Perkembangan teknologi informasi telah membawa dampak yang besar dalam tatanan sosial, terutama dalam dunia dakwah. Munculnya berbagai platform media sosial dan internet telah membuka peluang baru bagi umat Islam untuk menyebarkan dakwah. Dakwah virtual atau dakwah yang dilakukan melalui media sosial seperti Instagram Facebook, Twitter, YouTube, WhatsApp, Web dan lainnya semakin populer dan dianggap sebagai bentuk jihad di era modern.
Konsep jihad sering diidentikkan dengan peperangan fisik. Namun, dalam Islam, jihad mempunyai arti yang lebih luas, yaitu segala upaya untuk menegakkan agama Allah. Jihad bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dakwah, amar makruf nahi mungkar, dan perjuangan melawan hawa nafsu. Jihad melalui dakwah virtual menjadi salah satu bentuk jihad yang paling efektif untuk menjangkau masyarakat luas, terutama generasi muda yang sangat akrab dengan teknologi. Namun, di balik itu dakwah virtual juga dapat menimbulkan tantangan serius, yaitu potensi penyalahgunaan untuk menyebarkan paham radikalisme.
Jihad secara bahasa bermakna "berjuang" atau "berusaha" untuk mencapai tujuan yang baik. Secara istilah,  jihad berarti berjuang untuk kepentingan Allah SWT dan untuk memperkuat agama Islam. Jihad juga bisa diartikan seorang muslim yang bersungguh-sungguh dalam menggapai sesuatu yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Jihad dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti jihad melalui pengorbanan harta, jihad melalui pengorbanan jiwa, dan jihad melalui dakwah dan pengembangan diri.
Sejarah jihad dalam Islam dimulai saat awal agama Islam berkembang di Mekkah dan Madinah pada abad ke-7 Masehi. Islam, sebagai agama minoritas pada masa itu, dihadapkan dengan banyak tantangan dan peradaban dari masyarakat sekitar. Dalam situasi seperti itu, Rasulullah dan para sahabatnya melakukan jihad melalui pengorbanan harta dan jiwa untuk memperkuat agama Islam dan melindungi diri dari bahaya yang datang dari musuh-musuhnya.
Jihad mengalami perkembangan dan perubahan bentuk yang lebih luas setelah Islam menyebar ke seluruh Arab dan beberapa negara di dunia.Â
Pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, jihad sering dilakukan dalam bentuk peperangan dan penaklukan wilayah baru untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam. Namun, ada juga bentuk jihad yang dilakukan melalui dakwah dan penyebaran ajaran Islam ke wilayah yang belum dikenal dengan cara yang damai dan santun.
Dakwah virtual di zaman sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, yaitu dengan menggunakan media sosial untuk menyebarkan ajaran Islam. Bisa dengan membuat akun media sosial dan membagikan konten-konten yang berkaitan dengan ajaran Islam, seperti konten tentang orang yang sedang bersholawat, sejarah kisah nabi, aktivitas-aktivitas anak muda yang berhijrah. Selain itu, dengan menulis artikel, membuat blog atau situs web untuk menyebarkan ajaran Islam. Generasi pertama pendakwah di media sosial di antaranya yaitu ustaz Hanan Attaki, Ustaz Abdul Somad, Adi Hidayat, dan Khalid Basalamah. Belakangan bermunculan pendakwah yang tidak kalah tenarnya, seperti Gus Miftah, Gus Baha, dan Gus Muwafiq. Tidak hanya pendakwah saja yang mewarnai arena dakwah di media sosial, namun juga diikuti oleh banyak akun dakwah yang tak kalah menarik untuk dicermati.
Kelebihan Dakwah VirtualÂ
Dakwah virtual memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan dakwah konvensional atau dakwah secara langsung. Pertama, dakwah virtual dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih cepat. Media online bisa menyebarkan ajaran Islam ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Kedua, dakwah virtual lebih efektif dalam mempengaruhi masyarakat. Dakwah virtual memungkinkan penggunaan berbagai media kreatif, seperti video, infografis, konten, dan animasi, untuk menyampaikan pesan agama dengan lebih menarik sehingga mudah untuk dipahami. Ketiga, sebagian orang tengah sibuk oleh pekerjaan mereka, mungkin tidak ada waktu untuk pergi ke majelis ilmu dan tempat belajar lainnya. Dengan menonton video dakwah di medsos bisa menjadi alternatif dan solusi bagi masyarakat yang ingin terus belajar Islam di tengah rutinitas dan aktivitasnya.
Tantangan Dakwah VirtualÂ
Namun dakwah virtual juga memiliki tantangan. Pertama, kemudahan akses internet membuat informasi yang tidak akurat atau hoaks mudah menyebar dengan cepat. Hal ini dapat merusak kredibilitas dakwah dan menyesatkan umat. Kedua, Interaksi melalui media sosial tidak dapat sepenuhnya menggantikan interaksi secara langsung yang lebih personal. Ketiga merebaknya ustaz yang tidak kompeten. Oleh sebab itu, umat kesulitan untuk membedakan mana yang bener-benar ustaz dan mana ustaz yang asal-asalan. Peristiwa tersebut dapat meruntuhkan sanad atau hierarki keilmuan. Selain itu, perkembangan teknologi membuka ruang bagi penyebaran ideologi radikal.
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menggunakan kekerasan atau cara drastis untuk mencapai tujuan, memecahkan masalah, atau menyikapi perbedaan. Media sosial menjadi sarana efektif bagi kelompok ekstremis untuk merekrut anggota dan menyebarkan propaganda. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk memahami konsep jihad yang benar dan tidak membenarkan radikalisme dan tindakan kekerasan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Fenomena ini menuntut umat Islam untuk tidak hanya aktif berdakwah tetapi juga melawan narasi negatif yang merusak citra Islam. Jihad dalam konteks ini mencakup upaya melawan radikalisasi dengan konten positif dan edukatif.
Strategi Untuk Mengatasi RadikalismeÂ
1. Literasi Digital : Masyarakat perlu dilatih untuk memahami dan menganalisis informasi secara kritis, sehingga dapat membedakan antara fakta dan hoaks.
2. Pendidikan Islam : Mengajarkan pemahaman yang benar tentang jihad sebagai upaya memperbaiki diri dan membangun masyarakat. Mengajarkan nilai toleransi, persaudaraan, menghormati perbedaan. Serta membentuk generasi yang memiliki sikap moderat dan menghargai kehidupan multikultural.
3. Dialog Antar Umat Beragama: Mendorong interaksi antar agama dalam lingkungan pendidikan, melalui kunjungan ke tempat-tempat ibadah atau dialog antar umat beragama. Pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam menjadi dasar penting dalam pendidikan Islam yang bertujuan melawan radikalisme dan mengembangkan ekstremisme.
4. Membuat Konten Positif : Menghasilkan konten yang menggugah semangat toleransi dan kedamaian konten dapat mengisi ruang digital yang sering kali dipenuhi oleh narasi negatif.
5. Kolaborasi Komunitas : Lembaga pendidikan Islam dapat menjalin kerja sama dengan masjid, pesantren, organisasi masyarakat, dan tokoh agama untuk menyelenggarakan program-program pendidikan dan kegiatan yang mendorong nilai-nilai moderasi, toleransi, dan pencegahan radikalisme.
6. Penegakan Hukum: Menindak tegas pelaku tindak pidana terorisme sesuai dengan hukum yang berlaku. Serta memberikan program rehabilitasi bagi narapidana terorisme untuk mengubah pola pikir mereka.
Dalam agama Islam, jihad merupakan suatu konsep yang penting dan memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Jihad berarti berjuang untuk kepentingan Allah SWT. Jihad dapat dilakukan dalam berbagai cara, dengan melalui pengorbanan harta maupun jiwa, peperangan dalam konteks defensif, dakwah secara langsung atau dakwah virtual. Namun, jihad tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menyebarkan radikalisme, melakukan kekerasan dan terorisme, karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menjaga sikap bertoleransi, perdamaian, dan persaudaraan antar umat. Maka dari itu, sebagai umat Muslim penting untuk memahami konsep jihad dengan benar dan memperjuangkan tujuan baik dengan beberapa cara yang damai dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H