Intro Dulu
Dalam artikel ini saya hendak mengapresiasi sebuah karya sastra berjenis puisi. Kata Pak Sapardi, apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap sastra atau kesadaran akan adanya se-suatu yang berharga pada sastra.
Maka sebagai orang awam yang baru-baru ini hobi membaca karya-karya sastra, saya mencoba menulis ini tak lain sebagai wujud terimakasih kepada para penulisnya.
Puisi yang hendak saya kupas (berdasarkan pemahaman saya) kali ini adalah Puisi berjudul "Tamu" karya dari Syahrul Chelsky. Puisi ini di tayangkan di situs Kompasiana dan dinobatkan sebagai Artikel Utama Kompasiana beberapa waktu yang lalu.
Kenapa saya mau mengapresiasi Puisi "Tamu" karya Syahrul Chelsky ini? Ya karena suka aja. Saya suka sebab ada kucing dalam penggalan larik puisi ini.
Syahrul Chelsky, saya tidak kenal siapa orang ini. Dari planet mana asalnya, tinggal di mana, karnivorakah atau herbivora, saya benar-benar tidak tahu.
Satu yang saya tahu, dia adalah Kompasianer spesialis penulis fiksi (cerpen dan puisi). Selebihnya, saya hanya sok tahu tentang Ia melalui secuil dari informasi pada profil Kompasiana miliknya.
Pengetahuan saya tentang Syahrul Chelsky terbatas. Dari namanya, saya membayangkan wajahnya ganteng mirip Artis jadul Syahrul Gunawan plus blasteran muka orang slavic/rusia sana. Dah gitu aja.
Oleh karena itu, dalam mengupas ini saya menjamin tidak ada bias yang timbul akibat hubungan pribadi antara saya sebagai pembaca dan dia sebagai penulis.
Ini murni, akan saya tuliskan berdasarkan apa yang saya rasakan ketika membaca Puisi "Tamu" tanpa embel-embel kenal/kagum sama sosok penulisnya.
Mengupas Puisi Tamu, Syahrul Chelsky
Oke, mari kita mulai dengan membaca puisi ini secara utuh berikut ini:
Tamu
kepalaku sakit dan hidungku
agak beringus
kucing-kucing di rumah
berlarian, membawa suara
bukan lagu lama di radio
atau nada bicara seorang penyiar
yang mengingatkanku pada seseorang
ibu menghidangkan segelas susu
hangat dengan macam-macam doa
penangkal segala yang sakit dan pahit;
ia mencintaiku sebelum aku lahir
jadi aku bersyukur
karena cinta itu buta
ibu memeriksa suhu panas tubuhku
dengan meletakkan telapak tangannya
di atas dahiku
aku menjerit 'aduh' karena itu tepat mengenai jerawat
lalu ibu menawarkan makanan
tapi kukatakan aku tidak lapar
aku hanya ingin tahu tuhan apa kabar
sepertinya ia mulai mengabaikanku karena aku hamba yang cerewet
di sebelah lemari aku duduk dan berpikir
dengan sepasang telinga
yang menelan semua suara
dalam sebuah perayaan
menunggu tamu
beberapa ketukan terdengar
di balik pintu
aku terlambat berdiri
ibu yang menyambut
hanya orang asing, katanya
seluruh aku yang ingin tahu
bergegas menuju pintu
sebelum kembali ditutup ibu
tapi ia sudah pergi lagi
aku bertanya: siapa yang datang?
ibu menjawab: kenanganÂ
Puisi ini masuk ke dalam jenis puisi naratif dengan diksi sederhana yang mudah dipahami tanpa perlu pusing membuka kamus atau kbbi onlen.Â
Membaca Puisi ini kita bisa langsung tahu di dalamnya menceritakan seorang anak yang sedang mengungkapkan kepada kita tentang kondisinya, perlakuan ibunya kepada dirinya, dan sedang menunggu seseorang (tamu) di dalam suatu rumah.
Dalam bait pertama Puisi tersebut, tokoh Aku digambarkan sedang mengalami sakit flu. Bisa kita lihat dari baris berikut: kepalaku sakit dan hidungku; agak beringus; Tidak dijelaskan flu jenis apa yang sedang tokoh Aku alami.Â
Karena puisi ini rilis di masa pandemi, Saya sempat berpikir jelek  "Aku" dalam puisi itu sedang terkena virus Covid-19. Di tambah lagi baris: kucing-kucing di rumah; berlarian, membawa suara; saya sempat berpikir mungkin "aku" sedang melakukan isolasi mandiri di dalam rumah karena ruang rumah sakit di sana sudah penuh semua.
Tetapi kayaknya terlalu jauh, mungkin Syahrul Chelsky hanya ingin menggambarkan "Aku" sedang flu, tapi rumahnya bising oleh suara sekumpulan kucing yang berantem mau kawin.
Dari kebisingan itu, "Aku" sangat terganggu sampai "Aku" berharap suara kucing itu hilang dan menginginkan untuk mendengarkan radio yang mengalunkan lagu lama dan suara merdu penyiar favoritnya.
Dalam bait kedua, mulai digambarkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang sedang sakit. "Aku" merasa beruntung punya ibu yang sangat cinta, mau membuatkan susu, membacakan doa, pokoknya ibunya perhatian luarbiasa.Â
Namun ketika membaca baris: karena cinta itu buta; saya berpikir alasan apa yang melandasi "aku" mengungkapkan kalimat itu?
Bukankah ungkapan "cinta itu buta" biasanya digunakan sebagai ungkapan untuk seseorang yang cinta kepada orang yang lebih jelek? Misalnya seperti ini: Cinta itu buta! Sri mencintai Heri, padahal Heri mukanya jelek sekali.Â
Saya jadi penasaran, menduga-duga bahwa "aku" sedang minder kepada ibunya, entah karena keterbatasan fisik atau yang lainnya sehingga "aku" mengungkapkan kalau Ibunya itu "Cinta buta". Sebuah kalimat yang jarang sekali dipakai seorang anak untuk menggambarkan cinta seorang ibu kepada dirinya.
Sedangkan dalam Bait ketiga, kita mendapatkan informasi bahwa "aku" dalam puisi tersebut berusia remaja. Bisa dilihat dari "aku" yang ternyata masih berjerawat, sepertinya "aku" berumur antara kelas 6 SD sampai SMP.
Kemudian dalam Bait keempat, masih menggambarkan tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Dan tambahan baris-baris: aku hanya ingin tahu tuhan apa kabar; sepertinya ia mulai mengabaikanku karena aku hamba yang cerewet; menunjukkan "aku" punya keinginan yang belum terkabul.Â
Kira-kira apa keinginan "aku" ya?
Dalam bait kelima, menggambarkan "aku" yang masih sakit, bosan rebahan kemudian duduk untuk menunggu kedatangan tamu yang sangat ia harapkan.Â
Dugaan saya, harapan "aku" untuk didatangi tamu itulah keinginan yang tak kunjung dikabulkan sampai "aku" merasa tuhan semakin menjauhinya. O.. begitu.Â
Jadi siapakah tamu itu?
Bait ke tujuh dan ke delapan, inilah konflik sesungguhnya. Tuhan akhirnya mengabulkan permintaan "aku". Â Tamu yang "aku" tunggu-tunggu pada saat itu telah datang hendak menemui "aku". Namun, tamu itu segera diusir oleh ibunya.
Alhasil, "aku" tidak dapat bertemu dengan tamu yang selalu ia inginkan kedatangannya itu. Ibunya menutup-nutupi kedatangan tamu itu dengan menjawab yang datang "kenangan".
aku bertanya: siapa yang datang?
ibu menjawab: kenanganÂ
Nah, menurut analisa saya, tamu yang datang itu adalah seseorang yang memiliki kenangan pahit bagi ibunya. Makanya ibu segera mengusirnya sebelum anaknya bisa bertemu.
Kenangan pahit itu kemungkinan besar adalah sang mantan suami ibunya, bapaknya si "aku". Skenarionya bisa saja begini:Â
Dulu "aku" dilahirkan dalam kondisi keterbasan fisik, sang suami tidak menerima keadaan tersebut. Kemudian suami kecewa lalu meninggalkan "aku" begitu saja. Ibunya merawat "aku" sendirian.Â
Hingga "aku" beranjak remaja, "aku" mulai mencari-cari siapa bapaknya dan berdoa bapaknya itu datang menemuinya. Kemudian ketika akhirnya Bapaknya itu datang menyesali perbuatannya, ibunya menutup pintu maaf rapat-rapat sehingga "aku" sampai saat ini tidak dapat bertemu dengan bapaknya.
Kira-kira begitu. Sebenarnya Skenario lainnya juga ada, tapi satu saja saya jabarkan di atas.Â
Tapi inti yang saya tangkap dari membaca puisi ini adalah si penulis ingin menggambarkan kasih sayang seorang ibu, sekaligus menyelipkan rasa keegoisan seorang ibu. Ibu itu tak mau anaknya bertemu dengan bapaknya. Padahal anaknya sangat berharap bertemu dengan bapaknya itu. Begitu.
Kesimpulan
"Tamu" karya Syahruk Chelsky ini merupakan karya yang keren. Diksinya sederhana, renyah, dan mudah dipahami. Sangat cocok dinikmati oleh orang awam seperti saya.
Secara makna, puisi ini sangat Inspiratif dan sangat berkesan jika kita kupas lebih dalam. Ada Ibu, ada anak, ada kucing, ada radio dan ada banyak lagi, jika dikaji secara filosofis mungkin bisa membuat kita sempurna menjalani kehidupan sebagai manusia yang lebih berbudi.
Setiap orang mempunyai pemahaman dan interpretasi berbeda mengenai suatu puisi. Apa yang saya kupas dari puisi di atas hanya pikiran liar saya saja. Bisa jadi benar, dan kemungkinan besar salah. Yang jelas, apapun maknanya, yang penting dinikmati.
Sekian. Salam.
Baca juga: Rahasia Membuat Puisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H