putri hanya memohon ampun atas mimpi2nya yang menjadi sebuah doa yang dikabukan oleh Allah. Allah tak hanya mangabulkan doa yang terucap ketika memang dikhususkan pada waktu bermunajat tapi juga mimpi2 dan ucapan2 yang menjadi harapan meski hanya terucap dalam hati.
Wajahnya sudah seperti kepiting rebus, malu kepada Allah. Ingin rasanya segera sampai asrama mengambil wudhu lalu menggelar sajadah dan bersujud memohon ampunan atas kesalahan. sekelibat teringat wajah seorang pria yang tak asing baginya yang selalu berusaha ada dan menjadi yang terbaik untuknya namun putri tak pernah menggapnya.
cinta memang punya kriteria sendiri. putri tak pernah menganggapnya ada bukan karna tak mencintainya karna cinta bisa tumbuh dikemudian hari, tapi karna dia tak banyak bisa diandalkan, karna bagi putri adalah ‘segala sesuatunya harus bermanfaat’. Apa manfaatnya laki-laki seperti dia, Muhammad Kamalul Ilmi yang akrab disapa Ilmi hanyalah laki-laki biasa tanpa prestasi akademik yang menonjol, teman-teman disekitarnya-pun hanya anak muda yang gemar nongkrong bukan untuk berdiskusi layaknya pelajar tapi hanya berkumpul dan mengenjreng2kan gitar berisik ala anak band yang bagi putri tidaklah bermanfaat. “Laki-laki seperti dia tak bisa dijadikan motivasi belajar untukku, dia tak lebih cerdas dariku dan satu lagi yang paling aku tak suka dia tak pernah menolak dan selalu berusaha ada dan menuruti apa mauku, membosankan sekali”itu yang selalu ada dalam batinnya .
Menolak seorang laki-laki hingga menyakiti hatinya adalah pantangan yang selalu di jaga, sebisa mungkin tidak menolak juga tidak menerima namun tidak pula bermaksud memberi harapan dan menggantungkannya. Masih teringat dan sangat putri ingat sekali karna itu perkataannya sendiri ketika mengatakan “yang putri harapkan datang bukan Ilmi yang baru lulus aliyah tapi ilmi yang sudah lulus s2, sekarang kita sama2 belajar aja dulu, hmm klo bisa kita balap2an siapa yang bisa selesai kuliah lebih cepat” tak lupa dipasang senyum paling manis yang dimilikinya. putri berfikir ini jawaban yang paling tepat karna ia yakin ilmi tak akan sanggup kuliah sampai tuntas karna dia bukan anak yang cerdas apalagi tekun untuk belajar dan sampai melanjutkan s2 sangat tak mungkin. Ternyata putri salah kini ilmi masih bertahan kuliah dan tak ada mata kuliah yang tertinggal bahkan dilingkungan teman-temannya yang suka gonta-ganti pacar dia tak pernah sekalipun pacaran. Tapi tetap saja ilmi tak istimewa baginya karna tak bisa menjadi motifasi belajarnya, tetap laki-laki biasa.
Rina sahabat terdekatnya pernah berkata “cobalah buka hatimu, ilmi tak seburuk yang kamu bayangkan. Jangan biarkan dirimu menyesal nanti ketika melihat dia menjadi lebih baik dari apa yang ada dalam fikiranmu saat ini”
“menyesal atau tidak itu nanti, aku tak mencintainya. Jika memang kelak dia menjadi lebih baik biarlah mungkin dia menjadi lebih baik karna wanita yang ada disisinya bukan karna aku dan aku tak ingin ada untuknya” putri tetap acuh, ia hanya berharap ada laki-laki yang jauh lebih pandai darinya bisa menjadi motifasi dan menjadikan dirinya lebih baik dan menjadikan s2 sebagai ukuran, terlalu egois memang.
Kini putri tengah mengingat semua keegoisannya, Allah menunjukkan bahwa s2 bukanlah ukuran yang mutlak untuk memilih seorang laki-laki.
Teringat kembali ketika Putri akan melanjutkan studinya ke luar negri semangatnya begitu luar biasa karna saat itu ada laki-laki yang menjadi motifasinya dan berjanji setia menunggunya. Berharap laki-laki itu adalah jodohnya meski hanya dengan perkenalan yang singkat dan terlebih lagi keluarga mereka saling mengenal meski belum ada pembicaraan lebih jauh tapi putri benar-benar membuka hatinya untuk laki-laki itu karna yakin dialah jodohnya dan satu alasan yang membuatnya benar-benar yakin bahwa dia adalah pilihannya karna laki-laki itu tengah menempun pendidikan s2.
Tangisnya makin deras ditengah sholat taubatnya, ketika pedihnya mengingat kisah cinta yang begitu singkat harus berakhir ketika putri tiba dinegara tempat ia akan melanjutkan studinya. Tapi putri tetap yakin ia adalah jodohnya meski sempat putus asa.
Dan kini yang tengah terjadi adalah dia merasa terganggu dengan laki-laki yang sedang melanjutkan s2, baru kenal namun sudah mengajak serius. Shok memang mendengarnya, sempat terfikir “ah paling hanya bercanda” tapi setelah mendengar dari orang disekitarnya ternyata laki-laki itu memang tengah mencari jodoh. Putri semakin tersedu dalam tangisnya bukan karna ketakutan pada laki-laki itu tapi karna malu kepada Allah, ia menyadari ini bagian dari kasih sayang Allah yang ditunjukkan kepadanya, yang menyadarkannya bahwa tak sepatutnya menjadikan s2 sebagai ukuran mutlak.
Sekelibat teringat juga kisah kakak kelasnya yang begitu ia hormati karna kecerdasaanya dan saat itu baru menyelesaikan magisternya menembaknya tapi terkesan sangat tidak sopan dan membuatnya sangat kecewa, dan ia menyadari bahwa semuanya s2 s2 dan s2.
“Malu, malu, malu aku malu kepada mu Rabb,,,” rintihnya
“Tak ingin lagi aku menjadikan sesuatu sebagai ukuran dan tak mau lagi aku membuat ukuran sendiri, apapun yang kau berikan aku yakin itu pasti yang terbaik, biar kini kuhapus semua urusan cintaku kuserahkan padamu, tapi satu pintaku pertemukanku kelak dengan jodohku di tanah sucimu”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H