Mohon tunggu...
Muthiah Maizaroh
Muthiah Maizaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Berguru melalui tulisan, dan menjadi guru melalui tulisan. Menulis adalah upaya refleksi pengetahuan sekaligus mengekalkan pemikiran. Tertarik dengan issue-issue hukum dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konstitusi Berbahasa Daerah: MK Wajah Literasi Konstitusi Berwawasan Nusantara

23 Juli 2023   16:53 Diperbarui: 23 Juli 2023   17:16 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Jawi (https://www.mkri.id) 

Panorama Keajekan MK Merawat Konstitusi dan Bahasa Daerah

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut MK) adalah anak kandung reformasi dan buah pikir dari semangat konstitusi. Konstitusi dengan MK merupakan bentuk ikatan yang terjalin dalam bingkai negara dan supremasi hukum. Sejak pergeseran politik hukum nasional dari supremasi parlemen ke supremasi hukum yang ditandai dengan tragedi Amandemen UUD 1945, MK hadir sebagai penegak supremasi hukum. Mendampingi penerapan konstitusi secara konsekuen,  MK berperan sebagai the guardian of constitution dan juga sebagai the final interpreter of constitution. 

Pada aspek lain, MK dapat pula disebut the guardian of democracy dan the protector of human rights. Namun, peran MK tersebut hanya dapat optimal jika masyarakat mengenal dan memahami konstitusi. Berperan menjadi penghubung antara kedaulatan rakyat dan supremasi konstitusi, niscaya bagi MK harus mengimplementasikan sifat fiksi hukum agar tidak bernilai semantik namun juga bernilai normatif. Perwujudan tersebut dengan menjamin bahwa setiap elemen masyarakat, mengenal dan memahami konstitusi. 

Manusia sebagai makhluk simbol konsekuen dengan bahasa sebagai instrumen berinteraksi. Bahasa menjadi identitas sebagai instrumen memperkenalkan diri dan juga alat komunikasi untuk mengenal dunia, termasuk konstitusi. Kemajemukan bahasa di Indonesia tentu menjadi identitas tersendiri yang melekat sebagai kekayaan nusantara. Bahkan Indonesia menjadi negara dengan bahasa terbanyak kedua di dunia dengan jumlah 720 bahasa (https://databoks.katadata.co.id/). Hal ini menunjukkan masyarakat Indonesia memiliki pola komunikasi yang berbeda-beda walaupun tidak jarang memiliki kesamaan. 

Pola komunikasi ini menjadikan penyerapan informasi akan jauh lebih mudah jika menggunakan bahasa yang dekat dengan masyarakat. Pola komunikasi dapat diakomodir melalui penyebaran informasi melalui bahasa daerah yang berkembang di setiap daerah. Namun, tidak jarang, bahasa daerah dianggap dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Padahal, bahasa sebagai kekayaan budaya turut menjadi nilai konstitusi yang harus dilestarikan. 

Mahkamah Konstitusi telah menjalankan peran berharga untuk melestarikan bahasa daerah, dengan adanya Konstitusi Berbahasa Daerah. Bahasa hukum yang diterjemahkan dalam bahasa daerah, membuktikan MK telah menegakkan prinsip volkgeist sebagai bagian dari identitas hukum. MK juga menjadi teladan dalam literasi konstitusi.

Membumikan Konstitusi Melalui UUD 45 Bahasa Daerah

Keterkaitan antara bahasa daerah sebagai identitas bangsa menjadikan pilihan mengakomodir konstitusi berbahasa daerah adalah langkah yang tepat membumikan konstitusi. MK nyatanya mewujudkan gagasan tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Daerah (UUD Bahasa Daerah). Naskah UUD Bahasa Daerah ini diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi dan diarsipkan oleh Perpustakaan MK. 

Melalui laman resmi mkri.id, tercatat hingga Juli 2023 sebanyak 6 UUD Bahasa Daerah yang telah diterbitkan oleh MK meliputi: 

  1. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Bima; 

  2. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Bali;

  3. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Aceh;

  4. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Jawi;

  5. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Sunda 1; 

  6. Undang-Undang Dasar 1945 Bahasa Sunda 2.

Gagasan yang luar biasa dari MK akan berdampak positif terhadap pengetahuan konstitusi utamanya masyarakat daerah yang lebih mudah mencerna bahasa daerah. Apalagi konsep yang disajikan dalam bentuk Portable Document Format (Pdf) online yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja oleh masyarakat indonesia. Gagasan ini tidak hanya progresif namun juga akomodatif. 

Penerbitan UUD 1945 berbahasa lain selain bahasa indonesia juga dipraktikkan MK terhadap bahasa asing yaitu bahasa inggris, china, dan arab. Menurut hemat penulis hal ini tentunya akan memiliki dampak positif terhadap pengenalan UUD 1945 kepada penduduk asing maupun turis asing. Namun, jika melihat nilai urgensitasnya, maka hendaknya lebih didahulukan penerjemahan ke bahasa daerah daripada bahasa asing. Sebab, hal ini akan menunjukkan kedekatan konstitusi terhadap bangsanya sendiri sebagai the living law. 

Jika melihat upaya penerjemahan UUD Bahasa Daerah, terakhir diterbitkan pada tahun 2009 yaitu berbahasa Aceh. Gagasan ini perlu kembali dihidupkan untuk mengembalikan cita-cita luhur membumikan konstitusi oleh MK. Namun sayangnya, hal ini kurang mendapat perhatian lebih dari pegiat konstitusi di Indonesia. Terbukti bahwa dari enam UUD Bahasa Daerah yang ada saat ini, belum ada yang mewakili bahasa perwakilan daerah timur seperti Makassar, Bugis, Mandar, Maluku, dan Papua. 

Penulis dalam hal ini memahami kesulitan Pusat Penelitian MK untuk dapat menjangkau seluruh bahasa daerah di berbagai wilayah indonesia. Untuk itu bersama tulisan ini, penulis menyarankan kerjasama antara MK dengan Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Bahasa. UPT Balai Bahasa telah tersebar di seluruh provinsi atau gabungan beberapa provinsi di Indonesia. 

Kerja sama ini dilakukan untuk mempermudah penyusunan bersama UUD Bahasa Daerah. Misalnya UPT Balai Bahasa Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) yang dapat menjadi mitra penerjemah bahasa Makassar, Bugis, Luwu, ataupun Mandar. 

Dampak yang dihasilkan bukan hanya membantu kinerja MK dalam merampungkan gagasannya, namun memantik kolaborasi aktif pemuda-pemudi daerah dalam mengawal konstitusi. Harapan akan masifnya upaya membumikan konstitusi melalui UUD Bahasa Daerah dapat menjadi sokongan penyempurna peran MK dalam mengawal konstitusi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun