FOMO (Fear of Missing Out) merupakan salah satu sebutan yang dapat menjadi masalah dalam perilaku belanja seseorang termasuk saya, khususnya belanja online. FOMO biasanya dapat saya rasakan dalam berbagai macam konteks, seperti hobi, kehidupan sosial (makanan, minuman, tempat hiburan) dan barang yang sedang populer. Saya sering merasa harus mengikuti sesuatu yang sedang tren dan populer di media sosial. Hal tersebut mendorong saya untuk ikut berpartisipasi membeli (checkout) barang ataupun mengunjungi tempat yang sedang populer, kemudian diunggah melalui media sosial agar tidak merasa tertinggal dengan teman-teman.Â
Selain itu, FOMO dapat membuat saya tidak bisa berpikir jernih sampai-sampai keputusan yang saya ambil asal-asalan atau secara impulsif, tidak memikirkan antara kebutuhan dan keinginan saja. Saya merasa takut akan kehilangan kesempatan yang tidak dapat diulang karena produk yang viral memiliki masanya, tidak akan terus-terusan viral sehingga hal itu membuat saya terus-menerus membeli barang yang lagi populer padahal bisa saja barang tersebut tidak terlalu diperlukan.Â
Akhirnya saya menjadi seseorang yang memiliki perilaku konsumtif. Terkadang saya juga merasa menyesal karena barang yang saya beli tidak sesuai harapan, seperti makanan yang sedang viral, setelah dibeli dan dicoba ternyata rasa makanan tersebut biasa saja, tidak sesuai dengan ekspetasi. Dari fenomena belanja online yang saya alami dan tentunya berkaitan dengan kehidupan masyarakat, akhirnya FOMO ini sering dijadikan strategi marketing oleh para pengusaha, seperti mempromosikan produk mereka dengan influncer terkenal sampai-sampai influencer yang ratingnya tidak cukup tinggi, jadi FOMO juga untuk ikut review produk viral tersebut.Â
Hal ini memicu saya dan konsumen lain untuk ikut membeli produk tersebut. Selain itu, saya seringkali terpengaruh oleh penggunaan pembatasan waktu dan stok penjualan yang ternyata hal tersebut juga dijadikan strategi marketing untuk memicu saya membeli produk secepatnya agar tidak kehabisan.
Salah satu media sosial yang selalu saya buka setiap harinya untuk mencari hiburan dengan scroll short video dan saya tidak pernah absen untuk tidak membuka aplikasi tersebut karena saya FOMO dan ingin membeli barang-barang viral, yaitu TikTok. TikTok Shop adalah salah satu fitur yang ada di aplikasi TikTok, para pengusaha dapat membuat akun bisnis dan menjual produknya kepada konsumen secara langsung melalui platform TikTok, seperti short video, livestream, dan tab Showcase. Para konsumen dapat berbelanja online di TikTok Shop dengan jangkauan yang lebih luas karena penjualan ini secara online.
Menurut saya, aplikasi TikTok ini memang sudah sangat terkenal, jadi wajar saja banyak orang yang menggunakan aplikasi TikTok, sosial media ini sudah sangat populer di dunia. Saya suka membeli barang di aplikasi TikTok karena penjualan produknya menyatu dengan platform short video sehingga saya merasa seru ketika ingin berbelanja, saya dapat scrolling video untuk menghibur diri saya terlebih dahulu ketika video promosi produk muncul di For Your Page (FYP) saya dan tertarik untuk membeli, saya tinggal klik fitur keranjang kuning dan langsung terakses ke TikTok Shop.Â
Belum lagi harga yang dipromosikan lebih murah dan biaya admin nya juga rendah, kalau dibandingkan dengan e-commerce lain pasti harga nya akan lebih mahal. Selain itu, seringnya influencer mempromosikan langsung produk-produk melalui short video pada platform TikTok dapat memudahkan saya untuk melihat gambaran langsung bentuk produk yang akan  saya beli.Â
Tetapi, terkadang para influencer suka mempromosikan produk secara berlebihan agar target penjualannya dapat tercapai, saya pernah tertipu dengan promosi produk yang dilebih-lebihkan. Ketika mencoba produknya, ternyata produk tersebut tidak menghasilkan sesuatu yang saya harapkan. Kemudian, karena saya sering scrolling TikTok, saya seringkali merasa boros karena secara tidak sadar saya menekan fitur checkout terlalu banyak, di sisi lain saya juga merasa tidak apa-apa apabila saya terlalu banyak checkout karena saya jadi tidak merasakan FOMO dan merasa puas secara emosional.
FOMO (Fear of Missing Out) adalah perasaan takut akan ketertinggalan sesuatu yang muncul pada diri seseorang atau dengan kata lain tidak ingin ketinggalan zaman. FOMO biasanya muncul ketika saya sedang scrolling video di TikTok, video para influencer yang me-review produk-produk yang mereka promosikan pasti lewat di For Your Page (FYP) saya. Salah satu contohnya, review produk cushion Skintific matte yang baru.Â
Produk tersebut awalnya lewat di FYP saya beberapa kali, tetapi saya belum tertarik dengan produk tersebut. Produk tersebut dipromosikan oleh Jesica Mila, Naura Ayu, Gigi, dan artis lainnya. Tetapi, lama-kelamaan video yang berkaitan dengan cushion Skintific matte ini lewat terus dan bukan video artis yang menjadi brand ambassador cushion Skintific yang lewat FYP saya, melainkan para konsumen dan content creator minor, seperti Rahas, Clarice, Virly, Christina Immanuel, dan beberapa masyarakat umum lainnya yang menjadi konsumen produk Skintific.
Beberapa kalimat yang terus saya dengar ketika video review ini muncul, yaitu "moment of truth", "perfect match", "coverage nya insane", "oh my god bagus banget", "finishnya matte loh", "nggak dempul" dan masih banyak lagi. Akhirnya saya mulai merasa penasaran dan mencari tahu tentang produk ini karena FOMO mulai menggerogoti diri saya. Belum lagi produk-produk yang dijual di TikTok biasanya lebih banyak menawarkan promo sehingga hal tersebut semakin mendorong saya untuk membeli produk Skintific.Â
Akhirnya saya membeli produk tersebut dan hasilnya sesuai dengan apa yang saya inginkan. Kemudian, ada beberapa produk lain juga yang membuat saya FOMO karena sempat viral, yaitu Bitterswit by Najla atau semacam dessert box, Scarlett, Jiera, Barenbliss, Facetology, Harlette, Croffle, Cromboloni, Samyang Stew, Brownies Crispy dan masih banyak lagi.
Dari pengalaman saya tersebut, terdapat beberapa dampak yang didapatkan dari perilaku FOMO baik secara positif maupun negatif. Dampak positif dari perilaku FOMO, yaitu dapat memberikan rasa senang dengan kepuasan emosional yang tercapai, dapat membantu seseorang menemukan produk yang sesuai ekspetasi, karena FOMO konsumen akhirnya membeli barang trendi dan terkadang terdapat barang yang ternyata sangat cocok untuk konsumen, serta FOMO juga mendorong seseorang agar dapat memanfaatkan kesempatan yang ada dengan tersedianya promo terbatas yang di tawarkan.
Adapun dampak negatif dari perilaku FOMO, yaitu memiliki kebiasaan konsumtif atau boros, selalu merasa cemas karena merasa tertinggal apabila tidak mengikuti tren yang dapat mengganggu kesehatan mental, serta penyesalan setelah membeli produk viral karena tertipu oleh promosi influencer yang berlebihan.
Dari dampak yang saya paparkan, saya menerapkan beberapa solusi agar FOMO tidak memengaruhi saya apabila saya sedang scrolling aplikasi TikTok ataupun melihat-lihat produk di TikTok Shop. Solusi yang saya terapkan dengan membatasi waktu bermain TikTok sehari 3 jam, menulis reminder list terkait barang yang dibutuhkan, menetukan anggaran khusus saat belanja online per-bulannya berapa agar tidak boros, mencari ulasan produk dari konsumen lain tidak hanya dari influencer agar yakin bahwa produk tersebut akan sesuai dengan ekspetasi saya. Dengan solusi tersebut dampak negatif FOMO dapat saya atasi dengan baik.
FOMO mendorong seseorang untuk tetap trendi dan tidak ketinggalan zaman, tetapi dampak yang diberikan juga signifikan. Maka dari itu, dampak negatif yang ditimbulkan dari FOMO harus diatasi dengan baik. Dengan demikian, para konsumen termasuk saya dapat tetap membeli produk di TikTok Shop dengan aman tanpa harus khawatir akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh FOMO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H