Kegiatan yang Menjadi Tradisi
Kegiatan study tour di benak masyarakat luas telah terlanjur dilihat sebagai kegiatan rutin yang dilaksakana setiap tahun yang bahkan tidak jarang disampaikan oleh pihak sekolah dengan embel-embel kegiatan "wajib". Agenda study tour di sekolah bagaimana pun juga jika ditinjau lebih jauh hanyalah tradisi dan pelaksanaannya bersifat tidak wajib yang oleh banyak oknum atas nama sekolah dikemas dan dengan pengkondisian tertentu terkesan menjadi wajib.Â
Pada giliran selanjutnya tidak sedikit orang tua siswa yang merasa tercekik oleh tuntutan pembiayaan kegiatan seperti study tour ini kemudian hanya bisa pasrah dan tidak memiliki pilihan lain selain harus lebih mengencangkan ikat pinggangnya serta memeras keringat lebih banyak demi untuk melunasi biayai study tour anaknya.
Dengan pengkondisian yang seolah mengenelisir bahwa semua siswa berasal dari orang tua yang mampu secara ekonomi merupakan kesalahan yang lumrah terjadi yang dilakukan oleh pihak sekolah yang menutup mata terhadap realitas demikian dengan dalih bahwa keputusan untuk melaksanakan kegiatan tersebut diambil berdasarkan musyawarah bersama dengan para orang tua siswa.
Sayangnya frase "musyawarah bersama orang tua siswa" dalam kebanyakan kasus tidak berjalan sebagaimana mestinya sebuah musyawarah yang mempertemukan dua belah pihak yang membahas sesuatu secara proposional artinya kedua belah pihak diberikan ruang yang sama lebarnya, yang banyak terjadi orang tua siswa diundang dalam sebuah musyawarah yang bersifat satu arah dan lebih mirip seperti pemberitahuan kalau pun ada persetujuan dari orang tua siswa alih-alih mengarah pada hal yang bersifat fundamental seperti perlu atau tidak kah diadakan study tour justru orang tua siswa hanya diminta persetujuannya seputar tempat tujuan, berapa hari pelaksanaan study tour atau yang semacamnya sedangkan sejak awal pihak sekolah terkesan tidak memberikan opsi pilihan apakah study tour ingin dilaksanakan atau tidak dengan berbagai pengkondisian yang diciptakan.
Dengan terjadinya tragedi rombongan study tour yang memprihatinkan dan menjadi duka kita bersama, harus menjadi momentum untuk mengevalusi kebijakan pelaksanaan Study Tour yang diselenggarakan oleh sekolah di semua jenjang pendidikan dengan melihat dari nilai urgensinya.Â
Menyikapi keresahan terkait pelaksanaan study tour ini dengan sigap Bey Machmudin selaku PJ Gubernur Jawa barat sebagaimana yang dikutip dari berbagai sumber mengeluarkan surat edaran untuk memperketat ketentuan pelaksanaannya di mana isinya secara secara ringkat menjelaskan bahwa Study Tour dapat dilaksanakan dengan tiga catat yakni dilakukan dalam saatu kawasan provinsi jawa barat, memperhatikan unsur manfaat serta harus adanya koordinasi kepada dinas pendidikan terkait.
Lebih jauh, melihat perkembangan yang ada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa tengah tanpa kompromi melarang dengan tegas kegiatan study tour di sekolah negeri baik SMA maupun SMK karena dianggap membuka peluang terjadinya pungutan liar serta minim unsur pembelajaran bagi para siswa dan hal ini telah lama diterapkan yang kemudian ditegaskan kembali dengan keluarnya nota dinas nomor nomor 421.7/00371/SEK/III/2024 (dikutip dari Detik.com, 15 Mei 2024).
Dengan banyaknya tragedi kecelakaan rombongan study tour yang dilaksanakan oleh sekolah, menjadi urgen agar regulasi terkait keberadaannya semakin diperketat dengan standarisasi yang menjamin keselamatan dalam pelaksanaannya sehingga sekolah tidak secara sembarangan untuk mengadakan study tour selain itu unsur lain juga patut dijadikan dasar pertimbangan seperti dari sisi kesanggupan ekonomi orang tua siswa yang merasa diberatkan dan tentunya dilihat sejauh mana manfaat kegiatan tersebut sehingga ke depannya bukan hanya menjadi tradisi kegiatan rutin tahunan melainkan sejauh mana urgensinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H