Ada beberapa tokoh yang mengungkapkan konsep dari sosialisme Islam. Menurut Sayyid Quthb, tokoh sosialis asal Mesir, sosialisme dan Islam memiliki visualisasi yang berlainan terhadap lingkungan kehidupan umat manusia secara sumber dan nilai, tetapi memiliki kesamaan dalam semangat menegakkan keadilan masyarakat sosial (Asnawiyah, 2013).
Sedangkan H.O.S. Tjokroaminoto berpendapat bahwa sosialisme Islam adalah landasan konsep-konsep sosialisme yang murni berpatok pada ajaran Islam. Menurutnya, terdapat tiga pokok perintah Islam tentang kedermawanan yang amat sesuai dengan dasar sosialisme, antara lain: membangun rasa ikhlas mengorbankan diri, mengutamakan zakat, dan tidak menganggap kemiskinan adalah hinaan (Bainatun, 2017). Hal ini pula sejalan dengan konsep sosialisme Islam a la Mohammad Hatta, yang menyatakan bahwa sosialisme didasarkan pada pemenuhan institusional berlandaskan realitas sosial dan perikemanusiaan.
Fokus utama sosialisme di masa sekarang adalah mengenai perkembangan manusia seperti kualitas kesehatan, merombak tradisi lama akan eksploitasi buruh, menolak perampasan hak-hak masyarakat sipil, dan juga sektor pendidikan (Guerra, 2012). Dengan menimbang fakta di atas, maka sudah jelaslah bahwa sosialisme ada karena sebagai wujud prioritas kehidupan yang layak bagi masyarakat universal.
SOSIALISME ISLAM DALAM PENDIDIKAN MADRASAH
Sosialisme memanglah identik dengan kegiatan ekonomi suatu negara, mengingat asal lahirnya dilandasi oleh penyelewengan hak milik alat-alat produksi oleh kaum borjuis atas kaum proletar. Namun, memandang dari prinsipnya, sosialisme sesungguhnya sangat bisa untuk diterapkan ke dalam sistem pendidikan.
Sebelumnya, pendidikan juga mendapat akibat dari diagungkannya ideologi kapitalisme di dunia. Pendidikan yang dimaksudkan mendidik manusia, justru diselewengkan oleh kaum borjuis untuk mempertahankan kelas-kelas sosial yang telah mereka ciptakan. Akibatnya, sekolah-sekolah elite dan sekolah biasa bermunculan sebagai pembeda antara kelas kaum borjuis dan kaum proletariat.
Sebagai tanggapan dari fenomena inilah maka muncullah gerakan pendidikan antikapitalis sebagai kritik atas masyarakat kapitalis, yang memaksa agar memutus formasi pendidikan dan pelatihan yang dikotak-kotakkan menurut kelas sosial (Rikowski, 2004). Masyarakat proletariat amat berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan masyarakat borjuis, dan pada dasarnya, pendidikan adalah untuk semua orang dari golongan mana pun.
Kekuatan atas sistem pendidikan sosialis mengingatkan kita akan slogan pemerintah Kuba pada tahun 1959 dalam rangka memberantas buta huruf: “Jika kamu mengetahui, maka ajarkan; dan jika kamu tidak mengetahui, maka belajarlah” (Peterson, 1975). Hal yang sama juga terjadi ketika Indonesia menggalakkan program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) pada tahun 1948 yang dicanangkan oleh presiden Ir. Soekarno sendiri. Pernyataan ini sesuai dengan konstitusi negara bahwa “pendidikan adalah hak setiap warga negara”, yang selaras dengan prinsip sosialisme Indonesia yang identik dengan sosialisme religius (Islam).
Dalam pendidikan madrasah di Indonesia, prinsip-prinsip sosialisme juga turut diaplikasikan. Berikut merupakan beberapa bukti nyata dari penerapan sosialisme Islam:
- Penggunaan seragam yang sama bagi masing-masing murid laki-laki dan murid perempuan;
- Perombakan perilaku anak menuju akhlakul karimah yang bernapaskan Islam;
- Setiap siswa mendapatkan materi pembelajaran yang sama;
- Anak dididik untuk peduli dan tidak memalingkan muka dari teman sejawatnya;
- Anak akan memiliki pemikiran yang independen;
- Memunculkan rasa patriotis dan cinta negara.
PENUTUP