Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Aku Tak Merindukan Viennetta, Aku Hanya Rindu pada Kang Es Tungtung

20 April 2020   18:55 Diperbarui: 20 April 2020   18:49 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berburu Es Krim Viennetta

Riuh gemuruh obrolan warganet di Indonesia memang tidak ada habisnya. Di masa Pandemi Covid-19 ini, salah satu topik yang masih hangat diperbincangkan adalah tentang kelangkaan masker dan handsanitizer. Diduga kelangkaan  kedua benda itu dikarenakan adanya penimbunan oleh para oknum yang mencari keuntungan lebih.

Disamping kelangkaan Masker dan Handsanitizer, warganet juga sedang ramai membahas betapa susah mereka mendapatkan Es Krim Vienneta, Es Krim mewah yang diidam-idamkan  oleh anak-anak 90-an. 

Kelangkaan Viennetta dipasaran, diperkirakan karena dua sebab. Pertama, Produsen Es Krim ini memang membuat produk ini secara terbatas, sehungga tidak dapat memenuhi animo masyarakat yang ingin merasakan manisnya nostalgia menikmati es krim ini yang pada masa kecil tidak bisa mereka dapatkan. 

Wall's pun menyatakan bahwa Viennetta (reborn) tersebut memang produk yang terbatas. Hal itu dapat ditunjukkan dari foto yang diunggah pada akun isntagram resmi Wall's yang "meminta maaf" kepada konsumen yang belum dapat menikmati produk ini.


Kedua, karena ada beberapa orang yang menimbun untuk dijual lagi dengan harga mahal saat orang-orang kesusahan mencari produk ini. Es Krim yang dihargai 50 ribuan oleh produsen, dijual lagi dengan harga lebih mahal 70 - 100 ribuan.

Baru-baru ini ramai video dari akun seseorang yang sedang kesusahan mencari-cari dimana keberadaan toko yang masih menyediakan es krim ini. Dalam video tersebut juga digambarkan seperti seolah dia membongkar misteri kenapa es krim viennetta langka. Lihat video berikut ini:


Melihat video yang viral tersebut, membuat saya tertarik untuk melakukan hal sama seperti yang dilakukan oleh pemilik awirachma tersebut. Ketertarikan saya akan topik itu sampai-sampai  membuat saya tergelitik mencoba merasakan juga sensasi berburu es krim viennetta yang katanya langka. Ekspetasi saya, saya bisa merasakan juga susahnya perjuangan para warganet menemukan es krim ini.

Kemudian saya bergegas untuk keluar dari kos-kosan (dengan sesuai protokol keluar rumah yang dianjurkan pemerintah), menuju ke minimarket dekat kos-kosan.

Namun ternyata saya harus kecewa, es krim yang katanya susah didapatkan itu bisa dengan mudah saya temukan di minimarket dekat kosan, tanpa perlu berburu ke beberapa minimarket. Bahkan, saya bisa menemukan es krim ini tanpa melakukan perjuangan.

Tantangan bertanya stok ke pegawai minimarket, pindah-pindah dari satu minimarket ke minimarket lain, hingga bongkar-bongkar rak freezer untuk menemukan si Viennetta tak sesuai yang saya bayangkan sebelumnya. Pun ketika aku coba pindah di lain minimarket untuk tahu apakah es krim ini tersedia atau tidak. Hasilnya, lagi-lagi saya bisa menemukannya dengan mudah.

Ah.. Gak Seru!

Apakah saya termasuk orang yang kufur nikmat karena menganggap menemukan es krim mewah ini dengan mudah itu tidak seru? Saya rasa tidak.

Mungkin bagi orang yang lahir di tahun 80-an banyak yang memiliki kenangan dan keinginan menikmati es krim ini karena terpengaruh oleh iklan TV. Tapi Jujur saja, saya tidak memiliki kenangan nostalgia sama sekali dengan Viennetta. 

Saya yang baru lahir di tahun 90-an, lahir di kampung dan sangat jarang menonton tv (karena harus numpang ke tetangga kalau mau nonton tv) sepertinya tidak pernah tercemar oleh iklan-iklan es krim yang dibranding sebagai produk mewah ini. Nuansa Hype bernostalgia dengan Viennetta yang diperbincangkan saat ini, tidak bisa aku rasakan.

Oleh karena itu, saya memilih untuk mengurungkan membeli Viennetta yang aku temukan tadi. Niatku mencari barang ini kan, cuma pengen merasakan sensasi berburunya saja, jadi Saya biarkan es Krim itu tetap di Freezer untuk orang-orang yang lebih membutuhkan. Hehe.

Untuk mengobati rasa kekecewaanku, akhirnya saya memutuskan untuk berburu produk jaman masa kecil yang sama-sama bisa menumbuhkan rasa bernostalgia. Saya memutuskan untuk berburu Kang jual Es Tungtung, mungkin di daerah anda, menyebut es ini sebagai  dungdung/es puter. Es Krim tradisional yang saya kira tak kalah nikmat rasanya dengan Viennetta.

Bagi saya, dibanding viennetta, saya lebih merindukan es krim Tungtung ini. Sudah berpuluh-puluh tahun rasanya saya tak bisa menemukan penjual dan  membeli es ini sambil memainkan gong kecil milik kang Es Tungtung yang memiliki bunyi unik sekali. "tung tung"

Berburu Es Tungtung

Saat kecil saya biasanya hanya perlu menunggu di depan rumah pada waktu sore hari, Kang Es tungtung biasa lewat sambil memainkan gong tungtung-nya memanggil anak-anak untuk datang membeli. Tetapi belakangan ini sudah sangat jarang orang yang masih berjualan es krim ini berkeliling kampuung.

Demi memenuhi hasrat nostalgia dan rasa berpetualang yang belum aku dapatkan dari memburu Viennetta, selepas keluar dari minimarket saya langsung berkeliling kampung mencari dimana keberadaan kang Es Tungtung ini. 

Sudah hampir seluruh kampung saya jelajahi, sudah banyak warga saya tanyai, hingga hari sudah sore, pukul 17.00 WIB (Waktu Indonesia Brebes), tak juga aku temukan penjual es krim ini.  Rasanya lelah sekali badanku berjalan dan ingin menyerah mengakhirir perburuan ini dengan hasil yang sia-sia. Akhirnya dengan terpaksa aku pulang, kembali ke kosan dengan perasaan kegagalan.

Tapi, di tengah perjalanan pulang, langkah gontaiku mendadak jadi bersemangat kembali ketika tak sengaja mendengar suara khas tungtung terdengar dari kejauhan. Tak berpikir lama, langsung saja saya mencari dimana sumber suara itu. Syukurlah, akhirnya aku bisa menemukanmu, Kang Es Tungtung!

Rejeki Anak Soleh. hehe 

Kang Es Tungtung sedang menyajikan Es untuk saya | Dokpri
Kang Es Tungtung sedang menyajikan Es untuk saya | Dokpri

Kang Es Tungtung yang saya temukan ternyata masih muda, berusia sekitar 40 tahunan. Dia sudah berjualan sekitar 10 tahun, gerobak dan gong es tuntungnya menurut dia merupakan warisan dari bapaknya. Dia meneruskan usaha Bapaknya untuk menghidupi dua orang anak dan seorang Istri.

Di Masa Pandemi ini dia masih berjualan, memang tidak bijak dan cenderung berbahaya kalau kita idealis menuruti kebijakan dan saran dari Pemerintah. Namun menurut Kang Es Tungtung, kalau tidak berjualan, anak dan istri dia mau makan apa? 

karena tak ingin pusing, saya jawab saja secara kelakar, "ya makan nasi lah, Um! Masa makan pasir!" Hehe.

Oiya, Es Tung-tung ini dia jual dengan harga hanya seribu rupiah per-cone nya. Saya beli dua cone Es Tungtung, jadi total duit dua ribu rupiah perlu saya keluarkan dari kantong sakuku.

Dua Cone Es Tungtung hanya seharga dua ribu. | Dok.pri
Dua Cone Es Tungtung hanya seharga dua ribu. | Dok.pri

Murah sekali, bukan kalau dibanding dengan harga Viennetta? 

Toh sama saja, kita bisa merasakan rasa nostalgia. Rasa es tungtung ini juga tak kalah enak, malah lebih unik, saya bisa merasakan rasa manis sekaligus asin dalam satu gigitan. Hehe.

Akhirnya, petualanganku memburu es krim- es krim nostalgia dan legendaris menghasilkan akhir yang menyenangkan. Saya pulang dengan membawa perasaan yang Bahagia sekali.

Bahagia itu sederhana

Penutup

Terimakasih sudah berkenan membaca kisah petualangan "Unfaedah" dari saya hari ini. Semoga hari-harimu menyenangkan!

Sekian.
Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun