh adalah alat bagi pencerita untuk  menyampaikan gagasannya. Jadi apa manfaat dari tokoh dan penokohan itu sendiri?

Menurut saya manfaatnya banyak, salah satunya adalah untuk menguatkan gagasan cerita. Jika kita menciptakan karakter tokoh yang kuat, besar kemungkinan cerita kita pun akan diingat banyak orang. Bahkan pembaca akan jatuh cinta pada tokoh yang kita buat. Seperti halnya tokoh Dilan, Natan, Bela, Edward dll. Tanpa menyebutkan judul buku dan film tersebut sudah tahu kan tokoh-tokoh yang saya sebutkan tadi?

Setelah sesi itu selesai kemudian, Pembicaraan kembali melanjutkan materi yaitu mengenai trik membuat tokoh. Yaitu dengan membuat lembar karakter. Jadi setiap tokoh dibuat detail keterangan mengenai karakternya. Jika ada lima tokoh dalam cerita itu artinya kita membuat lima lembar keterangan tokoh. Hal ini untuk menjaga konsistensi karakter tokoh dalam cerita kita.

Dari sini, saya berkesimpulan bahwa beliau adalah seseorang yang, teliti, ulet dan konsisten. Segala sesuatunya telah diperhitungkan dengan baik.

Beliau pun mengatakan bahwa tidak semua penulis suka membuat kerangka dulu dalam menulis. Langsung eksekusi saat ide lahir di kepala. Hal ini juga yang sering saya lakukan. Namun demikian, sering kali saya menemukan hambatan di tengah jalan. Sebab tiba-tiba, ide melayang entah ke mana. Sementara otak sudah kehabisan energi untuk melanjutkan. Akhirnya naskah mangkrak dalam catatan.

Selanjutnya setelah pemberian materi kedua, beliau juga menyisipkan bedah cerpen milik Ayah Tuah (Matinya Seorang Buruh), Hennie Triana (Panggil Aku Amira) dan Y. Edward Horas (Upil), yang beliau berikan dalam bentuk catatan Pdf.

Sesi terakhir dari kelas ini, beliau kemudian memberi tugas atau pertanyaan untuk anggota, yaitu:

(1) Andaikan teman-teman menulis cerpen, siapa orang terdekat yang ingin Anda jadikan tokoh dalam cerita?

(2) Anggap saja Anda pernah mencipta tokoh dalam cerita. Nah, apa saja yang Anda gambarkan dalam deskripsi terkait tokoh yang Anda ciptakan?

Seperti pertanyaannya pertama, setiap anggota begitu antusias menjawab. Bahkan mereka menggambarkan detail karakter tokoh-tokohnya.

Speechless, beliau begitu hangat menanggapi setiap jawaban dari anggota. Saya yakin, mereka yang mendapat tanggapan dari beliau pasti semangatnya melonjak sampai sembilan puluh persen.

Satu catatan terakhir saya dari kelas ini adalah bahwa benar adanya pepatah yang mengatakan bahwa 'Padi kian berisi kian merunduk.' Itu yang saya lihat dan rasakan dari beliau-beliau para penulis hebat di kelas Menulis Bersama KPB dan KP.

Demikian catatan dari pengalaman saya mengikuti kelas di pertemuan ketiga. Mudah-mudahan pemahaman saya tidak salah kaprah. 

Ruji, 19 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun