2. Perlindungan Hukum Bagi Investor Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan OJK terhadap konsumen bersifat pencegahan atau preventif dan pemberian sanksi atau represif, mengingat bahwa tugas OJK adalah menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Pasal 28 UU OJK memberikan perlindungan hukum bersifat pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat yang dilakukan oleh OJK adalah: 1). memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; 2). meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan 3). tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Khusus Pasal 29 UU OJK menyatakan, bahwa OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi; a). menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; b). membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; c). memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif adalah jika terjadi sengketa antara konsumen dengan perusahaan industri jasa keuangan, maka OJK berwenang melakukan pembelaan hukum demi kepentingan konsumen dan masyarakat.
3. Sanksi Hukum Pelanggaran Peraturan Pasar Modal
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 menetapkan sanksi hukum tehadap pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan, berupa sanksi administratif, pidana dan perdata. Sebagai contoh dapat dilihat sanksi administratif berupa denda yang diterapkan Bapepam kepada pelaku insider trading dalam kasus Bank Mashill Utama.
Apabila sanksi pidana diterapkan bagi pelaku perbuatan yang menyesatkan dalam pasar modal, maka akan timbul masalah pembuktian bahwa pelaku tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang menyesatkan. Oleh karena menurut Pasal 382 bis KUHP, yang mengatur perbuatan menipu untuk menyesatkan seseorang atau orang banyak, dimana salah satu unsurnya adalah si pelaku harus dibuktikan melekukan perbuatan menipu.
Diantara sanksi hukum diatas, penerapan sanksi hukum perdata berkembang. Alasan penerapan sanksi hukum perdata berkaitan dengan pendapat Barry A.K Rider yang menekankan, bahwa penerapan hukum perdata (civil enforcement) memiliki potensi yang lebih besar untuk diberlakukan secara internasional.
Kesimpulan
Perlindungan hukum investor adalah keharusan diterapkannya prinsip full and fair disclosure atau transparansi. Prinsip keterbukaan full disclosure (pengungkapan penuh) merupakan pengungkapan data perusahaan secara lengkap dan menyeluruh menyangkut data keuangan, pengurus dan sebagainya dengan tujuan agar diketahui secara luas oleh masyarakat umum. Tindakan ini diperlukan sebagai upaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat untuk menilai sekuritas yang di terbitkan dan dijual oleh perusahaan yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah memberikan perlindungan untuk investor dalam melakukan transaksi di pasar modal. Bentuk perlindungan yang diberikan dengan adanya lembaga pengawas dalam kegiatan pasar modal yakni Bapepan-LK telah diganti dengan OJK serta melalui prinsip keterbukaan informasi. Jika peraturan tersebut dilanggar maka akan dikenakan sanksi berupa sanksi administratif, pidana dan perdata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H