Keluarga terutama orang tua adalah pilar utama yang berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Watak, emosi, mental dan perkembangan fisik anak ditentukan dari bagaimana peran ayah dan ibunya dalam pengasuhan dan pendidikan anaknya. Pola asuh orang tua berdampak besar pada kesehatan mental anak (Ersami & wardana, 2023). Orang tua menjadi sumber dukungan pertama untuk anak menjadi mandiri dan menjalani kehidupan yang sehat dan sukses,Pengalaman hidup yang penuh tekanan pastinya dapat membuat segalanya lebih menantang. Misalnya masalah finansial maupun masalah pekerjaan, keduanya bisa berdampak negatif pada kesehatan mental.
Toxic parenting merupakan salah satu jenis pola asuh di mana orangtua selalu menginginkan keinginan dan kemauannya dituruti oleh anak tanpa memikirkan perasaan serta kurang menghargai hak berpendapat pada anak. Bahkan, tidak jarang toxic parents melakukan kekerasan verbal pada anak dengan mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diterima oleh anak.Â
Beberapa tanda-tanda yang khas dari pola asuh toxic parenting yaitu:
Pertama, Egois dan Memikirkan Perasaan Orang Tua Saja
(Tentunya yang dilakukan orangtua untuk anak merupakan hal yang terbaik. Namun, perhatikan lagi hasil yang dirasakan dari setiap keputusan yang diambil orangtua untuk anaknya. Apakah anak bahagia dan puas dengan hasil keputusan orang tua? Dengan bersikap egois, orangtua tidak dapat memenuhi kebutuhan emosional dan tidak peduli dengan apa yang dibutuhkan oleh anak).
Kedua, Sering Lakukan Pelecehan Fisik dan Verbal
(Tanda lain dari toxic parenting adalah sering melakukan pelecehan, baik fisik maupun verbal. Pelecehan tersebut dapat berupa teriakan, pukulan, maupun ancaman. Tidak hanya itu, pelecehan verbal juga dapat dilakukan toxic parents dengan menggunakan panggilan yang tidak pantas, mengalihkan kesalahan pada anak, atau mengambil suatu tindakan secara diam-diam).
Ketiga, Mengontrol dengan Sangat Ketat
(Apakah segala tindakan anak berada dibawah keputusan orangtua? Sebenarnya hal yang sangat baik jika orang tua mengontrol atau memantau anaknya namun, terlalu mengontrol kegiatan anak menjadi salah satu tanda melakukan pola asuh toxic parenting. Sebaiknya anak dan orangtua dapat membuat kesepakatan tentang hal ini, jika anak sudah sepakat dan diberi kepercayaan namun ia melanggarnya, pastikan ia tahu kalau mulai sekarang kita sebagai orangtua akan mengawasinya. Hal ini wajar karena ia yang melanggar kesepakatan. Privasi sebaiknya jadi privilege bagi kedua pihak, jika kita yang melanggar kita yang kehilangan rasa percaya anak dan ketika anak yang melanggar, ia akan kehilangan privasinya. Pastikan ia paham tentang hal ini berikan anak kepercayaan dan hargai setiap keputusan yang diambil).
Toxic parenting dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental pada anak dan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya. Anak dengan toxic parenting sering merasa stres, cemas, dihantui rasa bersalah, tidak percaya diri bahkan ada yang mengalami depresi (Almerekhi, dkk, 2022).
Tidak sampai disitu, pola asuh toxic parenting juga banyak mempengaruhi kondisi anak, seperti hubungan orangtua dan anak yang menjadi kurang baik. Biasanya, anak-anak dengan toxic parents akan melakukan pembatasan antara diri sendiri dan orang tua kemudian komunikasi anak dan orangtua tidak akan berjalan dengan baik dan seringkali terjadi pertengkaran antara orang tua dengan anak.
Fatalnya anak yang mengalami hal ini dapat memicu terjadinya harga diri rendah yaitu evaluasi diri negatif yang dikaitkan dengan perasaan lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak lengkap, tidak berharga, dan tidak memadai. Hal tersebut dapat berkembang hingga anak menginjak usia remaja yang akan berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan perkembangan usia nya nanti hingga dewasa, terutama karena masa remaja merupakan tahap transisi untuk membangun identitas diri.
Seorang anak atau remaja dengan harga diri rendah biasanya akan berperilaku curang atau berbohong dalam beberapa situasi, menjadi orang yang suka memerintah sebagai cara menyembunyikan perasaan tidak mampu serta frustasinya. Dalam beberapa situasi anak juga dapat mengalami perubahan suasana hati yang cepat sekali berubah mulai dari tangisan hingga ledakan kemarahan yang mana hal ini membuat anak menjadi terlalu peduli atau sensitif terhadap pendapat orang lain tentang mereka hingga membuat anak menarik diri secara sosial. Bahkan anak dapat merasa tidak pernah didengar atau dihargai oleh orang tua yang membuatnya menjadi gampang terpengaruh oleh pengaruh negatif mulai dari teman sebaya atau lingkungan sekitar yang berinteraksi secara negatif.
Penelitian Masselink dkk. (2018) menunjukkan bahwa harga diri rendah pada masa remaja awal dapat memprediksi gejala depresi pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Harga diri yang rendah juga dapat menyebabkan rendahnya  kepercayaan diri, sehingga membuat remaja lebih rentan untuk mengalami kecemasan. Remaja berpotensi melakukan tindakan penyalahgunaan zat sebagai mekanisme penyelesaian masalah.
Rendahnya harga diri pada saat anak memasuki masa remaja juga dapat membuat mereka tidak termotivasi untuk mendorong diri dalam bidang akademik, biasanya anak atau remaja yang mengalami harga diri rendah sering kali menghindari tugas atau tantangan tanpa berusaha sehingga berpotensi mengalami kesulitan dan memiliki pandangan yang rendah tentang masa depan yang akan berdampak buruk untuk perkembangan masa dewasa nya.
Pola asuh yang dapat dilakukan oleh orang tua agar terhindar dari toxic parenting dapat dimulai dengan hal kecil seperti mulai membangun empati dengan anak menggunakan komunikasi yang baik, menghargai usaha anak saat melakukan sesuatu, tidak mudah menyalahkan anak hingga hindari pertengkaran di depan anak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI