Mohon tunggu...
Dodi Muthofar Hadi
Dodi Muthofar Hadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manjadda Wajadda

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus puluhan bahkan ribuan kepala"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Menuju Singgasana Khalifah Panatagama Di Mataram

16 November 2018   17:36 Diperbarui: 17 November 2018   10:08 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini singgasananya Sultan? mulai saya bertanya, dan dijawab anggukan oleh bapak juru kunci. Hanya berupa batu seperti ini ya, sambil lamunan saya kembali ke buku yang pernah saya baca tentang soannya Ki Ageng Mangir ke Mataram.

Kemudian saya lihat di bagian depan singgasana ada bagian yang berlekuk atau dekok. Saya bertanya ini bekas........ bapak juru kunci menjawab itu bekas kepala Ki Ageng Mangir.

Saya mengelus bagian itu, lekuknya halus sebesar jidad kepala. Ya saya tahu ceritanya, kalau bekasnya saja seperti ini berarti Ki Ageng Mangir benar-benar sakti. Dan Panembahan Senopati juga sakti, keduanya sama-sama sakti, saya katakan ke juru kunci.

Kemudian juru kunci bercerita panjang lebar tentang kesaktian Panembahan Senopati dan juga putranya Sultan Hanyokrowati. Dan batu yang ada di depan itu adalah mainan waktu kecil Sultan Hanyokrowati. Batunya sebesar bola basket, buat mainan, subhanallah, baarokallah. Dan lain sebagainya beliau ceritakan, termasuk hubungannya dengan Nyi Roro Kidul.

Saya bertanya banyak hal juga termasuk batu yang ada didepan pintu, juga gambaran kratonnya, luasnya. Hingga diceritakan oleh bapak juru kunci sampai perpindahannya ke Kraton Pleret bahkan dijelaskan sampai terjadinya perjanjian giyanti.

Setelah merasa cukup kemudian kami ke luar singgasana, sambil saya berbisik BAGAIMANA KELANJUTAN KESULTANAN YOGYA? sepertinya bapak juru kunci belum mendengar dengan jelas. Kemudian saya berkata lagi Sultan HB X tidak punya putra laki-laki, siapa yang akan menggantikannya?

Bapak juru kunci menjawab, tidak mungkin jika Sultannya perempuan. Sultan HB X juga bukan putra dari permaisuri. Bisa jadi menunjuk saudara laki-lakinya. Tapi menurut perjanjian Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring tahta akan bergantian dari kedua keturunan, setelah IX (sembilan) kali tahta diduduki dari keturunan Ki Ageng Pemanahan. Ooo begitu, lantas siapa keturunan Ki Ageng Giring yang yang sudah disiapkan? Beliau menjawab tidak tahu. Dan kamipun hanya bisa saling tersenyum kemudian saya ijin pamit.

Kraton Kasultanan Mataram yang berpusat di Kota Gedhe dengan singgasananya itu dulunya luas. Semua berubah semenjak perpindahan pusat keraton ke Pleret pada masa Sultan Agung Hanyokrokusuma. Dari Pleret beliau pernah menyerang Belanda yang menduduki kota Sunda Kelapa/Jayakarta/Batavia (sekarang bernama Jakarta). Sultan mengalami kekalahan dan kerajaan pada kepemimpinan selanjutnya semakin lemah.

Bahkan isi kerajaan Mataram yang ada di Pleret hampir semuanya dibawa/dirampas oleh Belanda. Hingga Kasultanan Mataram dipecah oleh Belanda menjadi 2 kerajaan yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Jazakumullah khoiron katsiron bapak-bapak juru kunci atas ilmu sejarahnya. Semoga Allah swt menambah kebaikan kepada keluarga panjenengan. Baarokallah fikum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun