Siapa Ayah Tuah?
Saya tidak tahu banyak tentang siapa Ayah Tuah. Yang saya tahu, beliau adalah seorang Kompasianer berusia agak tua yang gemar berkarya dan bercengkerama di kanal Fiksiana sejak masa pandemi korona. Hingga saat ini beliau telah menghasilkan lebih dari 500 Cerpen dan Puisi di Kompasiana.
Pada tahun ini beliau masuk dalam nominee Best in Fiction dalam ajang Kompasiana Awards. Dan berdasarkan terawangan saya, peluang beliau untuk menjadi pemenang di ajang yang akan diselenggarakan 25 November 2023 mendatang sangat besar. Karena menurut pengamatan saya beliau itu,
- Konsisten dalam menghasilkan karya sastra dengan tema yang up to date di Kompasiana.
- Rajin menyapa dan mengapresiasi karya Kompasianer lain.
- Gemar membagikan tip seputar menulis sastra. Ini contohnya.
- Satu-satunya nominee yang berpenampilan all in, berfoto profil laiknya sastrawan dengan topi dan kacamatanya yang khas.
- Didukung oleh para Kompasianer sepuh.Â
Karena peluang menangnya yang besar itulah dalam artikel ini saya akan membedah salah satu karya terbarunya untuk melihat sebesar apakah kualitas kepenulisan beliau? Apakah berbanding lurus dengan besarnya kuantitas yang dihasilkannya?
Catatan: Saya bukan seorang yang ahli dalam kesusasteraan. Saya hanyalah seorang awam yang hobi membaca karya sastra. Tulisan ini hanya bentuk apresiasi dari sudut pandang pribadi.
Baiklah. Mari kita mulai pembahasan utamanya.
Bedah Puisi "Mimpi" Karya Ayah Tuah
Puisi berjudul Mimpi karya Ayah Tuah terbit di Kompasiana pada tanggal 1 November 2023. Setelah terbit, puisi ini kemudian dijadikan sebagai Artikel Utama oleh moderator/mimin Kompasiana.
Berikut saya lampirkan puisi tersebut:
 Mimpi
Aku bermimpi aneh
Dalam mimpiku aku bermimpi
Tentang mimpi-mimpi
Yang hanya bisa kuwujudkan
Dalam mimpi
Huruf-huruf berlarian
Mencoba mewujud kata
Menjadi kalimat
Berkata hanya sebatas kata
Lalu aku terbangun
Mendapati luka
Yang nganga
Mimpiku masih berdarah
Tapi kini waktu mendekati senja
Kata-kata semakin menua
Sedang mimpi
Belum berunjuk rupa
***
Lebakwana, November 2023
Menurut penangkapan kepala saya, puisi di atas berusaha menggambarkan keputusasaan seseorang yang ingin mewujudkan keinginannya namun ia tak kunjung menemukan keberhasilan walau sudah lama berusaha dengan keras.Â
Tentu banyak orang yang pernah atau sedang mengalami nasib serupa seperti orang yang digambarkan dalam puisi. Ini pemilihan tema yang apik karena dapat menarik banyak orang untuk membaca dan turut berempati atas kesamaan nasib.
Untuk diksi atau pemilihan kata yang digunakan Ayah Tuah disusun secara lugu dan bahkan cenderung mengarah ke klise. Tidak ditemukan kalimat yang benar-benar "jleb" yang bisa bikin saya berhenti membaca sejenak untuk memberikan reaksi Wah!
Tapi saya tetap suka pemilihan kata dari baris-baris ini: Mendapati luka// Yang nganga //Mimpiku masih berdarah
Baris-baris itu memiliki imaji yang kuat. Saya seperti diajak untuk turut melihat warna merah dan merasakan perihnya keinginan yang tak tergapai..Â
Meskipun dengan kesederhanaan diksi, Ayah Tuah mampu menggambarkan perasaan "Aku" dengan sangat baik. Ketika membaca, saya bisa merasakan keputusasaan, kesedihan dan kelelahan yang dialami "Aku" karena belum mendapatkan keberhasilan hingga terbawa mimpi.
Saya berkesimpulan bahwa puisi berjudul Mimpi karya Ayah Tuah ini termasuk puisi yang bagus sehingga tak mengherankan jika dijadikan sebagai artikel utama.
Puisi Mimpi ini membukakan jendela bagi saya untuk bisa melihat bahwa Ayah Tuah merupakan Fiksianer yang berkualitas baik dan sangat pantas bilamana ia harus menanggung menang di acara Kompasiana Awards 23 November nanti.
DemikianÂ
**
Dukung dan vote Kompasianer Favorit anda di sini Kompasiana Awards
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H