Mohon tunggu...
Mutaqin
Mutaqin Mohon Tunggu... Penulis - Guru dan seorang freelancer

seorang content writer untuk tema yang meliputi pendidikan, sosial, kebijakan publik, hukum serta yang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Alarm Korupsi di Lingkungan Sekolah, KPK Harus Ambil Langkah

11 Juli 2024   05:37 Diperbarui: 13 Juli 2024   16:56 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari berbagai kinerja kementerian dalam kabinet Jokowi, sudah sepatutnya kita menyoroti kementerian pendidikan sebagai salah satu yang paling banyak memiliki catatan negatif. Hal ini penting karena kementerian ini adalah satu-satunya lembaga negara yang mendapatkan perhatian khusus dalam UUD 1945, dengan anggaran yang dialokasikan minimal 20 persen dari APBN.

Dengan amanat konstitusi tersebut, kita harus mempertanyakan bagaimana dan ke mana saja anggaran yang bersumber dari rakyat tersebut digunakan serta sejauh mana efektivitasnya. Banyak ditemukan permasalahan di lapangan yang seolah diabaikan, mulai dari dana BOS yang tidak transparan, KIP yang tidak tepat sasaran, honor guru yang sering macet, hingga manipulasi dana bantuan untuk siswa oleh pihak sekolah.

Setiap akhir semester genap, banyak sekolah dasar berlomba-lomba mendapatkan calon peserta didik baru, seringkali dengan menggunakan berbagai cara, termasuk menjemput bola ke rumah-rumah calon siswa dan memberikan iming-iming berupa uang atau atribut sekolah seperti seragam, sepatu, tas, dan alat tulis. Jumlah siswa menjadi penting bagi keberlanjutan sekolah karena besar bantuan dana BOS ditentukan oleh jumlah siswa yang ada.

Ironisnya, alih-alih fokus pada peningkatan kualitas dan prestasi, sekolah-sekolah menggunakan cara-cara pragmatis yang tidak mendukung penumbuhan budaya pendidikan yang baik. Dengan banyaknya siswa, besar pula bantuan dana BOS yang diterima sekolah. Sejak 2020, aliran bantuan dana BOS dari Kementerian Keuangan ditransfer langsung ke rekening sekolah tanpa pengawasan yang ketat, membuka celah bagi oknum kepala sekolah untuk menggelapkan dana tersebut.

Banyak aliran dana negara bocor di sektor pendidikan akibat ulah oknum sekolah yang leluasa tanpa pengawasan. Meskipun nilai korupsinya kecil, jika dilakukan secara kolektif oleh banyak sekolah, kerugian negara akan terasa sangat besar. Data dari Kemendikbud menunjukkan terdapat sekitar 436.707 sekolah di Indonesia. 

Misalkan saja 1 persen dari sekolah-sekolah tersebut melakukan korupsi senilai 20 juta rupiah, setidaknya terdapat 60 miliar rupiah uang negara yang hilang.

Bantuan sekolah dari pemerintah yang sering menjadi sasaran empuk praktik korupsi berdasarkan laporan ICW adalah bantuan Dana Alokasi Khusus untuk rehabilitasi sekolah dan dana BOS yang rutin disuntik langsung ke sekolah setiap semester. ICW menemukan kerugian negara mencapai 1,6 triliun rupiah di sektor pendidikan dalam kurun waktu enam tahun (2016-2021) dari 240 kasus yang berhasil ditindak aparat penegak hukum.


Temuan ini tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi riil besarnya korupsi di sektor pendidikan. Jumlah korupsi yang sebenarnya jauh lebih besar karena masih banyak kasus yang belum terungkap akibat lemahnya pengawasan. Langkah lebih lanjut diperlukan dengan melibatkan KPK untuk turun langsung ke sekolah-sekolah, mengingat parahnya kebocoran anggaran yang terjadi.

Lebih jauh, hal ini senada seperti yang disampaikan oleh JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu sektor terkorup di Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada banyak anak-anak Indonesia yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena mahalnya biaya pendidikan.

Padahal negara telah menganggarkan dana yang sangat besar yaitu 665 Triliun dengan lebih dari setengahnya dialirkan ke daerah. Mirisnya anak-anak Indonesia yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ini angkanya bukan ribuan namun menyentuh angka jutaan ungkap Ubaid Matraji selaku Koordinasi Nasional pada 7 Juli 2024.

Kekacauan di dunia pendidikan selain disebabkan oleh ketidakjelasan arah tujuan dari kurikulum merdeka belajar dan slogan digitalisasi pendidikan yang masih jauh dari harapan, juga dipengaruhi oleh ketidakefektifan dan kurangnya transparansi penggunaan anggaran di tingkat pelaksanaan. 

Banyaknya penyelewengan dana bantuan dari pemerintah baik oleh kepala sekolah maupun aparatur dinas pendidikan menyebabkan tidak terpenuhinya banyak aspek pendukung seperti sarana dan prasarana, serta penggelapan dana bantuan untuk siswa.

Di tengah fakta bahwa pendidikan termasuk dalam lima besar sektor yang paling banyak dikorupsi menurut temuan ICW, sayangnya KPK belum mengambil langkah penyelidikan dan penyidikan serius. Selama ini, KPK lebih fokus pada upaya preventif seperti sosialisasi pentingnya pendidikan antikorupsi di sekolah dan perguruan tinggi, tanpa mengarah langsung ke sekolah sebagai objek pemeriksaan.

Langkah untuk melibatkan KPK dalam mengawasi sektor pendidikan sudah lama digaungkan, seperti yang disampaikan oleh Forum Musyawarah Guru DKI Jakarta (FMGJ) pada 2010. Terbaru, dalam rapat kerja Komisi X DPR bersama Kemendikbud, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anita Jacoba, menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja kementerian yang dipimpin oleh Nadiem Makarim terkait distribusi anggaran yang tidak transparan dan diduga kuat banyak dikorupsi. 

Dalam rapat tersebut, Anita Jacoba menunjukkan kemarahannya dengan menggebrak meja dan menunjuk Nadiem Makarim, menandakan betapa seriusnya permasalahan ini. 

Dengan nada tinggi yang dipenuhi amarah, Anita Jacoba secara lantang menyampaikan bawah bila perlu DPR memberikan KPK rekomendasi untuk memeriksa Kemendikbud guna mengusut bagaimana kebobrokan kementerian ini.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun