زُيِّنَ لِلنَّا سِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَا لْبَـنِيْنَ وَا لْقَنَا طِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَا لْفِضَّةِ وَا لْخَـيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَا لْاَ نْعَا مِ وَا لْحَـرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَا عُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَا للّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰ بِ
"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 14)
Mengapa konsep-konsep pemikiran yang datang dari barat dengan istilah asing lebih laris dianut, tapi konsep-konsep Islam dianggap kuno dan kaku? Padahal dalam Islam pedoman kehidupan untuk manusia agar dapat menjalani hidup dan kehidupan setelah hidup dengan sejahtera dan bahagia jauh lebih lengkap daripada stoicism atau aliran filsafat manapun.
Ketika kecil mudah saja bagi kita untuk menghapal rukun iman dengan menggunakan lagu, tidak menyadari betapa megah dan kompleks hal itu bisa diurai menjadi konsep ideologi, konsep yang dapat membentuk cara berpikir dan memandang setiap kejadian dalam kehidupan, konsep yang akan mengarahkan pada tindakan mana yang harus dipilih dan akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan lahir-batin dunia-akhirat manusia itu sendiri. Namun sayangnya di usia yang sudah matang, sedikit sekali muslim yang mau mendalami kemegahan konsep iman dalam Islam sehingga pemahamannya menjadi tidak jauh berbeda seperti seorang anak yang sedang bersenandung, menghapalkan lagu rukun iman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H