Di dunia, masih ada sekitar 3.000 spesies yang hidup. Sebagian besar Capung tiggal di daerah beriklim tropis, dan hanya sebagian spesies saja yang hidup di daerah yang beriklim sedang.
 Indonesia sangat beruntung memiliki 12,5 – 15 persen dari total spesies capung di seluruh dunia atau hanya kalah dari banyaknya spesies Capung yang hidup di Brazil.
Capung memiliki siklus hidup yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase telur, fase nimfa, dan fase capung dewasa. Sebelum terbang mengudara, capung lebih banyak menghabiskan hidupnya di air.Â
Setelah telur menetas dalam kurun waktu satu minggu, masuklah pada fase Capung Nimfa. Nimfa capung bernafas menggunakan insang. Nimfa capung bisa hidup di dalam air selama kurun waktu dua bulan hingga lima tahun.
Nimfa Capung bertubuh besar dan mengerikan. Pada tahap ini nimfa capung akan menjadi hewan predator yang ganas dan memakan berudu, anak ikan atau bahkan memangsa sesamanya.Â
Saat sudah fase dewasa, Capung adalah penerbang yang ulung. Dibekali dengan sayap yang ringan namun kuat, capung dapat terbang dengan gesit dan cepat ke segala arah dan bisa mengubah arah terbang secara tiba-tiba, serta mampu bermigrasi melintasi lautan.Â
Capung juga dibekali dengan kemampuan penglihatan yang tajam menjadikan capung sebagai predator kuat yang sangat ditakuti oleh nyamuk, hama pertanian, kupu-kupu, ngengat serta serangga kecil lainnya.Â
Capung, Manusia, dan Lingkungan
Capung adalah serangga akuatik. Keberadaannya tak bisa lepas dari perairan. Capung menempelkan telur di tanaman-tanaman air, berubah jadi larva di fase nimfa juga dalam air, serta capung dewasa bermain-main tak jauh-jauh dari air.Â
Sebagian besar jenis Capung tidak mau meletakkan dan bertahan hidup di sembarang perairan. Hanya air yang memiliki kualitas baik saja yang bisa digunakan capung melangsungkan perkembangan hidupnya. Karena cara hidup itulah, keberadaan capung dijadikan sebagai indikator kualitas perairan di suatu daerah.