Namun, tidak semua anak bangsa dapat mengenyam pendidikan dengan baik. Salah satu hal yang menjadi faktornya adalah fasilitas yang kurang memadai baik intern maupun ekstern. Mari kita intip bagaimana kondisi pendidikan di Dusun Kurandak yang masih jauh dari kata standar. Bagaimana perjuangan anak-anak penerus bangsa ini mendapatkan ilmu pengetahuan.
Untuk dapat sampai kesekolah kami mesti menempuh perjalanan sejauh 3 km dengan berjalan kaki sebab tidak ada akses kendaraan yang dapat digunakan. Jika hujan turun jalan-jalan berubah menjadi kubangan kolam kecil dan berlumpur. Membuat perjalanan kesekolah semakin sulit dan butuh waktu yang lebih lama. Sepanjang jalan hanya dihiasi oleh rawa, hutan dan sawah warga. Tidak ada satu hunian rumah yang ada. Bahkan tidak jarang saat hendak pergi atau pulang dari sekolah banyak hewan-hewan liar yang melintas.
Di Desa ini hanya ada satu sekolah dasar yaitu MIS Al-Ittihadiyah. Sehingga setiap anak-anak yang akan lanjut kejenjang berikutnya harus menyebrang ke desa sebelah menggunakan jalur air dapat juga menggunakan jalur darat yang memakan waktu cukup lama. Kondisi sekolah ini sungguh sangat memprihatinkan, atap sekolah yang bocor, ruang kelas yang belum memadai, fasilitas yang belum mendukung dan bangunan sekolah yang belum layak digunakan. Semangat belajar anak-anak di desa ini juga masih rendah sebab jauhnya jarak tempat tinggal dengan lokasi sekolah. Membuat beberapa anak enggan untuk berangkat menuntut ilmu sehingga banyak dari mereka yang tidak melanjutkan sekolah dasar atau kejenjang selanjutnya dan lebih memilih bekerja sebagai nelayan.
Melihat kondisi seperti ini maka kami rutin meng-agendakan untuk berkunjung ke dusun ini untuk menumbuhkan semangat belajar dan berusaha semaksimal mungkin mentransfer ilmu yang tidak seberapa  kepada anak-anak yang tidak mereka dapatkan disekolah.
Cita dan HarapanÂ
Malam ini hujan turun dengan syahdunya, percikan air yang turun beriringan begitu menenangkan, menguarkan aroma tanah yang membuat damai. Kami berkumpul dirumah bapak Jeni. Lelaki paruh baya yang senantiasa melebarkan pintu rumahnya bagi siapapun yang berkunjung tanpa peduli ras dan agama. Beliau pula yang menjadi orang tua asuh selama kami mengabdi atau berkunjung kesini.
Malam ini hanya diisi dengan gurauan dan saling bertukar cerita. Mencapai klimkas obrolan malam, ini bapak Jeni menyampaikan dengan nada lirih dan bergetar ungkapan terima kasih nya, suasana seketika berubah menjadi haru. Senyap dan sepi, kami saling berangkulan dan juga turut mengucapkan beribu ungkapan syukur sebab kedatangan kami diterima dengan baik dan dengan tangan terbuka.
"Terima kasih anak-anak bapak atas kedatangan dan keikhlasannya untuk berbagi disini. Harapan bapak dan kami disini semoga kalian tidak pernah bosan untuk kembali lagi ke kampung kecil ini. Bersyukur rasanya mengenal dan mempunyai anak-anak berjiwa besar seperti kalian" ~Bapak Jeni~
Desa dengan pesona keramahan dan kesederhanaannya ini membuat siapapun yang berkunjung enggan untuk kembali. Itulah yang kami rasakan pula. Masih ingin rasanya berada di dusun ini sedikit lebih lama dan berkontribusi lebih bagi masyarakat didusun ini.
Perjalanan kali ini memberi makna mendalam kepada saya, bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri. Banyak diluar sana yang melangitkan do'a mengharapkan uluran tangan, menunggu orang-orang pilihan-Nya untuk saling berbagi dan membantu sesama. Bukankah kita akan menjadi insan  yang serakah jika hanya memperkaya diri tanpa memperdulikan dan memikirkan bagaimana saudara-saudari kita diluar sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H