Konon dedemit kebun itu lebih ganas daripada setan-setan rumahan.Â
Pukul 20.00. Saya mengeluarkan Supri dari rumah kemudian melajukannya menyusuri jalan pegunungan berkelok yang sisi-sisinya adalah persawahan terasering, kebun-kebun, dan jurang-jurang yang curam.
Malam ini rembulan masih perawan. Ia terlihat redup bermalu-malu mengintipku dari balik segumpal awan. Ditambah lagi kabut sangat pekat dan sorot lampu Supri sudah tua. Sinarnya remang tergopoh-gopoh menembus kegelapan.
Saya harus ekstra jeli dalam melajukan Supri untuk menghindari jeglongan yang berserakan sambil menahan dingin yang menampar muka di sepanjang perjalanan.
Pukul 20.30. Saya sampai di pinggir jalan arah kebon milik Bapak.
Syukurlah. Batang-batang pohon sengon hasil panen tadi siang masih menumpuk di sana. Jumlah batang-batang pohon sengon itu sepertinya cukup untuk memenuhi satu bak truk.
Daerah ini sangat sepi dan rawan diincar maling. Jika hasil panen ini tidak dijaga, khawatirnya nanti ada komplotan maling yang menggondol sengon ini tanpa kulanuwun.
Untuk itu sambil menunggu kedatangan truk Juragan yang baru bisa mengangkut besok siang, Bapak meminta saya agar malam ini menjaga tumpukan batang-batang sengon ini dari kejauhan.