Apabila dibandingkan, metode modern akan lebih unggul dalam segala hal terutama dalam produktivitas Acetone, Butanol, Ethanol (ABE) dan pemanfaatan gula (dari limbah) yang hampir sempurna. Pada metode modern [2], ABE in situ dari kaldu fermentasi dilakukan dengan stripping vakum. Panah menunjukkan arah aliran ABE. Sistem fermentasi vakum limbah makanan terdiri dari labu fermentasi 2 L, pompa vakum, sistem kondensasi dengan chiller dan kondensor melingkar dan perangkap air dingin. Selama aplikasi vakum, ABE dan uap air menguap dari kaldu fermentasi dan terkondensasi dalam sistem kondensasi. ABE yang lolos (tidak terkondensasi) dan uap air akan ditangkap dalam perangkap air dingin.
Terdapat beberapa keunggulan penggunaan bahan bakar butanol dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Salah satunya yaitu butanol adalah salah satu bahan bakar biofuel yang ramah lingkungan, karena mudah terurai (biodegradable), tidak mengandung racun, tidak mengandung sulfur dan senyawa aromatik beracun. Pemanfaatan limbah makanan (food waste) untuk memproduksi bahan bakar butanol memberikan efek positif pada kelestarian lingkungan dan sumber energi terbarukan. Hal tersebut sesuai dengan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) point ke-7 yaitu, menjamin akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern. Point ke-12 yaitu, menjamin pola  konsumsi  dan produksi yang berkelanjutan. Limbah makanan (food waste) sendiri merupakan penyumbang emisi gas karbon yang cukup tinggi bahkan jejak karbon dari food waste diperkirakan mencapai 3,3 miliar ton CO2, setara dengan green house gas yang dilepaskan ke atmosfer per tahun. Dengan penggunaan food waste sebagai bahan produksi bahan bakar ramah lingkungan dapat menanggulangi permasalahan global mengenai ekonomi, lingkungan, energi dan sosial. Â
Namun, dibalik semua itu terdapat juga kekurangan dari pembuatan butanol dari limbah makanan ini yaitu: (1) hasil produksi butanol dari proses ABE sedikit dibandingkan dengan produksi etanol dan aseton; (2) Clostridium beijerinckii tidak dapat menghidrolisis pati sisa makanan secara sempurna menjadi glukosa pada fermentasi butanol dalam media limbah makanan sehingga dibutuhkan penambahan enzim eksternal. Pada proses fermentasi, terjadi pemanfaatan glukosa yang tidak sempurna karena adanya penghambatan produk pada kultur oleh bakteri Clostridium beijerinckii yang tidak dapat menghidrolisis pati jagung menjadi glukosa. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan beberapa enzim eksternal untuk membantu menghidrolisis sisa pati yang tidak dapat terhidrolisis, seperti Granular Starch Hydrolyzing Enzyme. Pemanfaatan limbah sisa makanan untuk pembuatan butanol ini diharapkan dapat menjadi solusi agar terciptanya lingkungan yang lebih bersih serta lebih sehat lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H