Mohon tunggu...
Mimi Muthiatillah
Mimi Muthiatillah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hidup tanpa mengeluh itu indah\r\nmensyukuri segala kekurangan adalah nikmat yang luar biasa\r\nmuthiahmimi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan Saya Allah

5 Januari 2016   11:26 Diperbarui: 5 Januari 2016   11:41 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ bu, lagunya salah” ucap Fini, saat aku mengajarkan lagi ‘topi saya’

Aku berjongkok menatap lekat wajahnya, Fini sepertinya akan melanjutkan ucapannya.

“Fini diajarin lagu itu tapi bukan begitu nyanyinya” aku tak faham maksudnya. Teman-temannya yang lain masih terus bernyanyi riang, menyanyikan lagu apa saja yang mereka bisa dan mereka hafal.

Anak ini istimewa, selalu mengejutkan, selalu menghadirkan sesuatu yang berbeda. Kali ini aku menduga seperti biasa dan menunggu ada keistimewaan apalagi pada anak ini.

Pernah suatu kali aku melihat Fini menegur teman perempuannya yang merasa kepanasan dan berkeringat main jungkit-jungkit di halaman sekolah membuka kerudungnya. Fini mengatakan bahwa rambut perempuan adalah aurat.

Memang anak-anak perempuan di sekolah diwajibkan menggunakan kerudung, tapi aku tidak pernah melarang mereka membuka kerudungnya ketika merasa kepanasan ataupun bosan. Toh mereka masih anak-anak, masih berusia dibawah lima tahun.

“Fini nyanyiin ya bu” ucapnya lagi, aku mengangguk

“Tuhan saya Allah, Allaaaah Tuhan saya. Kalauuuu bukan Allah, bukan Tuhan saya”

Fini menyanyikannya  dengan semangat. Seperti menyanyikan lagu ‘topi saya’ hanya mengganti syairnya

aku bertepuk tangan untuknya.

“Fini siapa yang ngajarin?”

“momy” jawabnya

“bagus, ibu suka” ucapku mengaprsiasi.

Penanaman tauhid sejak dini, dan diselipkan pada lagu anak-anak, aku tak pernah terfikirkan hal itu. Ada satu pelajaran untukku. Jika mempunyai anak nanti harus pandai menanamkan nilai-nilai tauhid pada anak. Aku kagum padanya, kagum pada ayah ibunya yang mendidik dan membesarkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun