Mohon tunggu...
Muthmainnah Maret
Muthmainnah Maret Mohon Tunggu... -

MAHASISWA PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS | gonna be the world booster | Perubahan itu bisa diraih |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Menari Tarian Aceh & Festival AYAF di Shenzen, China

11 Desember 2013   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:03 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menari adalah hal paling menarik yang pernah saya lakukan. Sekaligus menantang karena tingkat kesulitannya yang tinggi terutama untuk tarian-tarian tradisional indonesia yang sangat banyak detail gerak badan plus gerakannya harus sesuai dengan alunan musik yang dimainkkan.

Kesempatan menari pertama kali saya dapatkan ketika duduk di kelas 1 SMA Sukma Bangsa Bireuen, Aceh. Guru kesenian kami yang sangat ‘nyeni’ ingin sekali membuat kami bisa menari tarian-tarian Aceh. Jadilah setiap kali ada acara di sekolah pasti setiap kelas menampilkan satu tarian. selain itu khusus untuk mewakili sekolah ada tim tari tersendiri yang memiliki jadwal latihan rutin dan bimbingan yang ketat.

Tarian-tarian yang sudah pernah saya mainkan adalah Tari Rikok Pulo. Tarian ini sejenis Saman, namun tidak terlalu banyak tepukan dada dan dimainkan oleh perempuan. Tapi ini juga termasuk tarian yang sulit. Menggerakkan badan dalam posisi duduk danbertumpu pada tumit, gerakan dengan sangat ekspresif, tegas, ritme semakin  cepat dan harus kompak. Tak dinyana setiap kali selesai latihan badan, terutama bagian kaki sakit semua, mulai dari kesemutan, keram esok harinya atau bahkan ada yang lecet.

Selain Rikok Pulo, tarian yang pernah saya mainnkan lainnya adalah tari Top Pade (menumbuk Padi), meskipun tarian ini kurang terkenal ditingkat nasional, tari ini juga cukup menarik menceritakan aktivitas Petani Padi masyarakat Aceh. Gerakan Tari Top Pade berbeda dengan tarian Rikok Pulo, Ratoh, dan Saman. Dia cukup unik, karena menduplikat gerakan menanam padi, memanen sampai menumpuk dan menjadi beras. Jadilah gerakan Tari Top Pade dilakukan dalam banyak posisi, setengah menjongkok, poisisi siku-siku (seperti orang Ruku') dan posisi berdiri. Meski tidak sesulit tarian sejenis Saman, Tari Top Pade juga memiliki kesulitan tersendiri karena reposisi gerakan yang cepat, harus gemulai tetapi tetap tegas.

Mengenai menari, ada cerita menarik yang ingin saya bagi kepada anda. Tahun 2007 silam, sekolah kami, melalui Metro TV mendapat kesempatan untuk mewakili Indonesia di festival AYAF (Asia Pasific Youth Arts Fetival) yang diadakan untuk pertama kali di Shenzen China.

Menyambut berita tersebut tim tari sekolah -termasuk saya salah satu di dalamnya- sangat antusias. Kecuali saya, ada sedikit keraguan, apakah benar berita tersebut. karena rasanya tidak mungkin untuk sekolah yang usianya belum sampai 2 tahun mendapat kesempatan sebesar itu. Latihan dengan sungguh-sungguh tetap kami lakukan setiap sore selesai sekolah. Karena ternyata ada proses seleksi bukan hanya sekolah kami, tetapi juga 2 tim lainnya dari Sekolah Sukma Cabang Aceh Pidie dan Cabang Lhokseumawe.

Surprise, ternyata juri sekaligus yang akan menjadi pelatih tim tari yang akan mewakili di AYAF nantinya adalah Bu Nungki Kusumastuti, penari Indonesia, sekaligus pemain film, bintang sinetron dan dosen tari IKJ. Kemampuanya sudah tidak diragukan lagi. Saya lupa, persisnya hari apa ketika seleksi berlangsung. Ibu nungki datang bersama tim lainnya dari Metro TV di sore yang sedikit mendung. Sementara tim kami menunggu dengan nervous bersama 2 tim lainnya yang terlihat sudah sangat siap.

Seleksi awal dimulai. Setiap tim tampil. Kami mendapat giliran yang terakhir. Bukan sombong tapi harus diakui tim kami membawakan Tari Rikok Pulo sangat indah, memesona dan hampir tidak ada cacat. Tepuk tangan yang sangat gaduh dari teman-teman, Bu Nungki dan timnya cukup membayar usaha kami. Ditambah komentar beliau yang tambah membuat heboh. Katanya "Wah ada yang besar juga ya" Maksudnya ada juga anak yang agak besar ukuran badannya (untuk memperhalus kata 'gendut'. Tapi bukan over weight lho ya). Serius salah satu yang dimaksud Bu Nungki adalah saya, yang saat itu memang lagi sehat-sehatnya. Tapi jangan salah, saya bisa menari dengan sangat lincah.

Ada yang satu penyesalan, sekaligus menjadi pelajaran bagi saya hari ini dari proses seleksi untuk AYAF tersebut.

Seleksi personal dilanjutkan malam harinya setelah Isya secara tertutup. Jantung ingin copot rasanya. Yang diseleksi berupa potongan gerakan yang plus nyanyian. Jadi akan cukup sulit karena pada saat yang bersamaan kita bergerak dengan cepat dan juga harus fokus dengan lagu serta harus lantang. Maka rata-rata menampilkan potongan gerakan yang mudah, jelas detail geraknya dan masih tetap terlihat bagus jika dipentaskan sendiri. Sementara saya, kesombongan sudah sedikit menyusup di hati. Saya tidak ingin memperlihatkan gerakan yang akan saya tampilkan. Saya simpan dalam hati dan urung untuk melatih gerakan tersebut karena dalam mindset saya, semua gerakan yang saya mainkan sama bagusnya. Haha. Awal petaka bagi saya.

Tiba nama saya yang dipanggil. Ruangan yang dingin, rasa grogi karena ada Bu Nungki dan tim jelas membuat saya mual dan tiba-tiba bingung dengan gerakan yang harus saya tampilkan.  Door. Otak saya berfikir acak dan memilih gerakan yang paling susah. Tamat sudah. karena harus bernyanyi dan bergerak, kontan membuat saya terengah-engah. Benar saja, Bu Nungki juga berkomentar yang sama sesaat setelah saya selesai dari gerakan yang njelimet itu. Komentarnya "Capek ya? Sampe tersengal-sengal" sip. Saya kontan malu. Lanjut ternyata ada tes nyanyi, dan bodohnya saya memilih nyanyian intro di awal tarian. Kacau. Ketinggian, suara saya tidak sampai. So i'm finished. Throw myself out of competition.

Hampir jam 12 malam. Pengumuman dan benar saya bukan salah satu di dalamnya. Well, meskipun saat itu bisa dikatakan sangat sedih dan saya menyesal, tapi ada hal baik yang baru saya rasakan kemudian hari. Paling tidak saya mendapatkan beberapa pelajaran hidup dari kompetisi tersebut: Pertama, persiapkan segala sesuatu dengan baik, setiap detailnya. Kedua jangan pernah merasa sombong dan jangan berpuas diri dengan kemampuan kita. Ketiga, saya tidak harus takut tersaingi teman-teman saya, justru harusnya kami bekerja sama dan saling mendukung karena itulah orang-orang berjiwa besar.

Tim yang mewakili Indonesia di First Asia Pacific Youth Arts Festival (AYAF), tanggal 23 - 27 September 2007 terpilih, anggotanya campuran dari ketiga sekolah. They paid for it. Saya tahu saya tidak harus iri. Mereka telah melakukan ynang terbaik sementara saya tidak. Namun kemudian hari saya pahami, perempuan tidak boleh berlenggak lenggok di pentas kecuali anak-anak perempuan  yang masih kecil (belum baligh).

---

Secuil cerita saya untuk  Indonedia Travel. Semoga menjadi teman di sore hari anda.

Catatan: Ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi blog Kemenparekraf Indonedia Travel Kompasiana, dengan tema “Tarian Tradisional”.  Yang belum ikutan, masih dibuka sampai tanggal 26 Desember 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun