Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan
kepada Desa. Pada tahun 2018, Pemerintah Pusat telah menganggarkan sebesar Rp. 60 triliun, realisasi dana desa yang telah dikucurkan mencapai Rp. 59,86 triliun atau 98,77%. Pada tahun 2019, Dana Desa meningkat menjadi sebesar Rp. 70 triliun, dan di tahun 2020 kembali meningkat menjadi Rp. 72 triliun. Dana desa tersebut ditransfer ke 434 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di 33 provinsi, dengan jumlah desa mencapai 74 ribu desa. Itupun belum termasuk dana-dana lainnya yang mengalir ke desa baik berupa alokasi dana desa, bantuan keuangan, dana bagi hasil ataupun bantuan lainnya (hibah) untuk pembangunan perdesaan. Apabila dilihat dari rata-rata dana desa yang diterima per desa selama tiga tahun terakhir menunjukkan trend peningkatan. Tahun 2018 setiap desa mendapatkan rata-rata alokasi dana desa sebesar Rp. 800,4juta, tahun 2019 sebesar Rp. 933,9 juta, dan tahun 2020 sebesar Rp. 960,6 juta (Sumarto, 2020).
Walaupun ada banyak manfaat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa di masyarakat ada dana desa yang berimplikasi beragam. Pada tahun pertama penerimaan dana desa yang diajukan tidak memenuhi prinsip pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Selain itu aparat desa masih banyak yang kebingungan dalam pengelolaan dana desa dikarenakan kurangnya pemahaman penerapan akuntansi desa (Widagdo et al., 2016). Hal tersebut berakibat keterlambatan dalam pelaporan pengelolaan dana desa yang berimplikasi pada keterlambatan pengambilan dan pencairan dana desa pada tahun berikutnya (Yuhertiana et al., 2016). Hal tersebut berarti bahwa kinerja aparat desa dalam hal tata kelola keuangan desa perlu ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengembangkan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES). Seluruh program desa yang dirancang dalam APBDes dimasukkan dan dikunci dalam aplikasi Siskaudes. Pencairan anggaran pun tak bisa serentak dan mesti ada kesesuaian dengan rencana kerja yang telah dientri dalam Siskaudes. Dengan metode tersebut, administrasi pengelolaan keuangan, pertanggungjawaban laporan, dan aspek administratif lainnya diharapkan bisa lebih rapi dan terpantau. Kalau dilihat dari sisi kinerja aparat desa dalam menyelesaiakan tugas pengelola keuangan, ketertiban administrasi dan pertanggung jawaban akan menunjukkan bahwa aparat desa mempunyai kinerja yang baik.
Kabupaten Boyolali adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan, 6 kelurahan, dan 261 desa. Di kabupaten Boyolali penerapkan Sistem Tatakelola Keuangan Desa (Siskeudes) dimulai tahun 2017. Telah dilakukan pengembangan Siskeudes Ver. 2.0.3 yang mengakomodir pengelolaan keuangan desa masa pandemi Covid-19, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengukur ketercapaian manfaat Siskeudes dalam meningkatkan kinerja aparat desa dalam hal pengelolaan keuangan desa. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris adatidaknya hubungan faktor kesesuaian teknologi terhadap tugas (task technology fit) yang mempengaruhi penggunaan (utilization) dan dampak terhadap kinerja individu (individual performance) dalam menggunakan teknologi informasi. Task Technology Fit (TTF) memberikan gambaran yang lebih akurat mengenahi hubungan antara teknologi, tugastugas pengguna, dan hubungan kemanfaatan dengan perubahan kinerja (Goodhue & Thompson, 1995). Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan model teknologi tugas yang sesuai dengan teknologi Siskeudes ver. 2.0.3 untuk menilai bagaimana karakteristik sistem informasi di Siskeudes dapat meningkatkan kinerja perangkat desa.
Sistem Tatakelola Keuangan Desa (Siskeudes)Â
Pengertian Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa dapat dilaksanakan dengan baik tentunya harus didukung diantaranya oleh sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas serta sistem dan prosedur keuangan yang memadai (BPKP, 2015).
Beberapa penelitian pengelolaan keuangan di desa telah dilakukan. Terkait penerapan good governance di tingkat pemerintah desa, ketidakjelasan informasi keuangan dapat menyebabkan ketakutan terlibat kasus karupsi (Yuhertiana et al., 2016). Penerapan sistem akuntansi pengelolaan dana desa dapat mengatasi permasalahan terkait dana desa. Penggunaan sistem informasi akuntansi dana desa dapat meningkatkan akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi. Namun permasalahan yang timbul adalah rendahnya pengetahuan dari kepala desa dan aparat desa terkait pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri No. 113 tahun 2014 dan penggunaan teknologi informasi (Widagdo et al., 2016).
Dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengembangkan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Tujuannya adalah agar pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yaitu bisa lebih bersih, tertib, efektif dan efisien serta terwujudnya pengelolangan keuangan desa yang transparan, akuntabel partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran (BPKP, 2018). Pada masa pandemi Covid-19 Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2021 perubahan atas PMK 222 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Desa yang berfokus pada penanganan pandemi Covid-19. Pada November 2020 diluncurkan aplikasi Siskeudes versi. 2.0.3. Aplikasi Siskeudes R.2.0.3 terdapat fasilitasi yang diperlukan terkait pengelolaan keuangan desa di masa pandemi Covid-19, antara lain fleksibilitas perubahan APBDesa lebih dari satu kali dalam Siskeudes, penyiapan menu laporan pelaksanaan Belanja Tak Terduga (BTT), penyiapan laporan penyerapan BTL-DD (BPKP, 2020).
Evaluasi Penerapan Sistem InformasiÂ
Penerapan dan pengembangan IT merupakan satu proses dimana sistem yang dibangun tidak bisa langsung sempurna tetapi di bangun secara bertahap dan diperbaiki agar memenuhi harapan pelayanan (Mayowan, 2016). Dalam siklus pengembangan sistem informasi, setelah sistem informasi diterapkan maka perlu dilakukan proses perawatan (maintenance) Adapun kegiatannya dapat berupa perbaikan, perubahan maupun pengembangan setelah aplikasi diimplementasikan (Permatasari, 2017). Sebelum proses perawatan tentunya diperlukan evaluasi untuk mengukur kesuksesan penerapan sistem tersebut. Hasil evaluasi penerapan sistem informasi dapat digunakan sebagai dasar perbaikan dan pengembangan sistem agar tujuan penggunaan sistem dapat tercapai secara efektif.
Salah satu tujuan penggunaan sistem informasi adalah peningkatan kinerja karyawan, dalam hal penerapan Siskeudes adalah peningkatan kinerja aparat desa. Menurut Sedarmayanti kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya (Sedarmayanti, 2020). Karyawan yang memiliki kinerja yang baik akan berdampak besar terhadap kinerja perusahaan. Kinerja karyawan yang baik ditandai dengan kemampuan karyawan menyelesaikan tugas tepat waktu dan dapat mencapai setiap target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebut memiliki persamaan dengan pengertian kinerja sebagai sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan atau sebagai perpaduan dari hasil kerja (sesuatu yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana cara mencapainya) (Sedarmayanti, 2020).
Task Technology FitÂ
Task Technology-fit merupakan salah satu model yang banyak digunakan dalam kaitannya dengan penelitian di bidang sistem informasi yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara sistem, kebutuhan tugas dan kebutuhan pengguna (D'Ambra et al., 2013). Task Technology Fit (TTF) adalah tingkat dimana teknologi membantu individu dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Model kesesuaian penugasan teknologi Goodhue & Thompson pertama kali didasarkan pada gagasan bahwa ketika karakteristik tugas dan karakteristik pengguna sistem informasi terintegrasi dengan baik maka penggunaan sistem dan kinerja pengguna akan lebih baik. Kesesuaian tugas teknologi adalah persepsi pengguna terhadap sistem dan layanan yang mereka gunakan berdasarkan kebutuhan tugas pribadi mereka (Shahreki & Nakanishi, 2016). Secara lebih spesifik, TTF merupakan penyesuaian antara kebutuhan akan tugas-tugas, kemampuan individu, dan fungsi teknologi. TTF bertujuan untuk menjelaskan tingkat dimana suatu teknologi mendukung individu dalam upaya melakukan atau melaksanakan suatu tugas. Dalam konteks ini dampak kinerja berkaitan dengan pencapaian dari tugas-tugas yang dilakukan oleh individu yang didukung dengan teknologi (Goodhue & Thompson, 1995).
Penelitian Terkait
Beberapa penelitian menggunakan model TTF menunjukan bahwa bahwa Karakteristik Tugas, Karakteristik TI berpengaruh signifikan terhadap Task Technology Fit Task related factors berhubungan positif dengan TTF (Dhany et al., 2020). Pada penelitian yang dilakukan (Dhany et al., 2020) menyimpulkan bahwa Industrial and Financial System dalam perusahaan dapat dijadikan sebagai creative system yang dapat meningkatkan kinerja dan kreativitas karyawan dalam hal kognitif. Pada penelitian yang dilakukan (Maulina & Siti Astuti, 2015) menunjukkan bahwa Karakteristik Tugas dan Karakteristik TI tidak berpengaruh langsung terhadap Kinerja Individual karyawan, namun pengaruh dari ketiganya akan signifikan terhadap kinerja jika melalui Task Technology Fit. Pada penelitian (Tam & Oliveira, 2016) menunjukkan bahwa penggunaan, kepuasan pengguna, dan efek moderasi TTF memberikan lebih banyak kekuatan prediktif untuk kinerja individu m-banking, yang merupakan aspek penting untuk mempertahankan pengguna m-banking.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H