Baru setengah perjalanan, sesosok hitam berbulu tinggi besar menghalangiku. Kira-kira selebar satu meter dan tinggi hampir mencapai lima meter.
Saya mendongak ke atas, kepala sosok itu berbentuk seperti monyet raksasa. Hidungnya kembang kempis. Dua Matanya melotot keluar. Mulutnya lebar dan giginya jongos dengan taringnya atas bawah sangat panjang.
Kepala itu berlenggok-lenggok dengan posisi tangan bercakar tajam seperti hendak menerkam saya. Air liur busuknya menetes-netes ke muka saya yang sedari tadi tertegun ketakutan.
Hmm... tak.. pletak..taktaktaak... berulangkali sosok itu mengeram dan memainkan gigi-gigi tonggosnya. Saya tak bisa bergerak. Kaki saya lemas dan kepala saya tak bisa lepas untuk selalu mendongak menatap wajah seramnya.
Ketika saya mulai pasrah, sosok itu kemudian mencengkeram lalu meremas-remas tubuhku dengan kedua tangan besarnya. Gelap.Â
Saya merasa sesak sekali dan terombang ambing dalam genggaman kedua tangannya. hmmm... ttaak.. pltakk.. hanya suara eraman dan raungan itu yang bisa saya dengar.
Wusss! Tubuh saya dilemparkan jauh oleh sosok itu. Entah berapa meter, yang saya rasakan hanya nyeri, sesak dan gelap.
Gusrakkk!!!
Saya tak peduli lagi Pukul berapa ini. Kumandang Adzan Assholatu Khairu Mina Naum dari kampung di seberang bukit membangunkanku. Matahari mulai terbit di pojok bukit sana.
Saya mendapati tubuhku sedang tersangkut di tengah rumpun bambu yang sangat rapat. Saya tak bisa bergerak, kaki, tangan, dan jidat saya terasa perih sekali.Â
"Oh Demit! Salahku apa?!"