Tiga skill ini saya kira sudah cukup untuk dijadikan indikator saya tetap sebagai orang jawa yang masih njawani. Setuju atau tidak, Anda tidak usah protes. Hehe
Warga Sewakul, Aja Gumun, dan Refleksi Syair Gundul Pacul
UNGARAN, KOMPAS.com - Rencana pemakaman seorang perawat asal Kabupaten Semarang yang meninggal karena positif corona atau Covid-19 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Sewakul, Ungaran Timur, akhirnya berubah. Perubahan lokasi pemakaman ini karena ada penolakan sebagian warga.
Dalam menyikapi peristiwa penolakan pemakaman jenazah seorang Perawat korban wabah oleh warga di suatu Rukun Tetangga di Negeri Sewakul, mungkin anda tidak habis pikir, serta merasa heran mendengar kabar itu.
Sebagai seorang yang suka berpikir, Saya juga sama, tidak habis pikir. Namun sebagai manusia yang lahir dan puluhan tahun hidup di tanah jawa, saya tidak heran sama sekali dengan peristiwa tersebut.
Mbah Buyut saya konon dulu sejak jaman penjajahan adalah seorang pengrajin batu akik dan keris keramat. Salah satu petuah Beliau turun temurun diwariskan kepada keluarga yang menjadi favorit saya adalah petuah “Dadi wong Aja gampang gumun!”.
Dalam menjalani kehidupan, akan banyak peristiwa yang membuat kita merasa terheran. Mulai dari keajaiban yang membuat kagum, hingga keanehan-keanehan yang membuat terpana. Semua itu hanya cobaan. Sebagai manusia “aja gumun”, jangan sampai hal-hal itu membuat kita terlena dan melupakan Gusti Pangeran ingkang Maha Kuasa.
Seorang teman saya merasa keheranan ketika peristiwa tersebut ramai diberitakan. Dia beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian warga Negeri Sewakul itu sebagai peristiwa hilangnya rasa kemanusiaan.
“I see Human, But No Humanity”
Begitulah caption yang dia berikan pada sepotong gambar tangkapan layar berita yang telah saya kutip di atas dalam status whatsapp dia yang artinya kira-kira, “Saya melihat Manusia, tetapi tidak punya rasa kemanusiaan”.
Saya memaklumi sikap yang diambil teman saya dalam memaknai tindakan yang telah dilakukan oleh warga sewakul itu. Bahkan hampir saja saya ikut-ikutan untuk mengeluarkan skill “Maido” tingkat intermediet milik saya.
Tetapi sebagai seorang yang pemikir, setelah dipikir-pikir lagi, saya akhirnya lebih memilih untuk mengambil jalan ninja pendekar yang berbeda dari sikap teman saya itu.