Setelah selesai membaca artikel yang mantul, Saya dengan senang hati akan rating, komen dan membagikan artikel itu  ke akun facebook/whatsapp saya.Â
Dan jika konten mantul yang saya baca adalah jenis softselling atau softpromoting saya juga tak ragu untuk membeli produk yang sedang dipromosikan lewat konten tersebut.
Tapi jujur saja ya, dari enam ratusan konten yang  setiap harinya ditayangkan di Kompasiana, hanya sedikit saja yang menurut saya mantul. Kebanyakan adalah konten mumbul (tulisan saya yang sedang kamu baca ini termasuk konten mumbul).
Istilah Mumbul, saya ambil dari kosa kata bahasa Jawa, yang artinya terpantul/mantul/mental. Konten mumbul adalah konten yang ketika saya buka, membaca sekilas saja, membuat saya tak betah untuk melanjutkan membaca. Rasanya pengen segera tekan tombol back atau buru-buru scroll ke bawah untuk beralih membaca artikel lain yang lebih menarik.
Tapi biasanya saya tak setega itu meninggalkan konten yang tak jadi saya baca itu begitu saja. Sebagai apresiasi dari jerih payah mereka menulis, saya berusaha sempatkan meninggalkan jejak berupa rate atau komen standar "Terimakasih atas ulasannya" (dengan tanpa benar-benar membaca dan memahami isi artikel itu).
Saya pikir dengan meninggalkan jejak seperti itu, paling tidak memberikan kesan dan mungkin semangat bagi si penulis sehingga lebih rajin membuat konten. Ya... walaupun saya cuma asal pencet dan pura-pura baca/tertarik sih.. tapi itu lebih baik dari pada tidak meninggalkan apresiasi sama sekali.Â
Apa kamu juga pernah melakukan perilaku sama seperti saya?
Kebiasaan saya yang tak jadi membaca dan segera pergi meninggalkan konten yang ditulis tersebut kalau tidak salah oleh para blogger profesional dinamakan dengan bounce rate (tingkat kemumbulan).
Tingginya angka kejadian Bounce rate menandakan bahwa konten yang ditulis belum cukup untuk membuat (calon) pembaca betah berlama-lama membaca artikel yang kita bikin.
Ibaratnya, kita adalah pedagang pisang di pasar, kita menawarkan pisang itu dengan berteriak-teriak, kemudian ada calon pembeli yang tertarik dengan pisang yang kita jajakan, pembeli itu lalu memegang pisang itu dan memeriksa kelayakannya, tapi setelah tahu sekilas pisang kita tidak mantul akhirnya dia tidak jadi untuk membeli pisang kita akhirnya beralih ke penjual pisang lain.
Di Kompasiana, sepertinya kondisi seperti itu banyak terjadi pada konten yang kita bikin. Sebagai contoh, pada bulan maret kemarin, di statistik jumlah pembaca halaman profil saya tercatat ada 20 ribu orang, tetapi ternyata yang valid hanya 7 ribu saja menurut google analytic.Â