Matahari hampir timbul. Pada sepucuk daun, buliran embun berkumpul saling dekap saling kecup hingga melebur.
Celah-celah jarik ketat rebah. Sepasang dengkul mendongak tegas.
Kami tidak pernah tidur!
Menjagamu ada di ketinggian adalah ibadah
Kami menjagamu dari mimpi-mimpi yang kejam.
Kami menjagamu dari mulut-mulut yang tajam
Kami akan selalu menjagamu sampai detik-detak jam terdiam.
Matahari sudah timbul. Pada permukaan dipan, kapas-kapas berkaparan saling lempar saling tampar hingga memar.
Seprai merah muda menganga kusut. Sepasang dengkul medongak mengejan.
Kami tidak pernah sarapan!
Mempertahankanmu ada di ketinggian adalah ibadah.
Kami kuat, menahanmu dari lemak-lemak yang berat.
Kami kuat, menahanmu dari daki dan keringat yang menyengat.
Kami akan selalu kuat menahan penjahat yang mendekatimu sampai akhir hikayat
Matahari muncul penuh. Di emperan jalan, debu-debu berhamburan saling sikut saling hinggap hingga mengasap.
Lipatan-lipatan memendek lusuh. Sepasang dengkul mendongak tegap.
Kami tidak pernah lelah!
Melindungimu ada di ketinggian adalah ibadah
Kami melindungimu dari pandangan bijibiji salak
Kami melindungimu dari sentuhan cakarcakar badak
Kami akan selalu melindungimu dari otak tak berakhlak sampai bumi menjadi kotak
Matahari tenggelam jauh. Pada lampu lima watt, ngengat-ngengat bergerombol saling adu saling baku hingga mati kena tipu si lampu.
Air sabun mengucur mulus. Sepasang paha merunduk jengah.
Heh, Dengkul-dengkul kopong!
Tempurung hitam kasar yang kalian banggakan itu
menghalangi keindahan kami!
Sungguh, Kalian membuat kami malu!
Sudah berjuta kali kami bilang
Berhentilah menyembah!
Menjijikan, Enyahlah!
Sepasang dengkul tersenyum riang memandang titah sepasang paha.
Kami bahagia pengabdian ini membuat tuanpuan senang.
Kami berjanji setia mendampingi
berbakti menghamba kepada tuanpuan untuk selamanya.
Pantura, September 2020